Risalah Kedelapan Belas – Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedelapan Belas🌹

🌷Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷

Soal:
160. Berapa jarak tempuh yang apabila seorang itu bepergian membolehkannya berbuka puasa dan mengqoshor salat ?

Jawab:

🌻”Sebagian Ulama memberi keringanan dalam mengqoshor salat yang empat rakaat dan berbuka di siang Ramadan di setiap yang dinamakan safar (bepergian jauh), Jumhur Ulama memberikan batasan paling sedikitnya jarak tempuh kurang lebih delapan puluh kilometer.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
161. Seorang dari rumahnya menuju ke bandara, apakah boleh dia mengqoshor dan berbuka di bandara?

Jawab:

🍁”Jika bandara satu kota dengannya, maka dia belum dikatakan bepergian (musafir) sampai pesawat terbang (take off dari kota tersebut).

➡ Apabila bandara tidak satu kota dengannya, maka dia dikatakan musafir, boleh baginya mengqoshor dan berbuka.”

✒(Syaikh Abdurrahman Al-‘Adaniy).

Soal:
162. Dia keluar dari kampungnya, ketika dia sudah melewati rumah-rumah kampungnya, dia berbuka kemudian ternyata tertunda keberangkatan (safar)nya, apa yang wajib atasnya ?

Jawab:

🍀”Kalau dia keluar dari daerahnya bermaksud menuju ke bandara karena dia akan melakukan perjalanan jauh (safar) kemudian dia berbuka. Setelah itu dia tidak jadi naik pesawat dan kembali ke daerahnya, di sini apakah dia tetap berbuka atau harus menahan diri dari pembatal puasa di sisa hari itu? Ini terbangun khilaf (perbedaan pendapat Ulama) pada musafir yang datang (ke rumahnya) dalam keadaan berbuka, apakah mengharuskannya menahan diri dari pembatal puasa di sisa hari itu? Pendapat yang benar dia tidak harus menahan diri dari pembatal puasa di sisa hari itu.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin)

Soal:
163. Seorang bepergian ke suatu daerah (negara) dan berniat tinggal lebih dari empat hari, apakah dia berbuka dan mengqoshor sholatnya?

Jawab:

🌺”Jika dia berniat tinggal empat hari atau kurang, maka berlaku baginya hukum-hukum musafir, boleh baginya berbuka dan mengqoshor sholat; dikarenakan tinggalnya (di daerah tersebut), jika empat hari atau kurang tidak mengeluarkannya dari hukum musafir.

➡ Adapun jika tinggalnya yang dia niatkan lebih dari empat hari ini, maka berlaku baginya hukum orang mukim (menetap), dan tidak berlaku baginya hukum safar, wajib atasnya menyempurnakan sholat dan puasa di bulan Ramadan.”

✒(Syaikh Al Fauzan).

Soal:
164. Apabila seseorang berniat di malam hari akan bepergian di siang hari, apakah dia meniatkan berbuka sejak malam ?

Jawab:

🌾”Ulama telah sepakat bahwa orang yang ingin bepergian di bulan Ramadan tidak boleh baginya niat berbuka dari malam, dikarenakan musafir tidak dikatakan bepergian dengan niat saja, hanya saja dia menjadi musafir ketika bersiap- siap safar dan mengambil perbekalannya.”

✒(Imam Ibnu Abdil Barr).

Soal:
165. Seorang yang bepergian di siang hari sedangkan dia berpuasa sejak pagi, apakah boleh dia berbuka ?

Jawab :

🍂”Ya, boleh baginya berbuka. Karena keumuman ayat, Allah Ta’ala berfirman:

{ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا أَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ أُخَرَ }.

“Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184)

Maka dibolehkan baginya berbuka karena bepergian dan dimutlakkan atas hal itu.”

Soal:
166. Manakah yang lebih utama bagi musafir berbuka atau berpuasa ?
Jawab :

🌷”Apabila puasa membawanya kepada kesulitan yang sangat dan dikhawatirkan terjadi bahaya padanya, maka wajib baginya berbuka, sebagaimana hadits Jabir radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلًا قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: (( مَا هَذَا؟ )) فَقَالُوا صَائِمٌ فَقَال:((َ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ )).

Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma ia berkata; Rasulullah ﷺ pernah dalam suatu perjalanan melihat kerumunan orang, yang di antaranya ada seseorang yang sedang dipayungi. Beliau bertanya: “Ada apa ini?” Mereka menjawab: “Orang ini sedang berpuasa”. Maka Beliau bersabda: “Tidak termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

➡ Apabila puasa membawanya kepada kesulitan ringan, maka yang utama baginya berbuka; karena Allah Ta’ala mencintai untuk diambil rukhsoh (keringanan-Nya).

➡ Apabila puasa tidak menyulitkannya, maka yang utama bagi dia berpuasa, sebagaimana pendapat Jumhur Ulama, karena ini juga diriwayatkan dari Rasulullah ‎ﷺ pada sebagian perjalanannya (safarnya). Sebagaimana yang disebutkan di dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.

➡ Dan pada puasa itu lepas terhadap tanggungan, karena seorang Muslim tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Karena pelaksanaan ibadah ketika mampu lebih mudah dan utama daripada mengqodho. Wallahua’lam.”

Soal
167. Manakah yang lebih utama bagi orang yang melakukan umroh, berpuasa atau berbuka?

Jawab :

🌾”Apabila orang yang melakukan umroh berkata: ‘Jika aku tetap berpuasa, maka menyulitkanku pelaksanaan manasik umroh, maka aku di antara dua perkara, aku akhirkan pelaksanaan manasik umroh sampai tenggelam matahari dan tetap berpuasa sampai tiba di Makkah, atau aku berbuka dan bersegera umroh.

➡ Maka kita katakan padanya: ‘Yang utama engkau berbuka dan melaksanakn umroh saat tiba di Makkah, karena ini perbuatan Rasulullah ‎ﷺ dan juga maksud orang yang umroh adalah melaksanakan umroh. Dan bukanlah maksudnya yang terpenting berpuasa di Makkah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:
168. Apabila perjalanan tidak meletihkan seperti perjalanan dengan pesawat, bolehkah dia berbuka ?

Jawab:

🍂”Boleh bagi musafir berbuka dengan kesepakatan Ulama, sama saja apakah dia mampu berpuasa atau tidak, menyulitkannya berpuasa ataupun tidak, dari sisi jika dia bepergian dalam naungan atau berlayar dan bersamanya ada orang yang melayaninya, boleh baginya berbuka dan mengqoshor.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

🌾”Adapun apabila jarak tempuh perjalanan mencapai 80 km ke atas, maka disunnahkan bagi musafir untuk berbuka walau kendaraannya tidak meletihkan; seperti kereta api, kapal dan pesawat; dikarenakan keumuman dalil-dalilnya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
169. Apakah hukum musafir berlaku atas para sopir mobil dan bis karena pekerjaannya yang terus menerus di siang Ramadan?

Jawab:

🍃”Ya, berlaku atasnya hukum musafir, boleh baginya mengqoshor, menjamak dan berbuka.

➡ Apabila ada orang berkata: ‘Kapan mereka berpuasa sedang pekerjaannya berkesinambungan ?’

➡ Kita katakan : ‘Berpuasa di musim dingin; karena hari-harinya pendek dan dingin.

➡ Adapun sopir angkutan kota (dalam satu daerah), maka tidak berlaku baginya hukum musafir dan wajib baginya puasa.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).