Risalah Kedua Puluh – Bab orang-orang yang diberi udzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Puluh🌹

🌷Bab orang-orang yang diberi udzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷

Soal:

  1. Seorang anak perempuan baligh pada usia belia dan berpengaruh puasa padanya karena lemah fisiknya, kemudian dia berbuka di sebagian hari, maka apa yang wajib atasnya? Jawab:

🌻”Sepanjang anak perempuan ini telah baligh sebelum masuknya bulan Ramadan dengan adanya satu tanda dari tanda-tanda baligh yaitu haidh, maka puasa telah menjadi wajib baginya, maka hari-hari yang dia tidak berpuasa karena dia tidak mampu disebabkan lemah fisiknya, maka itu tidak gugur kewajiban atasnya, hanya saja dia berpuasa setelah dia memiliki kemampuan.
Allah Ta’ala berfirman:

 ۚ{ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَـصُمْهُ ۗ وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ }.

“Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Hukum orang yang tidak mampu puasa karena telah lanjut usia atau sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya lagi? Jawab:

🍁”Wajib baginya fidyah dengan memberi makan seorang miskin tiap harinya; dikarenakan Allah Ta’ala berfirman:

{ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطَوَّقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ }.

“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184).

➡ Dahulu Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma membacakannya begini, dan dia berkata : ‘Ayat ini tidak dihapus, yang dimaksud adalah laki-laki tua renta dan wanita yang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa, maka keduanya memberi makan setiap hari seorang miskin’,
makna:
{ يُطَوَّقُونَهُ }

Yaitu : “dibebankan kepadanya tetapi tidak mampu menjalankannya.”

Soal:

  1. Seorang yang berubah akalnya (pikun) karena usia lanjut, apakah memberi makan kepada orang miskin (fidyah) atau dipuasakan untuknya jika telah meninggal?

Jawab:

🍀”Memberi makan orang miskin adalah kewajiban bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena telah lanjut usia dan masih berakal (belum pikun),

➡ Adapun jika sudah hilang akalnya (pikun), maka gugur darinya kewajiban memberi makan orang miskin.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾”Tidak melazimkannya (mengharuskannya) sesuatupun karena pena pencatat amal terangkat darinya, Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

َ (( رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقََ وَعَنْ الصَغِير حتى يبلغ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظ )).

“Pena pencatat dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia baligh, orang tidur hingga ia terbangun.”

✒(Syaikh Muqbil Al Wadi’y).

Soal:

  1. Apabila orang yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang sudah tidak diharapkan kesembuhannya melakukan safar, apakah gugur kewajiban fidyah bagi mereka? Jawab :

🍂”Gugur dari mereka kewajiban fidyah karena uzur safar dan tidak ada mengqodho puasa karena tidak mampu berpuasa.”

Soal:

  1. Ketika masih muda tidak berpuasa, kemudian dia ingin bertaubat, dia sudah tua renta tidak mampu berpuasa, apa yang harus dia lakukan? Jawab:

🌷”Apabila engkau sekarang sudah tidak mampu mengqodho karena terus menerus mengalami sakit kronis, maka wajib bagimu mengganti qodho dengan fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin setiap hari yang tinggalkan.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah telah mencukupi (tertunaikan) seorang yang berpuasa untuk orang yang tidak mampu berpuasa dan juga tidak mampu membayar fidyah sebagai ganti memberi makan seorang miskin sedangkan orang tersebut masih hidup? Jawab:

🌿”Adapun salat, maka ijmak (kesepakatan) Ulama bahwasanya seorang tidak menyalatkan untuk orang lain salat fadhu, tidak juga salat sunnah, tidak pula tathawwu’ (sunnah), tidak dari orang yang masih hidup, tidak pula yang sudah meninggal, begitu juga puasa untuk orang yang masih hidup, tidak dianggap tertunaikan puasa dari orang lain itu ketika dia masih hidup, ini semua ijmak tidak ada khilaf (yang menyelisihi) di dalamnya.

➡ Adapun orang yang meninggal dan mempunyai hutang puasa ini adalah terjadi khilaf (perbedaan pendapat) antara Ulama.”

✒(Imam Ibnu Abdil Barr).

🌻”Ulama telah sepakat bahwasanya seseorang tidak mempuasakan orang lain selama orang itu masih hidup.”

✒(Imam An Nawawi).

Soal:

  1. Haruskah orang yang tidak mampu berpuasa memberikan makan setiap hari orang miskin yang berbeda? Jawab:

🍀”Tidak harus, bahkan kalau dia memberi makan kepada satu orang miskin yang sama, itu sudah tertunaikan. Karena tidak ada dalil atas wajibnya memberi makan orang miskin yang berbeda, berbeda dengan dalil yang datang tentang kaffarah, telah disebutkan jumlah orang miskin yang wajib di berikan makan, dan juga karena fidyah puasa setiap hari terpisah dari hari sebelumnya. Apabila seorang telah memberikan fidyah hari ini kepada orang miskin sudah tertunaikan apa yang menjadi tanggungannya. Apabila datang hari kedua mewajibkannya fidyah baru, tidak ada hubungan dengan hari sebelumnya. Maka boleh memberikannya pada orang miskin yang sama. Wallahua’lam.”

Soal:

  1. Jika sudah dikeluarkan fidyah kemudian dia mampu berpuasa, apakah tertunaikan puasanya oleh fidyah yang telah dikeluarkan? Jawab:

🍁”Apabila seorang yang sakit tidak bisa diharapkan kesembuhannya, baik menurut kebiasaan atau diagnosis dokter yang tepercaya, maka wajib baginya memberi makan tiap hari seorang miskin, apabila telah dilakukan hal tersebut kemudian Allah Ta’ala menakdirkan dia sembuh setelahnya, maka tidak mengharuskannya berpuasa sebab dia telah membayar dengan memberi makan orang miskin. Karena kewajibannya sudah tertunaikan dengan apa yang dia telah lakukan dari memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasa. Apabila kewajibannya sudah tertunaikan maka tidak wajib menyertakannya setelah lepas tanggungannya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Kapan fidyah itu dikeluarkan? Jawab:

🌺”Adapun waktu memberi makan orang miskin ada pilihannya,

➡ Jika dia ingin mengeluarkannya setiap hari di hari dia tidak berpuasa,
➡ Jika dia ingin, mengakhirkannya sampai hari terakhir sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

🌾Aku (penulis) katakan :

“Atsar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yaitu bahwasanya beliau tidak mampu berpuasa kemudian beliau membuat semangkuk besar tsarid (roti yang diremukkan dalam kuah daging) lalu mengundang 30 orang miskin, dan mengenyangkan mereka.”

📚HR. Ad-Daruquthniy (2/207) dan disahihkan Syaikh Al-Albany.

Soal:

  1. Apakah boleh mengeluarkan fidyah sebelum Ramadan? Jawab:

🍂”Fidyah tidak diserahkan sebelum Ramadan, karena fidyah sebabnya berbuka di bulan Ramadan. Mengeluarkan fidyah bisa di awal atau pertengahan atau di akhir Ramadan, dan yang utama di akhirnya, dan lebih utama lagi dari hal itu memberikan makan orang miskin setiap hari di hari yang dia berbuka, karena dia tidak tahu barangkali dia meninggal, maka bersegera menunaikan apa yang menjadi tanggungannya.”

✒(Syaikh Abdurrahman Al-‘Adaniy).