🌹Risalah Kedua Puluh Dua🌹
🌷Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷
Soal:
200. Jika seorang yang hamil mengalami keguguran apakah gugur darinya puasa dan salat?
Jawab:
🍁”Apabila janin yang dilahirkan sudah berbentuk penciptaan manusia seperti tangan, kaki dan semisalnya, maka dia duduk (menunggu) selama masa nifasnya sampai suci atau disempurnakan 40 hari kemudian dia mandi, salat dan mengganti puasa dihari di mana dia melahirkan (keguguran) dan hari setelahnya dari hari-hari puasa wajib, apabila suci sebelum genap 40 hari , maka dia mandi, salat dan puasa karena sudah hilang penghalangnya.
➡ Apabila belum tampak penciptaan manusia maka puasanya sah, darah yang keluar adalah darah fasid (rusak), dia kerjakan salat, puasa dan berwudu di setiap kali salat hingga datang kebiasaan haidnya.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
201. Darah keluar 5 hari sebelum melahirkan, apakah dia harus meninggalkan puasa dan salatnya ?
Jawab:
🌿”Apabila perkaranya seperti yang disebutkan dari keluarnya darah sedangkan dia hamil, 5 hari sebelum melahirkan,
➡ Apabila dia tidak mengalami tanda dekatnya melahirkan seperti kontraksi, maka darah yang keluar bukan darah haid bukan pula nifas tetapi darah fasid (rusak) menurut pendapat yang benar. Atas dasar ini, dia tidak boleh meninggalkan ibadah-ibadah bahkan dia harus berpuasa dan salat.
➡ Apabila bersama darah ini ada tanda dari tanda-tanda dekatnya melahirkan seperti kontraksi dan semisalnya, maka itu adalah darah nifas, maka dia tidak salat tidak pula puasa. Kemudian apabila telah suci dari nifas dia mengganti puasa dan tidak mengganti salat.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
202. Apabila seorang yang haid atau nifas suci di siang Ramadan, apakah dia harus menahan diri dari pembatal puasa di sisa hari itu?
Jawab:
🍃”Tidak mengharuskannya, karena puasa disyaratkan menahan dari terbitnya fajar sampai tenggelam matahari, kalau dia menahan karena kesucian bulan Ramadan, maka itu lebih utama, sebagaimana ini pendapat Syafi’iyah.”
Soal:
203. Seorang wanita haid lima menit sebelum berbuka, bagaimana hukum puasanya?
Jawab:
🌷”Apabila muazin azan tepat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengganti puasanya hari tersebut,
➡ Adapun apabila muazin azan terlambat dari waktunya dan matahari telah tenggelam, maka puasanya sah.”
✒(Syaikh Al-Wadi’y).
Soal:
204. Hukum seorang wanita menggunakan obat pencegah haid agar tidak terputus puasanya?
Jawab:
🌻”Boleh bagi wanita menggunakan obat pencegah haid di bulan Ramadan, jika direkomendasikan oleh dokter ahli (spesialis) dan itu tidak memudaratkannya, tidak berpengaruh terhadap alat reproduksinya, dan lebih baik baginya tidak melakukan hal itu. Dan sungguh Allah Ta’ala telah memberikan keringanan baginya untuk berbuka ketika datang haidnya di bulan Ramadan, Allah Ta’ala mensyariatkan baginya untuk mengqodho puasa yang dia berbuka karenanya, Allah ridha kepadanya hal itu sebagai agama.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
205. Hukum puasa wanita yang mengalami istihadah?
Jawab:
🌾”Darah istihadah adalah darah rusak (fasid) keluar tidak pada waktu kebiasaan haid disebabkan adanya penyakit, keluar bukan seperti sifat darah haid.
Tidak ada perbedaan antara Ulama bahwa wanita yang mengalami istihadah, dia mengerjakan salat dan puasa. Dan boleh bagi suaminya untuk melakukan jimak dengannya menurut pendapat Jumhur Ulama.”
Soal:
206. Seorang wanita keluar darah di luar kebiasaan haidnya, apakah dia meninggalkan puasanya?
Jawab:
🌺”Apabila darah yang dia lihat keluar di luar kebiasaan haidnya dan tidak memiliki sifat darah haid maka dianggap nazif (pendarahan) dan hukumnya adalah hukum darah istihadah, dia dihukumi seperti wanita suci, dia melakukan salat, puasa, bolehnya jimak dan yang semisalnya, akan tetapi dia berwudu setiap kali salat. Dia berwudu setelah masuknya waktu salat dan beristinja.
➡ Adapun keluarnya darah pada waktu kebiasaan haidnya, maka ini dianggap sebagai darah haid, dia tidak boleh puasa, tidak pula salat, tidak juga jimak sampai dia suci dan mandi.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
207. Seorang wanita keluar darah di luar kebiasaan haidnya, selama 1 atau 2 hari, apakah wajib baginya salat dan puasa selama hari tersebut?
Jawab:
🍃”Ini adalah darah lebih dari kebiasaan haidnya, itu adalah darah penyakit, tidak dihitung dari kebiasaan haidnya. Maka wanita yang mengetahui kebiasaan haidnya, dia berdiam diri pada waktu kebiasaan haidnya dia tidak salat, tidak berpuasa, tidak menyentuh Al-Qur’an, suaminya tidak menjimakinya,
▶ Apabila telah suci dan hari-hari haidnya telah berhenti dan telah mandi, maka dia hukumnya suci, walaupun keluar darinya sesuatu dari darah, atau cairan kuning atau keruh, begitupula istihadah, tidaklah menghalanginya dari salat dan semisalnya.”
✒(Syaikh Ibnu Baz) .
Soal:
208. Apakah boleh bagi wanita menyusui dan hamil berbuka jika mengkhawatirkan atas diri dan anaknya?
Jawab:
🍀”Sepakat para fuqoha (ahli fikih) bahwa wanita hamil dan menyusui, mereka boleh berbuka di siang Ramadan,
➡ jika mengkhawatirkan atas diri atau anaknya sakit atau bertambah sakitnya, bahaya atau kematian. Maka anak yang dikandungnya kedudukannya seperti anggota badannya. Kekhawatiran atasnya dari bahaya seperti kekhawatiran terhadap sebagian anggota badannya.”
✒(Ibnu Qudamah).
🌻Aku (Penulis) katakan :
“Sandaran Ijmak (kesepakatan Ulama) adalah hadits Anas bin Malik Al Ka’biy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
(( إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ )).
“Aku kabarkan padamu bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala memberikan rukhshoh (keringanan) kepada musafir untuk tidak berpuasa dan mengqoshor salat, demikian juga wanita yang hamil dan menyusui (untuk tidak berpuasa).”
📚HR. Ahmad dan Abu Dawud.
Soal:
209. Apa kewajiban bagi wanita hamil dan menyusui jika berbuka karena mengkhawatirkan atas dirinya atau anaknya?
Jawab:
🍂”Jika seorang wanita mengkhawatirkan atas dirinya atau anaknya kemudian berbuka di bulan Ramadan, maka baginya mengqodho puasa saja. Keadaannya seperti keadaan orang sakit yang tidak mampu berpuasa, atau takut menimpa pada dirinya bahaya,
Allah Ta’ala berfirman:
{ وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ }.
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)
Begitu juga wanita menyusui, jika takut atas dirinya jika dia menyusui anaknya di bulan Ramadan atau takut atas anaknya jika dia berpuasa sedangkan tidak menyusuinya. Maka dia berbuka dan mengqodho puasa saja.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
🌷”Yang lebih menenteramkan jiwa bahwasanya dia wajib mengqodho dengan tanpa keraguan, adapun memberi makan (fidyah) di samping berpuasa maka ini adalah bentuk kehati-hatian (1) , apabila dia tidak memberi makan (fidyah) ,maka tidak mengapa bagi keduanya (wanita hamil dan menyusui).”
✒( Syaikh Al ‘Utsaimin).
(1).
Catatan :
📌Yaitu apabila wanita hamil dan menyusui berbuka karena mengkhawatirkan dirinya dan anaknya, yang dipilih oleh Syaikh Al ‘Utsaimin adalah sebagai bentuk kehati-hatian, keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) dengan Jumhur Ulama yang mewajibkan qodho puasa dan fidyah dalam hal ini, bahkan telah datang dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk wanita menyusui dan hamil jika takut atas anaknya kemudian berbuka maka atasnya memberi makan (fidyah) saja. Wallahua’lam.
Soal:
210. Seorang wanita harus melakukan cuci darah di ginjalnya, bagaimana puasanya?
Jawab:
🌿”Dia berbuka ketika cuci darah. Pada hari dia tidak cuci darah, apabila puasa memberatkannya, maka dia berbuka dan mengqodho semua hari yang dia berbuka setelah bulan Ramadan, jika dia mampu itu.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
