🌹Risalah Ketiga Puluh Delapan🌹
🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih🌷
Soal:
- Apakah hukum seorang imam membaca mushaf Al-Qur’an dalam salat Tarawih? Jawab:
🌷”Membaca dengan melihat mushaf Al-Qur’an pada salat Tarawih tidak mengapa dengannya, apabila imam tidak hafal, sungguh hal itu telah datang keterangan dari sebagian Salaf.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
🌿”Barang siapa yang hafal banyak dari Al-Qur’an, maka tidak sepantasnya dia melihat mushaf, karena melihat Al-Qur’an akan membuat sibuk dan menyibukkan yaitu: membawa, membuka dan menurunkannya, dan tidak memungkinkan bagi seseorang meletakkan kedua tangannya di atas dadanya yang itu adalah sunnah dalam salat.
➡ Akan tetapi apabila seseorang terpaksa kepada hal itu (melihat mushaf dalam salat) karena dia sebagai imam dan mengimami manusia salat tarawih, dia tidak hafal Al Qur’an, maka boleh baginya membaca dari mushaf.”
✒(Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad).
Soal:
- Apakah hukum membawa mushaf dari sisi makmum untuk mengikuti bacaan imam dalam salat tarawih ? Jawab:
🍃”Membawa Al-Qur’an untuk tujuan ini menyelisihi sunnah dari beberapa sisi :
1). Seseorang akan luput untuk meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya ketika berdiri.
2). Mengantarkan kepada gerakan-gerakan yang banyak yang tidak diperlukan yaitu membuka mushaf, menutupnya, meletakkannya di ketiak, di saku dan selainnya.
3). Sesungguhnya itu pada hakikatnya menyibukkan orang yang salat.
4). Orang yang salat terluput dari melihat ke arah tempat sujud. Kebanyakan Ulama memandang bahwa melihat ke tempat sujud adalah sunnah yang di utamakan.
5). Orang yang melakukan hal tersebut, bisa jadi lupa bahwa dia dalam keadaan salat, jika dia tidak menghadirkan hatinya kalau dia sesungguhnya sedang salat. Berbeda dengan orang yang khusyuk dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, menundukkan kepalanya ke arah sujud, maka dia akan lebih dekat untuk menghadirkan hati bahwa dia dalam keadaan salat di belakang imam.”
✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).
Soal:
- Hukum salah seorang makmum membawa mushaf untuk membenarkan bacaan imam jika keliru pada salat Tarawih? Jawab:
🌿”Apabila seorang makmum membawa mushaf dan membukanya untuk imam karena adanya keperluan, barangkali ini tidak mengapa, adapun apabila setiap orang memegang Al-Qur’an, maka ini menyelisihi sunnah.”
✒(Syaikh Ibnu Baz).
Soal:
- Seorang imam terlalu cepat dalam salat Tarawihnya sampai hampir-hampir makmum tidak dapat menyempurnakan bacaan Al-Fatihah, apakah yang harus kita lakukan? Jawab:
🍂”Disyariatkan baginya untuk mencari imam lain, yang membaca Al-Qur’an dengan tartil dan tumakninah dalam salat, apabila itu tidak mudah baginya, maka dia salat tarawih sendirian di rumahnya, sepantasnya bagi sesepuh (orang yang dihormati) dari makmum (jamaah) untuk menasihati imam ini sampai dia membaca dengan tartil dan tumakninah; dikarenakan Rasulullah ﷺ bersabda:
(( الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ )).
“Agama itu adalah nasihat.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
- Bagaimana hukum seorang imam yang mencukupkan bacaannya dalam salat Tarawih dengan membaca seayat atau dua ayat dari surat Al-Baqarah sebagai misal? Jawab:
🌺”Yang disyariatkan bagi imam salat Tarawih adalah memanjangkan bacaannya yang tidak memberatkan bagi makmum, dan kalau tidak, hendaklah dia membaca sejumlah ayat dalam satu rakaat. Adapun memperpendek bacaan setiap rakaat dengan membaca satu atau dua ayat, maka hendaklah ini yang utama adalah ditinggalkan; dikarenakan ini menjadikan makmum luput dari mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang panjang dan menjadi sebab terhalanginya mereka dari pahala dan ganjaran. Dan bagi imam masjid agar bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam salat mereka, dan menjadi penasihat bagi saudaranya kaum Muslimin, menyemangati mereka dalam salatnya, bersemangat dalam tersampaikannya kebaikan bagi mereka.”
✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).
Soal:
- Seorang imam mengimami dengan bacaan kurang lebih satu halaman dalam satu rakaat kemudian sebagian makmum merasa keberatan, bagi mereka ini bacaan panjang, apakah imam memperpendek bacaannya? Jawab:
🌾”Bacaan imam ini pada sholat tarawih pada setiap rakaat satu halaman bukanlah terhitung bacaan panjang bahkan bacaan sedang sekalipun tidak mendekati bacaan pendek dan ini mencocoki sebagian besar makmum,
➡ Apabila diperkirakan di sana ada seorang atau dua orang tidak mampu hal itu, perkara dalam salat sunnah luas, walhamdulillah, memungkinkan untuk keduanya salat dalam keadaan duduk, mereka jika salat dalam keadaan duduk karena berat baginya untuk berdiri, maka mereka salat dalam keadaan duduk karena adanya uzur. Barang siapa yang salat duduk karena uzur ditulis baginya pahala salat berdiri, maka aku memandang agar imam meneruskan apa yang dia berjalan di atasnya dari bacaan ini, dan aku tidak memandang bacaan ini terhitung panjang yang terlarang darinya.”
✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).
Soal:
- Apa hukumnya terus menerus membaca surat Al-A’la, Al Kaafirun dan Al Ikhlas pada salat Witir? Jawab:
🍀”Ini adalah yang lebih utama, mencontoh Nabi ﷺ; karena dahulu Beliau ﷺ membaca surat Al-A’la , Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash pada 3 rakaat dalam salat Witir. Akan tetapi bila seseorang terkadang meninggalkannya pada sebagian waktu untuk mengajari manusia bahwa itu bukanlah suatu kewajiban, maka ini tidak mengapa, seperti apa yang dikatakan sebagian generasi Salaf dalam meninggalkan bacaan surat As-Sajdah dan Al-Insan di sebagian waktu pada salat Subuh di hari Jum’at, agar manusia mengetahui bahwa hal itu bukanlah kewajiban.”
✒(Syaikh Ibnu Baz).
Soal:
- Apakah hukum seorang imam yang berusaha melembutkan hati-hati manusia dengan terkadang mengubah nada suaranya pada saat bacaan salat tarawih? Jawab:
🌻”Apabila perbuatan ini dalam batasan syariat tanpa berlebihan, maka ini tidak mengapa, tidak berdosa; oleh sebab itu Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Nabi ﷺ : ‘Seandainya aku mengetahui engkau mendengarkan bacaanku akan ku perindah untukmu seindah-indahnya.’
➡Yakni: memperbagus dan menghiasinya, apabila sebagian orang memperbagus suaranya atau membacanya dengan suara yang melembutkan hati-hati, maka aku memandang hal tersebut tidak mengapa. Akan tetapi berlebihan dalam hal ini dalam keadaan tidaklah melewati ayat Al-Qur’an kecuali melakukan seperti ini, aku memandang bahwa ini berlebihan dan tidaklah sepantasnya dilakukan. Wallahua’lam.”
✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).
Soal:
- Apakah hukum pengulangan imam bacaan pada sebagian ayat rahmat atau azab?
Jawab:
🌳”Aku tidak mengetahui dalam hal ini adanya larangan untuk menghasung orang agar menadaburi, khusyuk dan mengambil faedah. Sungguh telah diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bahwasanya Beliau mengulang-ulang firman Allah Ta’ala:
{ إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ }.
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 118).
Rasulullah ﷺ banyak mengulanginya. Akan tetapi jika dia memandang pengulangan itu menggelisahkan mereka dan terjadi dengan sebab itu suara gaduh dari tangisan, maka meninggalkan mengulang-ulang ayat lebih utama.”
✒(Syaikh Ibnu Baz).
🍁”Mengulang-ulang ini disyariatkan pada salat sunnah terkhusus salat malam, telah datang hal itu hadits-hadits yang tidak selamat dari pembicaraan akan tetapi dari keseluruhan sanadnya menunjukkan atas disyariatkannya hal itu.
Sungguh telah datang hadits riwayat Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh Al-Albany dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ salat malam dengan membaca ayat dan mengulang-ulanginya sampai menjelang subuh. Dan asalnya pengulangan bacaan adalah pada salat sendirian, akan tetapi boleh melakukannya bersama jamaah dengan menjaga keadaan jamaah sehingga tidak memberatkan mereka.”
✒(Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam).
Soal:
- Apakah hukum mengeraskan suara tangisan? Jawab:
🌼”Tidak sepantasnya; dikarenakan ini akan mengganggu orang dan memberatkan mereka, mengacaukan kepada jamaah dan imam, dan yang selayaknya bagi seorang mukmin menjaga agar suara tangisnya tidak terdengar, berhati-hati dari riya’, karena sesungguhnya setan akan menyeretnya kepada riya’, dan telah dimaklumi, bahwa sebagian orang hal itu bukanlah kemauannya bahkan tangisan mengalahkannya tanpa dia maksudkan, ini dimaafkan apabila bukan karena kehendaknya. Sungguh telah datang dari Nabi ﷺ bahwa bila Beliau ﷺ membaca mendidih dadanya seperti didihan air mendidih karena menangis.”
✒(Syaikh Ibnu Baz).
