Risalah Ketiga Puluh Satu – Bab penjelasan seputar iktikaf

๐ŸŒนRisalah Ketiga Puluh Satu๐ŸŒน

๐ŸŒทBab penjelasan seputar iktikaf๐ŸŒท

Soal:

  1. Apakah hukum keluarnya seorang yang beriktikaf karena adanya keperluan? Jawab :

๐Ÿƒ”Ulama telah sepakat bahwasanya boleh bagi orang yang beriktikaf untuk keluar karena adanya keperluan; misalnya buang air kecil dan buang air besar; sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :

(( ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ู„ูŽุง ูŠูŽุฏู’ุฎูู„ู ุงู„ู’ุจูŽูŠู’ุชูŽ ุฅูู„ู‘ูŽุง ู„ูุญูŽุงุฌูŽุฉู ุฅูุฐูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูุนู’ุชูŽูƒููู‹ุง )).

“Dan Beliau tidaklah masuk ke rumah kecuali ketika ada keperluan (buang hajat) apabila Beliau sedang beriktikaf”.

Dan perkataan beliau radhiyallahu ‘anha: “karena hajat manusia”
adalah kiasan dari buang hajat yaitu buang air kecil dan buang air besar.

๐ŸŒฟBerkata Ibnu Hubairoh rahimahullah :

“Ulama telah sepakat tentang bolehnya bagi seorang yang Iktikaf keluar untuk suatu keperluan yang tidak boleh tidak dia harus keluar semisal buang hajat dan mandi junub.”

Soal:

  1. Bolehkah bagi seorang yang beriktikaf keluar untuk makan dan minum bersamaan memungkinkan baginya untuk mendatangkannya ke masjid? Jawab:

๐ŸŒท”Tidak boleh keluar dari masjid untuk makan dan minum jika memungkinkan baginya untuk mendatangkannya ke dalam masjid; dikarenakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan bahwa Rasulullah โ€Ž๏ทบ hanya keluar untuk hajat manusia, dan ini adalah kiasan dari buang air kecil dan buang air besar, dipahami darinya bahwa Beliau โ€Ž๏ทบ tidak keluar ke rumahnya selain dari dua hajat ini, tidak keluar untuk makan atau minum.
Dan karena iktikaf adalah menetapi (berdiam diri) di masjid untuk beribadah, maka tidak boleh keluar darinya kecuali kepada sesuatu yang mengharuskannya, makan dan minum memungkinkan didapatkan di masjid,
โžก Apabila dia tidak mendapati orang yang memberinya (mengantarkannya) makan dan minum, maka boleh baginya keluar.”

Soal:

  1. Apakah boleh bagi seorang yang iktikaf keluar untuk menghadiri jenazah atau menjenguk orang sakit ? Jawab:

๐Ÿ‚”Tidak boleh bagi seorang yang sedang beriktikaf keluar untuk menjenguk orang sakit atau menghadiri jenazah, apabila dia melakukan hal tersebut maka batal Iktikafnya, sama saja dia beriktikaf wajib (nazar) atau sunnah, karena Iktikaf adalah berdiam diri untuk menetapi masjid, dan keluar tanpa keperluan yang mendesak meniadakan perkara ini; sebab mengunjungi orang yang sakit dan menghadiri jenazah bukanlah fardhu ‘ain yang sampai mewajibkan orang yang beriktikaf keluar untuk menunaikannya.

โžก Sungguh telah datang dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau berkata kepada orang yang beriktikaf: ‘Tidak boleh menjenguk orang sakit, tidak pula menghadiri jenazah, tidak menjimaki perempuan, tidak pula mencumbuinya dan tidak boleh keluar kecuali kepada sesuatu yang mengharuskannya untuk keluar darinya’.”

Soal:

  1. Bolehkah bagi seorang yang beriktikaf keluar ke halaman masjid untuk duduk-duduk dan semisalnya? Jawab:

๐ŸŒพ”Tidak diragukan bahwa halaman yang di pagari adalah termasuk masjid, adapun halaman yang tidak terpagari tetapi dijadikan untuk keperluan masjid jika diperlukan untuk tambahan, maka ini bukanlah termasuk masjid, dan dibangun atas dasar tersebut, bolehnya seorang yang beriktikaf keluar ke halaman, jika dia keluar ke halaman yang termasuk masjid, maka ini tidaklah mengapa baginya. Dan apabila keluar ke halaman yang bukan termasuk masjid, maka tidak boleh. Dan dari hal itu, di Masjidil Haram tempat Sa’i bukan dari masjid. Maka apabila orang yang beriktikaf keluar ke tempat Sa’i, itu tidak boleh baginya. Dan terlebih lagi apabila keluar ke halaman yang mengelilingi dari belakang tempat Sa’i, ini bukanlah termasuk masjid. Maka barang siapa yang keluar kepadanya dalam Iktikafnya tidak boleh baginya keluar. Dan batal Iktikafnya kecuali apabila memiliki uzur.”

โœ’(Syaikh Al-‘Utsaimin).

๐Ÿ‚”Jika halaman terlingkupi pagar masjid bersambung dengannya, dan ditegakkan syiar (tanda) Masjid: seperti salat Tahiyyatul Masjid dan kesucian tempat, tidak boleh jual beli, tidak boleh mengumumkan barang yang hilang dan ditegakkan sholat padanya, maka boleh Iktikaf di dalamnya, keluar kepadanya, akan tetapi bila luput sesuatu dari hal tersebut; maka tidak boleh dihukumi sebagai masjid, tidak boleh bagi seorang yang beriktikaf keluar kepadanya melainkan darurat.”

โœ’(Syaikh Taufiq Al-Ba’dany).

Soal:

  1. Apakah boleh bagi seorang yang beriktikaf keluar ke kamar-kamar yang mengikuti masjid atau Iktikaf di dalamnya?
    Jawab :

๐ŸŒบ”Kamar-kamar yang berada di dalam masjid dan pintu-pintunya yang masuk menuju ke dalam masjid dihukumi masjid, baginya hukum masjid,
โžก Adapun apabila di luar masjid, maka bukan masjid walaupun pintu-pintunya dalam masjid.”

โœ’(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

“Dan yang benar bahwasanya apabila kamar itu masuk ke dalam masjid, maka itu bagian dari masjid walaupun untuk menyimpan kunci atau lampu.”

โœ’(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum Iktikaf di atap masjid? Jawab:

๐ŸŒป”Kebanyakan Ulama berpendapat akan sahnya Iktikaf di dalamnya dan naiknya seorang yang berkiktikaf ke tempat itu; dikarenakan firman Allah Ta’ala:

โ€…{ูˆูŽู„ูŽุง ุชูุจูŽุงุดูุฑููˆู’ู‡ูู†ู‘ูŽ ูˆูŽุฃูŽ ู†ู’ู€ุชูู…ู’ ุนูฐูƒููููˆู’ู†ูŽโ€…ููู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุณูฐุฌูุฏูโ€…}.

“Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf di masjid.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187)

Dan atap masjid termasuk dari masjid.”

Soal:

  1. Apakah boleh bagi seorang yang beriktikaf berpindah Iktikafnya ke masjid lain? Jawab:

๐ŸŒป”Jika dia keluar kepada sesuatu yang mengharuskannya kemudian dia masuk masjid lain dan dia menyempurnakan Iktikafnya di situ, hal ini boleh, apabila masjid yang ke dua lebih dekat kepada tempat keperluannya dibandingkan masjid yang pertama.

โžก Dan apabila lebih jauh atau memulai keluar kepadanya (masjid kedua) tanpa uzur, maka batal Iktikafnya; dikarenakan dia meninggalkan tempat berdiamnya yang yang lebih berhak (tempat pertama), diputuskan dengannya dalam furu’ (cabang) madzhab (Al-Hanabilah) dan selainnya.”

โœ’(Imam Al-Mardawiy).

Soal:

  1. Apakah puasa syarat sahnya Iktikaf? Jawab :

๐Ÿ”Boleh Iktikaf walaupun tidak berpuasa, sama saja iktikaf wajib atau sunnah; dikarenakan Allah Ta’ala menyebutkan Iktikaf, Allah berfirman :

{ ูˆูŽุฃูŽ ู†ู’ู€ุชูู…ู’ ุนูฐูƒููููˆู’ู†ูŽโ€…ููู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุณูฐุฌูุฏูโ€…}.

“Ketika kamu beriktikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187)

Dan juga firman Allah Ta’ala:

{ ุฃูŽูŽู†ู’ ุทูŽู‡ู‘ูุฑูŽุง ุจูŽูŠู’ุชููŠูŽ ู„ูู„ุทู‘ูŽุงู“ุฆููููŠู’ู†ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ุนูฐูƒููููŠู’ู†ูŽ }.

“Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, orang yang iktikaf,”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 125)

Tidak dikhususkan untuk orang yang berpuasa bukan selainnya (yang tidak berpuasa).

Dan karena Umar radhiyallahu ‘anhu bernazar beriktikaf semalam di Masjidil Haram, kemudian Nabi โ€Ž๏ทบ bersabda kepadanya:

(( ุฃูŽูˆูู ุจูู†ูŽุฐุฑููƒูŽ )).

“Tunaikanlah nazarmu.”

๐ŸŒณBerkata Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah:

“Dijadikan dalil atas hal ini bolehnya beriktikaf tanpa puasa karena malam bukan waktunya puasa, kalau puasa adalah syarat, maka tentu Rasulullah โ€Ž๏ทบ memerintahkan Umar โ€Žradhiyallahu ‘anhu dengannya.”

Soal

  1. Apa batasan banyak dan sedikitnya waktu Iktikaf? Jawab:

๐ŸŒฑ”Adapun tentang banyaknya waktunya, Ulama telah sepakat bahwasanya tidak ada batasan banyaknya, adapun paling sedikitnya, maka cukup baginya apa yang dinamakan dengannya berdiam diri atau menetapi walaupun sebagian dari hari dengan niat Iktikaf; dikarenakan tidak adanya dalil disyaratkannya Iktikaf harus sehari penuh.

โžก Yang paling utama adalah tidak kurang Iktikafnya dari sehari karena tidak dinukilkan dari Nabi โ€Ž๏ทบ atau dari satu orang sahabat radhiyallahu ‘anhum, Iktikaf kurang dari sehari. Sungguh, dahulu para Sahabat radhiyallahu ‘anhum duduk di masjid karena menunggu salat dan mendengarkan khutbah atau ilmu dan semisalnya, tidak dinyatakan dari mereka bahwa maksudnya adalah iktikaf. Dan dalam hal ini juga untuk keluar dari khilaf Ulama.”

Soal:

  1. Aku tidak memiliki kemampuan untuk Iktikaf 10 hari terakhir Ramadan, apakah boleh bagiku beriktikaf di sebagian harinya? Jawab :

๐ŸŒผ”Memungkinkan bagi seseorang untuk beriktikaf sehari atau dua hari akan tetapi yang paling utama dan sempurna dia beriktikaf 10 hari yang terakhir semuanya.”

โœ’(Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad).

“Iktikaf yang sunnah adalah 10 hari semuanya; dikarenakan perbuatan Rasulullah โ€Ž๏ทบ. Dan barang siapa yang beriktikaf semalam saja dari 10 hari, maka di sini kami katakan: ‘Diberi pahala atasnya, akan tetapi belum melaksanakan sunnahnya’.”

โœ’(Syaikh Al-‘Utsaimin).