Risalah Ketiga Puluh Sembilan – Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih

🌹Risalah Ketiga Puluh Sembilan🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Apakah dia (imam) menyusahkan dirinya untuk menangis ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an? Jawab :

🍁”Yang tampak bahwa tidak perlu menyusahkan dirinya untuk menangis, bahkan apabila menangis berusaha untuk tidak mengganggu orang, bahkan tangisannya itu tangisan yang ringan dan tidak mengganggu seorangpun, sesuai kemampuan dan kemungkinannya.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apabila imam salat Tarawih ada 2 orang, kemudian aku salat di belakang imam yang pertama sampai selesai setelah itu aku pulang, apakah ditulis untukku salat semalam penuh? Jawab:

🌻”Berbilangnya imam pada satu tempat menjadikan hal itu seakan -akan dua imam itu adalah imam yang satu, seolah-olah imam yang kedua pengganti yang pertama dalam salat yang terakhir,

Yang aku pandang dalam masalah ini agar seorang itu menjaga salat bersama imam yang pertama dan imam yang kedua, agar tercakup padanya dalam sabda Rasulullah ‎ﷺ :

(( مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة )).

“Sesungguhnya apabila seseorang melaksanakan salat malam bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya shalat satu malam penuh.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

🍀”Yang dimaksud dengan selesainya imam yaitu selesainya para jamaah dari salat dan berpisahnya mereka ke rumah -rumah mereka, dan bukan seperti sangkaan sebagian orang bahwa jika imam dua orang, yang pertama salat 5 salam dan yang kedua 5 kali salam, maka bila imam pertama selesai dia pulang, dan dia berkata : ‘bahwa dia telah salat bersama imam yang pertama sampai selesai’; karena imam yang pertama belum selesai akan tetapi berpindah keadaannya dari imam menjadi makmum, dan orang lain menggantikannya sebagai imam di sisa rakaat.”

✒(Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad).

Soal:

  1. Aku salat di masjid yang jauh dari masjid yang dekat denganku karena imamnya bersuara indah dan aku terkesan dengan bacaannya, apakah ini boleh bagiku? Jawab:

🌺”Boleh bagi seseorang salat di masjid di mana saja yang dia kehendaki, terutama bila imamnya mempunyai bacaan bagus yang membantu kekhusyukan dalam salat.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾”Apabila maksud perginya ke masjid yang jauh mendengarkan bacaannya karena indah suaranya dan bisa mengambil faedah dari itu dan menjadikannya khusyuk dalam salatnya bukan sekedar mengikuti hawa nafsu dan jalan-jalan, bahkan maksudnya adalah faedah, ilmu dan khusyuk dalam salat maka tidak mengapa dengan hal itu.”

✒( Syaikh Ibnu Baz).

🌷”Tidak mengapa bagi seseorang untuk pergi ke masjid yang lain selain masjid kampungnya. Akan tetapi yang utama dia tetap di masjid kampungnya karena hal itu untuk memberikan semangat orang-orang di kampungnya jika bergabung sebagian orang atas sebagian yang lain, dan mengetahui sebagian orang atas sebagian yang lain. Apabila saling meninggalkan dan pergi ke masjid lain, bisa jadi tidak ada yang bersama Imam seorangpun dan dia pun(imam) keluar, ini yang paling utama. Akan tetapi kami tidak mengharamkan seorang pergi ke masjid yang imamnya lebih bagus suara dan bacaannya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Seorang yang salat di masjid-masjid yang pelaksananya (imam-imamnya) tidak memperhatikan Sunnah dengan alasan bahwa suara (imam-imam) mereka bagus? Jawab :

🌳”Memilih masjid yang ditegakkan di dalamnya Sunnah dan imamnya bersuara indah adalah perkara baik.

➡ Adapun memilih masjid yang pelaksananya (imamnya) tidak perhatian terhadap Sunnah sekalipun suaranya bagus maka sepantasnya tidak memilihnya, lalu bagaimana dengan orang yang yang mengikuti suara saja?!, dan mencari-cari seperti ini bukanlah dari petunjuk Rasulullah ‎ﷺ tidak pula dari Salaf dan orang yang mengikuti mereka dengan baik Radhiyallahu ‘anhum.”

✒(Syaikh Muhammad Al-Imam).

Soal:

  1. Aku terluput rakaat dari salat Tarawih, apakah aku ganti setelah salat Witir? Jawab :

🌿”Jangan engkau ganti yang luput darimu setelah witir, akan tetapi jika engkau ingin menggantinya apa yang terluput darimu, genapkanlah witirmu yang bersama imam kemudian salatlah apa yang terluput darimu setelah itu salat witirlah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah disyariatkan menghatamkan Al-Qur’an semuanya dalam salat Tarawih? Jawab :

🍃”Salat Tarawih adalah sunnah muakkad (yang ditekankan), disyariatkan tumakninah dalam bacaan, berdiri, rukuk, sujud dan rukun-rukun yang lain. Dan bukanlah menjadi suatu kewajiban untuk mengkhatamkan Al-Qur’an seluruhnya dalam salat Tarawih.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apabila aku menjadi imam Salat Tarawih, apakah aku harus membaca surat secara berurutan atau tidak? Jawab :

🌼”Yang disyariatkan bagi Imam memperdengarkan makmum seluruh Al-Qur’an dalam salat Tarawih bila mereka mampu hal itu. Maka imam membaca di setiap malam ayat-ayat dan surat-surat yang berikutnya yang dia baca malam sebelumnya, sampai jamaah yang di belakangnya mendengarkan seluruh kitab Rabb mereka (Al-Qur’an) secara berurutan sesuai dengan urutan yang ada di mushaf, jika hal itu tidak memberatkan mereka , dengan memperhatikan tartil, khusyuk dan tumakninah.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apabila imam telah mengkhatamkan mushaf sebelum selesai Ramadan, apakah di mulai dari awal lagi? Jawab :

🌱”Apabila imam mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan pada malam ke 20 atau sebelumnya atau sesudahnya maka baginya memulai bacaan dari awal mushaf, tetapi bila dia membaca apa yang mudah baginya dari surat -surat secara terpisah maka tidak mengapa dengan hal tersebut.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apa bedanya antara salat Tarawih, salat malam dan Tahajjud? Jawab:

🌰”Salat pada malam hari dinamakan Tahajjud dan dinamakan salat malam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ }. 

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu.”(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 79)

Firman-Nya juga :

{ يٰۤأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ }

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!”(QS. Al-Muzzammil 73: Ayat 1)

{ قُمِ الَّيْلَ إِِلَّا قَلِيْلًا }

“Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil 73: Ayat 2).

Allah Ta’ala berfirman dalam surat adz-Dzariyat tentang hamba-hambanya yang bertakwa:

{ اٰخِذِيْنَ مَاۤ اٰتٰٮهُمْ رَبُّهُمْ ۗ إِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُحْسِنِيْن }. 

“Mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Adz-Dzariyat 51: Ayat 16)

{ كَا نُوْا قَلِيْلًا مِّنَ الَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ}

“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.”(QS. Adz-Dzariyat 51: Ayat 17)

Adapun menurut Ulama, salat Tarawih dimutlakkan pada salat malam di bulan Ramadan di awal malamnya, dengan meringankan dan tidak memanjangkannya, dan boleh juga menamakannya tahajjud, salat malam, tidak ada perbedaan dalam hal itu. Wallahu Al Muwaffiq.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah hukum salat Tahajjud di akhir malam di bulan Ramadhan? Jawab :

🌴”Salat Tahajjud di bulan Ramadan adalah amalan yang baik. Dan Nabi ‎ﷺ dahulu menghidupkan 10 malam terakhir Ramadan, dan mengkhususkannya dengan sesuatu yang tidak dikhususkan di malam-malam selainnya, akan tetapi disyariatkan bagi imam agar selesai salat Tahajjud sebelum fajar (waktu Subuh) dengan jeda waktu yang cukup untuk makan sahur.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal

  1. Apakah di sana ada penghalang, salat Tarawih sebagiannya di awal malam dan sebagian lagi di akhir malam pada 10 malam terakhir Ramadan? Jawab :

🍁”Tidak mengapa untuk menambah rakaat dari bilangannya di 10 malam terakhir dari 20 hari yang pertama dan membaginya menjadi dua, bagian pertama dikerjakan salat di awal malam dan meringankannya atas dasar bahwa itu adalah salat Tarawih dan bagian yang lain dikerjakan salat di akhir malam dan dipanjangkannya atas dasar bahwa itu salat Tahajjud. Sungguh dahulu Nabi ‎ﷺ bersungguh-sungguh di 10 malam terakhir yang Beliau ‎ﷺ tidak bersungguh-sungguh lebih pada selainnya.Dan dahulu Beliau ‎ﷺ apabila masuk 10 malam terakhir, begadang, mengikat sarungnya (kiasan dari bersungguh-sungguh) dan menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya; dikarenakan mencari Lailatul Qadar.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).