Risalah Kedua Puluh Sembilan – Bab Penjelasan Seputar Iktikaf

🌹Risalah Kedua Puluh Sembilan🌹

🌷Bab Penjelasan Seputar Iktikaf🌷

Soal:

  1. Apa yang sepantasnya bagi seorang yang beriktikaf? Jawab : 🍁”Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Setiap orang yang beriktikaf, maka hendaklah tidak saling mencela, berkata-kata kotor, menyuruh keluarganya dengan suatu kebutuhan (yang menyibukkan diri dengan urusan dunia), dan jangan duduk di sisi mereka (supaya lebih fokus dalam beribadah).” 🌿Imam Ahmad rahimahullah berkata:

“Wajib bagi orang yang beriktikaf menjaga lisannya, tidak menaunginya melainkan atap masjid, dan tidak pantas baginya jika beriktikaf menjahit atau bekerja.”

🍃Syaikhul Islam rahimahullah berkata :

“Sesungguhnya sepantasnya bagi orang yang beriktikaf sibuk dengan ibadah saja antara dia dan Allah Ta’ala. Misalnya: membaca Al-Qur’an, berzikir, berdoa, istighfar, salat, tafakkur dan semisalnya.”

🌳Al-Imam Al-Albany rahimahullah berkata:

“Apa yang dilakukan orang-orang bodoh menjadikan orang-orang yang iktikaf tempat berkumpul dan datangnya para pengunjung, menjadikan tempat menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang, maka ini suatu warna (yang keliru), dan Iktikaf sesuai bimbingan Nabi adalah warna yang lain. Dan Allah lah Pemberi taufik.”

Soal:

  1. Apakah hukum Iktikaf? Jawab:

🌻”Ibnu Abdil Bar dan Imam An-Nawawi rahimahumullah menukilkan ijmak (kesepakatan Ulama) bahwasanya Iktikaf adalah sunnah bukanlah suatu kewajiban.

➡ Ibnu Baththal rahimahullah berkata: ‘Terus-menerusnya Rasulullah ‎ﷺ atas Iktikaf menunjukkan bahwa iktikaf sunnah dari sunnah-sunnah muakkad (yang ditekankan),
➡ Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Syihab bahwa Beliau berkata: ‘Sungguh mengherankan kaum Muslimin telah meninggalkan Iktikaf sedangkan Nabi ‎ﷺ tidak pernah meninggalkannya sejak tinggal di Madinah sampai Allah Ta’ala mewafatkan Beliau ‎ﷺ.”

✒(Fathul Baari).

Soal:

  1. Kapan iktikaf itu menjadi wajib? Jawab:

🌿Iktikaf itu menjadi wajib jika seorang itu mewajibkan bagi dirinya dengan bernazar, sebagaimana hadits Umar radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ نَذَرْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فقَالَ لي رسول الله ‎ﷺ:(( أَوْفِ بِنَذْرِكَ )).

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu Beliau mengatakan; ‘Aku bernazar semasa jahiliyah, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Penuhi nazarmu!.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

🍀Berkata Ibnul Mundzir rahimahullah:

“Ulama sepakat bahwa Iktikaf sunnah tidak wajib ‘ain bagi manusia, kecuali apabila seseorang mewajibkannya bagi dirinya dengan bernazar akan beriktikaf.”

Soal:

  1. Apa saja rukun Iktikaf itu? Jawab :

🌾”Iktikaf mempunyai dua rukun:

1). Berdiam diri di masjid; sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْـتُمْ عٰكِفُوْنَ ۙ فِى الْمَسٰجِدِ }.

“Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187)

🍂Berkata Imam Al-Qurthubiy:

“Ulama telah sepakat bahwasanya Iktikaf tidak dilakukan kecuali di masjid.”

2). Berniat iktikaf; sebagaimana sabda Nabi ‎ﷺ :

(( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ )).

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya.”

🌷Berkata Ibnu Hubairoh rahimahullah:

“Ulama telah sepakat bahwasanya Iktikaf tidak sah melainkan dengan berniat.”

Soal:

  1. Apakah syarat-syarat Iktikaf ? Jawab:

🌳”Iktikaf mempunyai syarat-syarat yaitu :

1). Islam; sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقٰتُهُمْ إلَّاۤ أَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللَّهِ وَبِرَسُوْلِهٖ }

“Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 54)

2). Berakal
3). Tamyiz (bisa membedakan).

Dalil syarat 2 dan 3 adalah:

عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:(( رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ )).

Dari Abu Adh-Dhuha dari Ali radhiyallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal.”

4). Disyaratkan juga:

➡ Sahnya Iktikaf menurut kebanyakan Ulama adalah suci dari hadats besar seperti: haid, nifas dan junub,

➡ Adapun hadats kecil, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah menukilkan kesepakatan kaum muslimin: ‘Tidak disyaratkannya.’

5). Bagi hamba sahaya adalah ijin dari Tuannya, ijin suami bagi seorang istri;
sebagaimana dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta ijin dari Nabi ‎ﷺ untuk beriktikaf dan Beliau ‎ﷺ mengijinkannya.

➡ Dan dalam masalah seorang budak,
Imam Ibnu Hubairah berkata rahimahullah: ‘Ulama telah sepakat bahwa seorang budak tidak boleh beriktikaf melainkan dengan ijin tuannya’.”

Soal:

  1. Apakah disyaratkan ijin kedua orang tua dalam Iktikaf? Jawab:

🌱”Seorang pemuda belia tidak beriktikaf melainkan dengan ijin keluarganya, adapun pemuda dewasa, di sana ada kaidah Ulama : ‘Bahwasanya sesuatu yang bermanfaat bagi seorang anak dan tidak ada kemudaratan atas orang tuanya, maka tidak mengapa dia tidak meminta ijin.’

➡ Akan tetapi jika kedua orang tua atau salah satu darinya mendapatkan madarat disebabkan terputus hubungannya dengan anak karena berada di masjid untuk Iktikaf, maka harus meminta ijin,
➡ Akan tetapi seandainya jika orang tua tidak membutuhkannya untuk berada di sisi mereka karena adanya beberapa anak yang lain disisi mereka, maka tidak ada alasan bagi orang tua (untuk menghalanginya), di sini kita melaksanakan apa yang tetap (tsabit) dari kaum Salaf dan atsar mereka.

➡ Datang seorang laki-laki kepada Imam Ahmad rahimahullah dan berkata kepada Beliau : ‘Aku ingin menuntut ilmu dan ibuku melarangku?’, Kemudian Beliau menjawab : ‘Tuntutlah ilmu dan melobilah dengan baik’ .”

✒(Syaikh Abdurrahman Al-‘Adaniy).

Soal:

  1. Apakah sunnah-sunnah Iktikaf? Jawab:

🍀”Sunnah-sunnah iktikaf adalah menyibukkan diri dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, salat dan semisalnya, tidak menyia-nyiakan waktu pada sesuatu yang tidak bermanfaat di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang beriktikaf, engkau dapati dia berdiam diri di masjid kemudian orang mendatanginya setiap saat, berbincang-bincang dengannya, memutus iktikafnya tanpa faedah.

➡ Adapun terkadang berbicara dengan sebagian orang atau keluarga, maka ini tidak mengapa, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari perbuatan Rasulullah ‎ﷺ ketika Shafiyyah radhiyallahu ‘anha mendatanginya dan mengajak bicara sementara waktu kemudian kembali ke rumahnya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukumnya wajib menyempurnakan Iktikaf karena telah memulainya? Dan barang siapa yang memutus Iktikafnya secara sengaja, apakah wajib atasnya mengqodho (menggantinya)? Jawab:

🌰”Tidak wajib menyempurnakan Iktikaf kecuali jika dia bernazar untuk beriktikaf, dan tidak berdosa orang yang menyengaja memutusnya; dikarenakan tidak wajib memulai Iktikaf, maka tidak wajib pula menyempurnakan Iktikaf yang dia telah memulainya dan selanjutnya tidak wajib mengqodhonya.”

➡ Adapun Rasulullah ‎ﷺ mengqodho Iktikaf yang Beliau telah memulainya kemudian memutusnya, ini adalah hukumnya sunnah saja; dikarenakan Beliau ‎ﷺ jika melakukan sesuatu amalan, Beliau tetapkan.

➡ Sedangkan istri-istri Beliau ‎ﷺ meninggalkan Iktikaf juga setelah memulainya, tidak dinukilkan dari para istri Beliau ‎ﷺ bahwasanya mereka beriktikaf bersama Beliau ‎ﷺ pada bulan Syawal mengqodho Iktikaf.

➡ Adapun firman Allah Ta’ala :

{ وَلَا تُبْطِلُوْۤا أَعْمَالَـكُمْ }.

“Janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” (QS. Muhammad 47:

Maka larangan tergantung yang dilarang darinya, maka apabila amalan itu wajib, maka tidak boleh membatalkannya tanpa uzur, apabila amalan itu sunnah, maka makruh membatalkannya tanpa uzur.”

Soal:

  1. Apa disyariatkan mengqodho bagi orang yang sibuk untuk menyempurnakannya? Jawab:

🌴”Ya, disyariatkan; sebagaimana telah tetap dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim bahwa Nabi ‎ﷺ ketika meninggalkan Iktikaf pada sepuluh terakhir Ramadan, Beliau ‎ﷺ beriktikaf 10 hari dibulan Syawwal sebagai gantinya.”

🍂Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

“Pada Iktikafnya ‎ﷺ di bulan Syawal adalah dalil bahwasanya amalan sunnah yang biasa dilakukan jika luput, maka disunnahkan diqodho.”

Soal:

  1. Kapan waktu Iktikaf? Jawab:

🌷”Iktikaf boleh kapan saja dan yang utama pada 10 terakhir Ramadan karena mencontoh Nabi ‎ﷺ. Sungguh telah tetap dari Beliau ‎ﷺ bahwa Beliau ‎ﷺ beriktikaf pada bulan Syawal di beberapa tahun.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Kecintaan Kepada Rasulullahﷺ

💥Kecintaan Kepada Rasulullahﷺ💥

🌻Anas bin Malik Al-Anshori (wafat: 93) radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Aku bersahabat dengan Jarir bin Abdillah Al-Bajali (wafat: 51), dahulu dia melayaniku, lalu dia berkata: ‘Sungguh aku melihat orang-orang Anshor mereka melakukan sesuatu (melayani) kepada Rasulullahﷺ, tidaklah aku melihat seorang pun dari mereka (orang-orang Anshor) melainkan aku akan melayaninya’.”

📚 Siyar A’lam An-Nubala` (3/401) karya Adz-Dzahabiy [wafat: 748].

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Jumat 1 Sya’ban 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Masa Kecil Imam Bukhori Dalam Menuntut Ilmu

💥Masa Kecil Imam Bukhori Dalam Menuntut Ilmu💥

🌻Muhammad bin Ismail Al-Bukhori(wafat: 256) rahimahullah berkata:

“Dahulu aku bolak-balik belajar di kota Marw (sekarang Turkmenistan) kepada ahli fikih sedangkan aku masih anak-anak, maka bila aku datang, aku malu untuk mengucapkan salam kepada mereka. Seorang pengajar berkata kepadaku: “Berapa kamu tulis hari ini?”,
Aku jawab: “Dua, -maksudku dua hadits-“, maka tertawalah orang-orang yang hadir di majelis itu. Kemudian seorang Syaikh dari mereka berkata: “Jangan mentertawakannya, bisa saja dia mentertawakanmu di suatu hari nanti!!.”

📚 Siyar A’lam An-Nubala` (12/401) karya Adz-Dzahabiy [wafat: 748].

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Jumat 1 Sya’ban 1443H.

🌾Berkata Ibnu Hajar dalam At-Taqrib:

“Jabalul Hifz (Gunung [Imam]nya dalam hafalan), Imamnya dunia di dalam fikih hadits.”

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Menyedekahi Persendian Manusia

💥Menyedekahi Persendian Manusia💥

عَنْ بُرَيْدَةَ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” فِي الْإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلَاثُمِائَةِ مَفْصِلٍ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً “. قَالُوا : فَمَنِ الَّذِي يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : ” النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا، أَوِ الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ، فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ “. رواه الإمام أحمد وأبو داود وصححه الألباني والوادعي.

Dari Buraidah, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dalam diri manusia ada tiga ratus enam puluh persendian, yang hendaknya ia menyedekahi (pada setiap hari) setiap persendian dengan satu sedekah.” Mereka (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, Siapa yang mampu melakukannya?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” (sedekah itu bisa jadi) ada dahak di masjid yang engkau timbun (apabila lantai masjid dari tanah atau menghilangkan bekas dahak semisal berada di tembok) atau gangguan yang engkau singkirkan dari jalan, bila engkau tidak mampu, lakukan dua rakaat dhuha, itu mencukupimu (sedekah hari itu).”

📚HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib (2971) dan Syaikh Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahih Al-Musnad (161).

💐Faedah Hadits Pelajaran Dhuhur, Darul Hadits Mabar Yaman, Rabu 29 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Carilah Ilmu Yang Bermanfaat (1)

💥Carilah Ilmu Yang Bermanfaat (1)💥

🌻Al-‘Allaamah Ibnu Baz (wafat: 1420) rahimahullah berkata :

“Sungguh, hati yang kosong dari ilmu yang bermanfaat akan menerima segala sesuatu (syubhat [kerancuan dalam beragama] dan hawa nafsu), dan tergantung padanya macam-macam (semua) kebatilan kecuali orang yang dirahmati Allahﷻ.”

📚Majmu’ Fatawiih (8/120).

(1). Manfaat untuk dunia dan akhiratmu, yang mendekatkan diri kepada Allahﷻ, mengikuti syariat Allahﷻ dan Rasul-Nya. Ilmu yang dipuji dan disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa ada pengaitnya adalah ilmu Agama.

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Rabu 29 Rajab 1443H.

🌾Muntaqo Al Fawaid

📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Mencintai Ulama Yang Di Atas Sunnah Rasulullahﷺ [Ahlul Hadits]

💥Mencintai Ulama Yang Di Atas Sunnah Rasulullahﷺ [Ahlul Hadits]💥

🌻Qutaibah bin Sa’id Al-Bakhlani (wafat: 240) rahimahullah berkata:

“Apabila engkau melihat seseorang, dia mencintai Sufyan bin Uyainah (wafat: 198), Malik bin Anas (wafat: 179), Ibnul Mubarak (wafat: 182), Yahya bin Yahya (wafat: 226), Ahmad bin Hanbal (wafat: 241), Ishaq bin Ibrahim (wafat: 238), maka ketahuilah bahwa dia dia atas jalan yang lurus.”

📚Dzammul Kalam wa Ahlih (1195) karya Al-Harawi (wafat: 481) dengan sanad shahih.

🌸Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata:

“Barang siapa mencintai Ulama Sunnah yang diketahui keilmuan dan keistiqamahannya, maka orang ini telah mendapatkan taufik dan bimbingan dari Allahﷻ. Dan barang siapa mencela para pembawa ilmu dan merendahkan mereka, maka mereka tidak terbimbing dan tidak di atas jalan yang lurus.”

💐Faedah Pelajaran Shahih Bukhori, Darul Hadits Mabar Yaman, Rabu 29 Rajab 1443H.

🌾Muntaqo Al Fawaid

📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Kedua Puluh Enam – Bab bimbingan tentang hari-hari yang disunnahkan untuk berpuasa

🌹Risalah Kedua Puluh Enam🌹

🌷Bab bimbingan tentang hari-hari yang disunnahkan untuk berpuasa🌷

Soal:

  1. Bagaimana menyikapi dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau tidak melihat Rasulullah ‎ﷺ berpuasa 1-9 hari awal bulan Dzulhijjah? Jawab:

🌳”Berkata Ulama bahwa puasa 1-9 Dzulhijjah tidaklah makruh berpuasa di dalamnya, bahkan itu adalah sunnah yang ditekankan, terlebih lagi tanggal 9 Dzulhijjah, ia adalah hari ‘Arafah, maka ditafsirkan perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha : ‘Tidak berpuasa pada 1-9 Dzulhijjah, Beliau ‎ﷺ tidak berpuasa karena sesuatu hal; sakit atau safar atau selain keduanya, atau Beliau ‎radhiyallahu ‘anha tidak melihat Rasulullah ‎ﷺ berpuasa, tidaklah mengharuskan bahwa Rasulullah ‎ﷺ tidak berpuasa dalam perkara ini.”

✒(Imam An-Nawawi).

🌼”Tidak bertentangan atas hal itu, apa yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dan selainnya dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :(( مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا الْعَشْرَ قَطُّ )).

Dari Aisyah, ia berkata; “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa di awal bulan Dzulhijjah sama sekali.”

📚HR. Abu Dawud.

Karena ada kemungkinan Beliau ‎ﷺ meninggalkan melakukan itu sedangkan Beliau ‎ﷺ menyukainya karena khawatir akan diwajibkan atas umatnya, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahihain dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga.”

✒(Imam Ibnu Hajar).

Soal:

  1. Apakah hukum puasa di bulan Al-Muharram? Jawab:

🌱”Disunnahkan puasa di bulan Al-Muharram, sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

َ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ المكتوبة صَلَاةُ اللَّيْل )).ِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seutama-utama puasa setelah Ramadan ialah puasa di bulan Al-Muharram, dan seutama-utama salat sesudah salat Fardhu, ialah shalat malam.”

📚HR. Muslim 1163.

Soal:

  1. Apakah benar dikatakan bulan Muharram dengan tanpa alif dan lam? Jawab:

🌰”Sepantasnya mendapatkan perhatian terhadap kesalahan yang tersebar dalam memutlakkan “Muharram” tanpa alif dan lam; karena yang benar pemutlakannya sebagai ma’rifah, agar mengatakan “Al-Muharram ” karena hadits-hadits Nabi menyebutkannya sebagai ma’rifah (dengan alif dan lam), karena bangsa Arab tidaklah menyebutkan bulan ini dalam perkataan mereka dan syair-syairnya melainkan dengan alif dan lam, dan tidak pada bulan selainnya, maka pemutlakan nama adalah sama’i (diambil dari pembicaraan orang Arab) bukan qiyas (diqiyaskan dengan kaidah bahasa Arab).”

✒(Syaikh Muhammad Farkus Al-Jazairiy).

Soal:

  1. Apakah hukum puasa tanggal 10 Al-Muharram? Jawab:

🌼”Disunnahkan puasa tanggal 10 Al-Muharram; sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(( مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ؟)). فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(( فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ )).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kota Madinah, lalu didapati bahwa orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyura. Maka beliau pun bertanya kepada mereka: “Hari apakah ini, hingga kalian berpuasa?” mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung, hari ketika Allah memenangkan Musa dan Kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun serta kaumnya. Karena itu, Musa puasa setiap hari itu untuk menyatakan syukur, maka kami pun melakukannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.” kemudian Beliau pun berpuasa dan memerintahkan para Sahabat berpuasa di hari itu.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Soal:

  1. Manakah yang lebih utama puasa tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 dari bulan Al-Muharram? Jawab:

🌺”Yang lebih utama adalah puasa tanggal 9 dan 10; sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(( لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ )).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya tahun depan aku masih hidup, niscaya aku benar-benar akan berpuasa pada hari ke sembilan (Al-Muharram).”

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: ‘Belum sampai datang tahun berikutnya Rasulullah ‎ﷺ sudah wafat.’

Akan tetapi bila dia luput dari puasa tanggal 9 Al-Muharram, maka baginya berpuasa tanggal 11 Al-Muharram karena tujuannya adalah menyelisihi yahudi, dan ini terwujud dengan puasa di tanggal 11, walaupun yang utama adalah tanggal 9 karena yang disebutkan dalam hadits tanggal tersebut.”

Soal:

  1. Apabila manusia tidak bisa membedakan tanggal 10 Al-Muharram, apa yang harus mereka lakukan? Jawab:

🌷”Apabila manusia tersamarkan ketika rukyatul hilal, berkata Imam Ahmad dan yang selainnya: ‘Berpuasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, sebagai bentuk kehati-hatian.”

Soal

  1. Apakah hukum puasa Senin dan Kamis? Jawab:

🍂”Disunnahkan berpuasa Senin dan Kamis; sebagaimana hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya dahulu Rasulullah ‎ﷺ berpuasa Senin dan Kamis seraya bersabda:

(( ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ ))

“Itulah dua hari yang amalan seorang hamba ditampakkan di hadapan Rabb semesta alam, aku senang ketika amalanku ditampakkan, diriku sedang berpuasa.”

📚HR. Ahmad dan selainnya.

📌Dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ ditanya tentang puasa hari Senin. Kemudian Beliau ‎ﷺ menjawab :

َ (( ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ ))

“Itu adalah hari, ketika aku dilahirkan dan aku diutus (sebagai Rasul) atau pada hari itulah wahyu diturunkan atasku.”

📚HR. Muslim.

Soal:

  1. Apakah hukum berpuasa 3 hari di setiap bulan? Jawab:

🌾”Disunnahkan puasa 3 hari disetiap bulan; dikarenakan hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah ‎ﷺ bersabda kepadanya :

(( صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَذَلِكَ صَوْمُ الدَّهْرِ )).

“Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan, sebab itulah sebenarnya puasa sepanjang masa.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

📌Dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi wasiat kepadaku agar aku berpuasa tiga hari dalam setiap bulan.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Soal:

  1. Manakah waktu yang afdol puasa 3 hari di setiap bulan? Jawab:

🍃”Waktu yang paling utama untuk puasa 3 hari setiap bulan adalah hari-hari ayyamul biidh yaitu tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya; sebagaimana hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُومَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ.

Dari Abu Dzarr dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar berpuasa tiga hari Bidh dalam sebulan; yaitu -tanggal- tiga belas, empat belas dan lima belas.”

📚HR. Ahmad dan selainnya.

Dan seandainya dia berpuasa di selain tanggal ini, maka sudah tertunaikan sebagaimana hadits Mu’adzah Al-Adawiyah:

عن مُعَاذَةُ الْعَدَوِيَّةُ أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قَالَتْ نَعَمْ فَقُلْتُ لَهَا مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ.

Dari Mu’adzah Al-‘Adawiyah bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Apakah setiap bulan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berpuasa tiga hari? Ia menjawab: ‘Ya.’ Aku bertanya lagi kepadanya: Pada tanggal berapa beliau berpuasa? Ia menjawab: ‘Beliau tidak terlalu mempersoalkan pada hari apa saja beliau berpuasa’.”

📚HR. Muslim no.1160.

Soal:

  1. Hukum puasa sehari dan berbuka sehari (puasa Dawud)? Jawab:

🌿”Tidak ada perbedaan pendapat antara Ahli Fikih bahwa itu sunnah, dan ini adalah paling utamanya puasa secara mutlak; sebagaimana dalilnya adalah hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ‎ﷺ bersabda kepadanya:

(( فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَام ِ)) فَقُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(( لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ )).

“Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasanya Nabi Allah Dawud ‘alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama.”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Maka beliau bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Risalah Kedua Puluh Tujuh – Bab bimbingan tentang hari-hari yang disunnahkan untuk berpuasa

🌹Risalah Kedua Puluh Tujuh🌹

🌷Bab bimbingan tentang hari-hari yang disunnahkan untuk berpuasa🌷

Soal:

  1. Apakah hukum puasa di bulan Sya’ban? Jawab:

🍁”Hukumnya adalah sunnah; sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ .

“Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Ramadan dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnaj) kecuali di bulan Sya’ban.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Dalam riwayat Muslim:

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا.

“Dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa terus sebulan penuh kecuali Ramadan. Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak daripada puasanya di bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban hingga sisa harinya tinggal sedikit.”

Dan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنْ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ يَصِلُ بِهِ رَمَضَانَm

“Bahwa beliau tidak pernah berpuasa satu bulan penuh kecuali Sya’ban yang beliau sambung dengan Ramadhan.”

➡ Maksud dari perkataan Ummu Salamah:

(( شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَان ))

“Satu bulan penuh kecuali Sya’ban.”

➡ Dan perkataan ‘Aisyah:

(( شَعْبَانَ كُلَّه ))ُ

“Sya’ban seluruhnya”

➡ Yaitu sebagian besar Sya’ban, sebagaimana datang juga pada sanad lain hadits ‘Aisyah:

(( يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا ))

“Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban hingga sisa harinya tinggal sedikit.”

➡ Dan boleh dalam bahasa Arab memutlakkan pada orang yang berpuasa pada sebagian besar suatu bulan bahwasanya dia berpuasa sebulan penuh, dalam bab mayoritasnya, Sebagaimana dikatakan: ‘Aku tidak tidur (terjaga) semalam suntuk’,
bisa jadi dia makan malam dan sibuk dengan perkara lain.”

Soal:

  1. Apakah berdosa orang yang menyengaja berbuka ketika berpuasa sunnah tanpa uzur? Dan apakah wajib atasnya mengqodhonya? Jawab:

🌻”Tidak berdosa, tidak wajib atasnya menyempurnakan puasa dan tidak pula mengqodhonya, hanya saja disunnahkan baginya hal tersebut; sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Beliau berkata:

أُهٍدِِِيت لَنا هَدِية, فَلَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِيَتْ لَنَا هَدِيَّةٌ أَوْ جَاءَنَا زَوْرٌ وَقَدْ أخَبَأْتُ لَكَ شَيْئًا قَالَ:(( مَا هُوَ؟ )) قُلْتُ حَيْسٌ قَالَ:(( هَاتِيهِ )) فَجِئْتُ بِهِ فَأَكَلَ ثُمَّ قَالَ قَدْ كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا.

“Kami diberi hadiah, maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali aku pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan kusimpan untuk Baginda.” Beliau bertanya: “Makanan apa itu?” saya menjawab, “Kue hais (yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju).” Beliau bersabda: “Bawalah kemari.” Maka kue itu pun aku sajikan untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, “Sungguh dari pagi tadi aku puasa.”

➡ Dan karena tidak diwajibkan atas Beliau ‎ﷺ memulai puasa sunnah, maka tidak wajib pula menyempurnakannya, dan berikutnya tidak wajib mengqodhonya karena tidak wajibnya berpuasa atau menyempurnakannya setelah memulainya.

🌿Faedah:

Dikecualikan dari tidak diwajibkan menyempurnakan perkara sunnah, pada perkara manasik haji dan umroh; sesungguhnya apabila seorang muslim telah memulainya, maka wajib baginya menyempurnakannya;
karena Allah Ta’ala berfirman:

{وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ }. 

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 196)

🍃Imam An-Nawawi berkata:

” Adapun apabila telah memulai manasik haji atau umroh tatawwu’ (sunnah), sungguh wajib baginya menyempurnakannya, ini tanpa khilaf (perbedaan pendapat Ulama).”

📚Al-Majmu’ (6/393)

Soal:

  1. Seorang yang biasa melaksanakan puasa sunnah, apakah disyariatkan baginya mengqodhonya bila meninggalkannya ? Jawab:

🍀”Disyariatkan mengqodho baginya; sebagaimana dalilnya adalah hadits ‘Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda kepada seorang laki-laki :

(( صُمْتَ سُرَرَ شعبان؟)) قَالَ لَا قَالَ:(( فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْن )).

“Apakah kamu biasa puasa di akhir bulan Sya’ban ?.” dia menjawab; “Tidak.” Beliau bersabda: “Apabila kamu tidak berpuasa, maka berpuasalah dua hari saja (di bulan yang lain [sebagai qodho) dikarenakan hari yang luput tidak memuasainya).

📚HR. Bukhori dan Muslim.

🍁Berkata Ibnu Hajar rahimahullah:

“Di dalamnya (hadits) disyariatkan qodho puasa sunnah.”

🍀Berkata Ibnu Rajab rahimahullah:

“Di dalamnya terdapat dalil sunnahnya mengqodho apa yang luput dari puasa sunnah.”

➡ Sementara Lajnah Daaimah (Majelis Ulama Saudi Arabia) berpendapat:

“Bahwa puasa sunnah tidak diqodho’ walaupun ditinggalkan (berbuka) secara sengaja.”

Soal:

  1. Apakah boleh bagi seorang wanita berpuasa sunnah tanpa ijin suaminya? Jawab:

🌾”Tidak boleh baginya berpuasa sunnah melainkan dengan ijin suaminya selama suaminya ada di rumah bukan sedang tidak di rumah (melakukan safar). Dalilnya hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( لَا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِه )).

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah seorang wanita berpuasa padahal suaminya sedang ada, kecuali dengan seizinnya.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

➡ Tidak batal puasanya jika seorang wanita berpuasa tanpa ijin suaminya, karena larangan tidak terkait dengan dzat (asal) puasa tersebut, hanya saja itu perkara di luar puasa. Hal itu karena hak suami dalam melakukan jimak dengan istrinya, dan ini kewajiban istri.”

Soal:

  1. Apakah yang lebih utama bagi orang yang berpuasa sunnah berbuka ketika ada tamunya? Jawab:

🍂”Yang benar dalam masalah berbuka ketika ada tamu itu tergantung keadaan,
➡ Apabila tamunya memandang “tidak berbuka”, dianggap tidak menghormati tamu, maka dia berbuka; dikarenakan memuliakan tamu adalah wajib.

➡ Apabila tamu itu mengetahui keadaan dan situasi dan memberi uzur kepadanya, jika tamu itu berkata : ‘Sesungguhnya dia berpuasa.’ Maka yang lebih utama bagi tuan rumah itu tidak berbuka. Dan hukum masalah ini tergantung keadaan.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

🌹Bab seputar penjelasan tentang puasa yang dilarang dan dimakruhkan🌹

Soal:

  1. Apakah hukum berpuasa pada dua Hari Raya? Jawab:

🌳”Imam An-Nawawi rahimahullah menukilkan ijmak Ulama atas pengharaman berpuasa pada dua Hari Raya sama saja puasa fardhu seperti qodho, nadzar atau kaffarah- atau puasa sunnah; sebagaimana dalilnya adalah hadits Abu Said Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ.

dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang puasa pada dua hari, yaitu; pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha).

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Dan juga hadits ‘Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu:

عن عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ

Dari ‘Umar bin Al Khaththob radhiyallahu ‘anhu lalu dia berkata: “Inilah dua hari yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang puasa padanya, yaitu pada hari saat kalian berbuka dari puasa kalian (‘Idul Fitri) dan hari lainnya adalah hari ketika kalian memakan hewan qurban kalian (‘Idul Adha). “

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Soal:

  1. Apa hukum puasa sunnah pada Hari Tasyrik? Jawab:

🌱”Hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah, diharamkan puasa sunnah di hari itu. Dalilnya adalah:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ )).

Dari Nubaisyah Al-Hudzali dia berkata; Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari-hari Tasyrik (tanggal sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijah) adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.”

📚HR. Muslim.

📌Sebagaimana diriwayatkan Imam malik dengan sanad yang sahih dari hadits ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu:

(( هَذِهِ الْأَيَّامُ الَّتِي كان رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يأمَرَنَا بِفِطْرِهِا ينَهَونَا َعَنْ صِيَامها :أَيَّامُ التَّشْرِيقِ )).

“Ini adalah hari-hari yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita untuk berbuka dan melarang kita untuk berpuasa.”

📚HR. Imam Malik.

▶ Maksudnya adalah hari-hari Tasyrik.

Soal:

  1. Apakah hukum puasa fardhu pada hari Tasyrik seperti puasa kaffarah, nazar, qodho dan semisalnya? Jawab:

🌼”Tidak boleh berpuasa pada Hari Tasyrik baik itu puasa sunnah atau puasa fardhu kecuali orang yang berhaji Tamattu’ dan dia tidak mempunyai hewan sembelihan, maka sesungguhnya wajib baginya puasa 3 hari ketika berhaji. Sungguh Syariat telah memberinya keringanan, puasa wajib 3 hari ketika berhaji ini ditunaikan pada hari Tasyrik; sebagaimana dalilnya adalah hadits Aisyah dan Ibnu Umar :

عَنْ عَائِشَةَ وَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ.

Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan kurban (Al’Hadyu) ketika menunaikan haji.”

📚HR. Bukhori.

Soal :

  1. Hukum puasa Dahr (sepanjang masa)? Jawab:

🌴”Makruh hukumnya puasa Dahr, walaupun dia berbuka pada dua Hari Raya dan Hari Tasyrik; sebagaimana dalilnya hadits Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda :

(( لَا صَامَ مَنْ صَامَ الْأَبَدَ )).

“Tidak dianggap puasa bagi siapa yang puasa sepanjang masa.”

Pada lafaz yang lain :

(( لَا صَامَ مَنْ صَامَ الدَّهْرَ )).

“Tidak ada nilai puasa bagi siapa yang mengerjakan puasa sepanjang masa.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Sebagaimana dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda pada orang yang berpuasa dahr :

(( لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ)).

“Dia tidak berpuasa dan tidak juga berbuka.”

Yaitu puasanya dan berbukanya sama, tidak diberi pahala dan tidak diberikan hukuman, menjadilah dia letih tanpa faedah.

🌰Berkata Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah:

“Dan karena pada kebanyakannya, jika seorang berpuasa Dahr, akan terjadi kekurangan dalam melaksanakan apa yang diwajibkan atau disunnahkan atasnya. Misalnya : terkadang bermalasan dalam menuntut ilmu, terkadang malas menolong orang yang membutuhkan pertolongan, terkadang malas mencari rezeki untuk keluarganya dan semisalnya. Yang benar kita katakan: petunjuk terbaik adalah petunjuk Rasulullah ‎ﷺ . Dahulu Beliau puasa sampai dikatakan Beliau tidak berbuka (karena berpuasa di kebanyakan hari), dahulu Beliauﷺ berbuka sampai dikatakan Beliau tidak berpuasa, karena mengikuti kemaslahatan, atau dikatakan berpuasa sehari dan berbuka sehari.”

Soal:

  1. Hukum berpuasa di hari Jumat saja jika tidak bertepatan dengan puasa yang disunnahkan di hari itu, misalnya ‘Arafah ? Jawab:

🌺”Sebagian Ulama berpendapat: ‘Makruh berpuasa di hari Jumat saja. Sebagian lagi berpendapat: bahkan haram; sebagaimana dalilnya hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:(( لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَه )).

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali dibarengi dengan satu hari sebelum atau sesudahnya.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Dan juga hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ قَالَ نَعَمْ.

Dari Muhammad bin ‘Abbad berkata; “Aku bertanya kepada Jabir radhiyallahu ‘anhuma: apakah benar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang puasa pada hari Jumat? Dia menjawab: “Benar”.

📚HR. Bukhori dan Muslim.

📌Catatan :

🌾Berkata Al-Allamah Syaikh Al”Utsaimin rahimahullah dalam ta’liqnya atas Al-Kaafiy karya Ibnu Qudaamah:

“Di saat kita bertanya mengapa kita tidak membawa larangan kepada pengharaman? Dan Rasulullah ‎ﷺ menguatkan larangan “Sungguh janganlah berpuasa”,
Mengapa kita tidak mengatakan “Sesungguhnya berpuasa hari jumat haram?”
Kita katakan :karena Rasulullah ‎ﷺ membolehkan berpuasa (hari Jumat) jika digabungkan kepadanya dengan puasa sebelum atau sesudahnya. Dan seandainya puasanya haram tidaklah menjadi halal dengan menggabungkan puasa sebelum atau sesudahnya, seperti puasa di hari raya misalnya, maka sesungguhnya tidak boleh berpuasa di hari raya walaupun digabungkan kepadanya puasa sehari sebelum atau sesudahnya.”

Risalah Kedua Puluh Delapan – Bab seputar penjelasan tentang puasa Yang dilarang dan dimakruhkan

🌹Risalah Kedua Puluh Delapan🌹

🌷Bab seputar penjelasan tentang puasa Yang dilarang dan dimakruhkan🌹

Soal:

  1. Kapan dimakruhkan menyendirikan hari Jumat dengan puasa dan malamnya dengan salat? Jawab:

🍁”Apabila dia bermaksud hari Jum’atnya (secara tersendiri), adapun apabila dia berpuasa, maka berpuasalah, sekalipun hari Jum’at yaitu seandainya dia berpuasa, maka dia sehari berpuasa dan sehari berbuka (puasa Dawud misalnya), dan bila bertepatan hari Jum’at dia berpuasa maka ini tidak mengapa,
➡ begitu juga seandainya bertepatan dengan puasanya hari Asyura (10 Al-Muharram),
➡ atau bertepatan dengan hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), maka tidak mengapa,
🔥 dan yang terlarang darinya adalah memaksudkannya (secara tersendiri), dan dia berkata: ‘Aku berpuasa ; karena ini adalah hari Jum’at, begitu juga malam Jumat, janganlah engkau khususkan untuk salat,
➡ akan tetapi seandainya seseorang, pada waktu malam itu sedang semangat dan dia melakukan salat, bukan karena salatnya itu pada malam Jum’at, akan tetapi karena dia lagi semangat, maka dikatakan padanya: ‘Apakah engkau salat karena pada malam Jum’at?’, apabila dia berkata: ‘Aku salat karena aku lagi semangat, maka semisal ini adalah tidak dimakruhkan,
➡maka dibedakan antara yang bermaksud menyendirikannya/mengkhususkannya (hari Jum’at atau malamya untuk ibadah) dan antara yang melakukannya karena perkara lain.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum menyendirikan hari Sabtu untuk puasa Sunnah? Jawab:

🌻”Datang hadits dari Ash Shamaa` bintu Busr radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا مَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا عُودَ عِنَبٍ أَوْ لِحَى شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهَا )).

Dari Abdullah bin Busr dari Saudarinya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali kalau hal itu diwajibkan atas kalian, jika di antara kalian tidak mendapatkan kecuali tangkai anggur atau kulit tanaman maka hendaknya ia menelannya (untuk membatalkan puasa).”

📚HR. Abu Dawud dan selainnya.

Para Ulama telah berbeda pendapat tentang kesahihan hadits ini, dan yang lebih dekat adalah tidak sahih.”

➡ Dan kalau seandainya sahih, dikecualikan darinya dua keadaan yang boleh padanya berpuasa sunnah, yaitu:

  1. Apabila dia berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya (puasa Dawud), sebagaimana dalam hadits Juwairiyah radhiyallahu ‘anhuma dalam Shahih Bukhori :
    ‘Bahwa barang siapa yang berpuasa pada hari setelah Jum’at tidak mengapa, dan telah dimaklumi bahwa setelahnya hari Sabtu.’

▶ Dan sebagaimana hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: ‘Kebanyakan hari yang dahulu Rasulullah ‎ﷺ berpuasa padanya dari hari-hari adalah hari Sabtu dan Ahad, dan beliau bersabda:
“Sungguh keduanya adalah hari raya kaum Musyrik, sedangkan Aku hendak menyelisihi mereka.”

  1. Apabila bertepatan hari Sabtu dengan puasa yang biasa dia kerjakan, seperti 10 Al Muharram, ‘Arafah misalnya; sebagaimana dalam hadits: (( صُم يَوماً وَ أَفطِر يَوماً )). ” Berpuasalah satu hari dan berbukalah di hari setelahnya.”

Dan barang siapa berpuasa satu hari dan berbuka di hari setelahnya, mesti dia akan bertepatan pada hari berpuasanya hari Sabtu.”

Soal:

  1. Apabila bertepatan hari Sabtu pada hari yang disunnahkan berpuasa semisal puasa ‘Arafah, maka apakah dimakruhkan berpuasa pada hari Sabtu ? Jawab:

🍁”Boleh puasa ‘Arafah secara tersendiri, sama saja apakah bertepatan dengan hari Sabtu atau selainnya dari hari-hari dalam sepekan; dikarenakan tidak ada perbedaan di antaranya; karena puasa ‘Arafah adalah puasa tersendiri, dan hadits larangan dari berpuasa hari Sabtu adalah hadits lemah karena idhthirab (kegoncangannya) dan menyelisihinya hadits-hadits yang sahih.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum mendahului bulan Ramadh4an dengan puasa sunnah sehari atau dua hari? Jawab:

🌺”Tidak boleh mendahului Ramadan dengan puasa sehari atau dua hari, dan seandainya dia tidak melakukan itu sebagai bentuk kehati-hatian akan Ramadan melainkan bagi seorang yang bertepatan dengan hari yang dia telah terbiasa berpuasa, sebagaimana hadits dalam Shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:(( لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ )).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah seorang dari kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali apabila seseorang sudah biasa melaksanakan puasa maka pada hari itu dia dipersilahkan untuk melaksanakannya”.

Soal:

  1. Apakah sahih hadits dalam pengkhususan puasa bulan Rajab? Jawab:

🌻”Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-haditsnya semuanya adalah hadits lemah, bahkan hadits palsu, Para Ulama tidaklah menjadikan pegangan sedikitpun darinya.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

🍂”Semua hadits dalam penyebutan tentang puasa bulan Rajab dan salat pada sebagian malamnya adalah kedustaaan dan diada-adakan.”

✒(Imam Ibnul Qayyim).

🌾”Tidak sahih hadits dalam keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus sama sekali dari Nabi ‎ﷺ.”

Soal:

  1. Apakah hukum puasa Rajab secara keseluruhan? Jawab:

🍂”Dimakruhkan yang demikian itu; dikarenakan dalam pengkhususannya dengan puasa adalah menyerupai dengan perbuatan orang-orang musyrik, yang dahulu mereka ini mengagungkannya pada masa jahiliyah, dan telah sahih sebagian atsar dari sebagian Sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang larangan dalam pengkhususan bulan Rajab dengan puasa;

➡ Dan Imam Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkn dengan sanad sahih dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau memukul telapak-telapak tangan manusia di bulan Rajab sampai mereka meletakkannya di piring-piring, dan beliau berkata: “Makanlan ini, karena hanya saja bulan Rajab adalah bulan yang orang-orang jahiliyah mengagungkannya.”

➡ Dan Imam Abdur Razaq telah meriwayatkn dengan sanad shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
“Bahwasanya beliau melarang dari puasa di bulan Rajab seluruhnya, supaya tidak dijadikan hari raya.”

➡ Dan dalam fatwa Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]:

“Pengkhususan puasa Rajab hukumnya makruh, dan apabila berpuasa sebagiannya dan berbuka sebagian yang lain, maka hilanglah kemakruhannya.”

Soal:

  1. Apakah hukum mengkhususkan suatu hari dengan puasa secara jamaah? Jawab:

🌳”Hukumnya adalah bid’ah.”

✒(Syaikh Muqbil Al Wadi’y).

🌹Bab penjelasan tentang Iktikaf🌹

Soal:

  1. Apakah pengertian Iktikaf? Jawab:

🍃” Iktikaf secara bahasa: menetapi (menekuni) sesuatu, menahan diri di atasnya, sama saja dalam kebaikan atau dalam kejelekan,
Allah Ta’ala berfirman:

{ٖ مَا هٰذِهِ التَّمَا ثِيْلُ الَّتِيْۤ أَنْتُمْ لَهَا عٰكِفُوْنَ }.

“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 52).

Yaitu: “mereka tekun menyembahnya.”

➡ Adapun pengertian secara syariat:
Imam Ibnu Hazm mendefinisikan bahwa Iktikaf adalah tinggal di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla sesaat atau lebih, baik di malam hari atau siang hari.”

Soal:

  1. Apakah hakikat dari Iktikaf dan apakah tujuan terbesar darinya?

Jawab:

🌺”Makna Iktikaf dan hakikatnya adalah memutus hubungan dari makhluk untuk berhubungan dalam mengabdi kepada Al Khaliq (Allah).”

✒(Imam Ibnu Rajab).

Soal:

  1. Apakah hikmah disyariatkannya Iktikaf? Jawab:

🌷”Tujuannya dan intinya adalah mempersembahkan hati untuk Allah Ta’ala dan menyatukannya untuk-Nya, beribadah kepada-Nya, dan memutus dari kesibukan dengan makhluk, dan semata sibuk dengan-Nya, di mana dia jadikan untuk ingat kepada-Nya dan cinta kepada-Nya, menghadapkan untuk-Nya pada kesedihan hati dan angan-angan kosong dalam pikirannya, sehingga menguasai padanya penggantinya (cinta dan ingat kepada-Nya), maka kesedihan semuanya berubah menjadi kesenangan dengan beribadah kepada-Nya, dan angan-angan kosong berubah menjadi untuk mengingat-Nya, dan dia memikirkan dalam menggapai keridhaan-Nya dan apa yang mendekatkan dari-Nya, maka menjadilah kesenangannya dengan Allah sebagai ganti kesenangannya dengan makhluk, maka dia sedang menyiapkan bekal yang demikian itu, karena sungguh dia akan menjumpai hari terasa sunyi (kesedihan) di alam kubur ketika tidak ada keramahan baginya, dan tidak pula apa yang menggembirakannya selainnya (ketika seorang memiliki bekal amalan ibadah maka itu yang akan menemani dalam kuburnya), maka ini adalah maksud agung dari Iktikaf.”

✒(Imam Ibnul Qayyim).

🌿”Dan adapun maksud darinya:
‘Menyatukan hati kepada Allah Ta’ala dengan beribadah bersamaan dengan kosongnya lambung, dan menghadap pada-Nya Ta’ala, menikmati dalam mengingat-Nya, dan berpaling dari selain-Nya’.”

✒(Imam Ash-Shan’any).

Waspadalah Dari Hasad

🔥Waspadalah Dari Hasad🔥

🌾Mu’awiyah bin Abi Sufyan (wafat: 60) radhiyallahu ‘anhuma berkata:

“Semua manusia aku dapat membuatnya ridha kecuali seorang yang hasad terhadap kenikmatan; dikarenakan tidaklah membuatnya ridha melainkan hilangnya kenikmatan.”

📚Al-Bidayah wa An-Nihayah (11/447).

🌾Darul Hadits Mabar Yaman, Kamis 30 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/