Mengadulah Kepada Allahﷻ

💥Mengadulah Kepada Allahﷻ💥

🌻 Al-Ashma’iy rahimahullah berkata:

“Fudhoil bin Iyadh (wafat: 187) melihat kepada laki-laki yang sedang mengadukan sesuatu kepada laki-laki lain.

🌾Kemudian dia rahimahullah berkata :

“Wahai ini (orang yang mengadu)! engkau mengadukan yang mengasihanimu (Allahﷻ) kepada orang yang tidak mengasihanimu!.”

📚 Siyar A’lam An-Nubala` (8/439) karya Adz-Dzahabiy [wafat: 748].

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Senin 27 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Menata Kebutuhan Perut

💥Menata Kebutuhan Perut💥

🌻 Malik Bin Dinar (wafat: 130) rahimahullah berkata:

“Barang siapa bisa menguasai perutnya, maka dia akan menguasai amalan saleh seluruhnya (1).”

📚Al-Juu’ (99) karya Ibnu Abid Dunya (wafat: 281).

(1). Menata kebutuhan perut, tidak makan berlebihan, tidak makan makanan yang akan membahayakan tubuhnya, memakan makanan yang halal dan tayib, dengan izin dan pertolongan Allah akan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjalankan ibadah dengan baik.

💐 Faedah Pelajaran Maghrib, Darul Hadits Mabar Yaman, Ahad 26 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
https://t.me/abuzurahwiwitwahyu

Pedang Allah Khalid Bin Al-Walid Radhiyallahu ‘anhu

💥Pedang Allah Khalid Bin Al-Walid Radhiyallahu ‘anhu💥

عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ يَقُولُ : لَقَدِ انْقَطَعَتْ فِي يَدِي يَوْمَ مُؤْتَةَ تِسْعَةُ أَسْيَافٍ، فَمَا بَقِيَ فِي يَدِي إِلَّا صَفِيحَةٌ يَمَانِيَةٌ. تفرد به البخاري.

Dari Qais bin Abu Hazim, katanya, aku mendengar Khalid bin al-Walid mengatakan, pada perang Mu’tah, pedang yang putus di tanganku sebanyak sembilan pedang, dan tidak tersisa di tanganku selain pedang Yamani.

📚HR. Bukhori (4265, 4266).

🌾Berkata Syaikh Arafat Al-Futahi:

“Pedang buatan Yaman apabila diuji di dalam peperangan, akan tampak kelebihannya atas selainnya, tidaklah banyak berpengaruh dikarenakan banyaknya untuk memukul dan menghunus, maka ini sebagai buktinya, pedang Allah Khalid bin Al-Walid, (lalu beliau menyebutkan hadits di atas).”

📚Badzl Ats-Tsaman fi Fadhl Ahli l Yaman hal.795.

💐 Faedah Hadits Pelajaran Sahih Bukhori, Darul Hadits Mabar Yaman, Ahad 26 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
https://t.me/abuzurahwiwitwahyu

Risalah Kedua Puluh Tiga – Bab menqodho (mengganti) puasa dan berpuasa untuk orang yang telah meninggal dan hukum yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Puluh Tiga🌹

🌷Bab menqodho (mengganti) puasa dan berpuasa untuk orang yang telah meninggal dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:
211. Manakah yang lebih utama antara menyegerakan puasa fardhu seperti qodho dan kaffarah ataukah puasa sunnah ?

Jawab :

🍁”Yang shahih (kuat) adalah bolehnya melakukan amalan sunnah selama waktunya tidak sempit, dan ini selain puasa Syawal, karena bahwa puasa 6 hari Syawal harus (ditekankan) setelah qodho karena Rasulullah ‎ﷺ;

(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ )).

“Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

🌻”Yang utama adalah mendahulukan apa yang diwajibkan Allah Ta’ala padanya. Karena Rasulullah ‎ﷺ bersabda dalam hadits qudsi:

(( وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْه )).

“Hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan.”

Akan tetapi apabila di sana ada hari yang memiliki keutamaan dan dia takut kehilangannya, dan waktu mengqodho ada keluasan, maka tidak mengapa in sya Allah (mengakhirkan qodho), sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mempunyai hutang puasa, tidaklah menqodhonya melainkan di bulan Sya’ban.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

🌷Aku (Penulis) berkata:

“Yakni : mustahil beliau radhiyallahu ‘anha tidak melaksanakan puasa sunnah walaupun satu hari, di antara waktu ini, bersamaan Rasulullah ‎ﷺ menghasung puasa ‘Asyura, ‘Arofah, Senin dan Kamis serta puasa di tanggal 13, 14, 15.”

Soal:
212. Apakah wajib mengqodho puasa sebelum masuk Ramadhan4 berikutnya?

Jawab:

🌼”Wajib mengqodho sebelum masuk Ramadan berikutnya. Barang siapa yang mengakhirkan tanpa uzur syariat, maka dia berdosa, karena asal dari perintah adalah menunaikannya secara segera. Dan sungguh Allah Ta’ala memerintahkan qodho dengan firman-Nya :

{ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ  }.

“Maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185).

Dan karena mengakhirkannya sampai datang Ramadan berikutnya menyerupai seorang yang mengakhirkan salat sampai masuk waktu sholat fardhu berikutnya, maka dia berdosa. Dan juga karena ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dahulu mengakhirkan mengqodho dari Ramadan sampai Sya’ban, dan menggantinya di bulan Sya’ban, karena kesibukannya dengan Rasulullah ‎ﷺ, maka perbuatan beliau radhiyallahu ‘anha merupakan penjelasan dari beliau tentang batas akhir yang diperbolehkan mengqodho puasa.”

Soal:
213. Orang yang mengakhirkan mengqodho sampai masuk Ramadan berikutnya, maka apa yang wajib atasnya?

Jawab:

🌱”Wajib baginya menqodho saja; karena yang diperintahkan dengannya dalam firman Allah Ta’ala:

{ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ }.

“Maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185).

Apabila dia memberi makan orang miskin bersama mengqodho puasa maka ini adalah bentuk kehati-hatian, sebagai pengamalan apa yang telah datang riwayatnya dari sebagian Sahabat dari pendapat: ‘memberi makan satu orang miskin setiap harinya’.”

Soal:
214. Seorang wanita terlambat mengqodho puasa sampai datang Ramadan berikutnya karena hamil dan menyusui, maka apa yang wajib atasnya?

Jawab:

🌾”Tidak mengapa atasnya dalam mengakhirkan qodho disebabkan adanya kesulitan karena hamil dan menyusui, kapan dia memiliki kemampuan, maka bersegera mengqodho puasanya, dikarenakan dia dalam hukum orang yang sakit.
Allah Ta’ala berfirman:

{  ۗ وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ  }.

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

“Jika dia mengakhirkan mengqodho dikarenakan adanya uzur, semisal sakit atau adanya kelemahan tidak kuat untuk mengqodho apa yang luput darinya, tidak ada kewajiban atasnya memberi makan orang miskin.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
215. Seorang berbuka secara sengaja tanpa melakukan jimak, tidak memiliki uzur, apakah wajib atasnya mengqodho?

Jawab:

🌳”Barang siapa yang berbuka dengan sengaja tanpa uzur syariat, maka dia telah jatuh ke dalam salah satu dosa dari dosa besar, wajib atasnya taubat, istighfar, menyesal terhadap apa yang telah terjadi, bertekad tidak mengulangi dosa besar ini dan wajib atasnya mengqodho puasa tersebut menurut pendapat Jumhur ulama, bahkan Al-Baghawiy menukilkan ijma’ dalam perkara ini.”

Soal:
216. Haruskah berurutan dalam mengqodho puasa Ramadan?

Jawab:

🍀”Tidak wajib berturut-turutan dalam mengqodho puasa Ramadan; karena bacaan yang mutawatir pada ayat qodho dalam Al-Qur’an mutlak bukan muqoyyad (adanya ikatan) yaitu firman Allah Ta’ala:

{فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ  }.

“Maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)

Dan disunnahkan berturut-turut dalam mengqodho puasa dan bersegera, bergegas-gegas dalam lepas dari tanggungan; karena manusia tidak mengetahui apa yang akan merintanginya. Dan karena keumuman firman Allah Ta’ala:

{ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ ۗ }.

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 148).

Soal
217. Orang yang memulai mengqodho, apakah boleh baginya memutusnya (qodho)?

Jawab:

🍂”Barang siapa yang memulai mengerjakan yang wajib seperti qodho Ramadan, nazar tertentu atau mutlak, puasa kaffarah tidak boleh baginya keluar darinya, karena sesuatu yang ditentukan telah menjadi wajib atasnya masuk ke dalamnya. Dan yang tidak wajib di awalnya, telah menjadi wajib baginya dengan masuknya dia di dalamnya, maka menjadilah kedudukannya fardhu ‘ain. Tidak ada khilaf dalam hal ini. Alhamdulillah.”

✒(Imam Ibnu Qudamah).

Soal:
218. Seorang mempunyai kewajiban mengqodho lebih dari sebulan, bagaimana cara menggantinya?

Jawab:

🌿”Qodhonya ditunaikan secara berurutan, maka dia menqodho hari yang dia ditinggalkan dari bulan pertama kemudian bulan kedua dan seterusnya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
219. Apabila seorang mengqodho puasa Ramadan atau kaffarah di hari Senin atau Kamis, apakah ditulis baginya pahala puasa sunnah ?

Jawab :

🍃”Ditulis juga baginya pahala sunnah menurut pendapat sebagian Ulama, karena maksudnya adalah mengagungkan dua hari ini dengan berpuasa, sungguh ini termasuk di dalamnya.”

Risalah Kedua Puluh Dua – Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Puluh Dua🌹

🌷Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷

Soal:
200. Jika seorang yang hamil mengalami keguguran apakah gugur darinya puasa dan salat?

Jawab:

🍁”Apabila janin yang dilahirkan sudah berbentuk penciptaan manusia seperti tangan, kaki dan semisalnya, maka dia duduk (menunggu) selama masa nifasnya sampai suci atau disempurnakan 40 hari kemudian dia mandi, salat dan mengganti puasa dihari di mana dia melahirkan (keguguran) dan hari setelahnya dari hari-hari puasa wajib, apabila suci sebelum genap 40 hari , maka dia mandi, salat dan puasa karena sudah hilang penghalangnya.

➡ Apabila belum tampak penciptaan manusia maka puasanya sah, darah yang keluar adalah darah fasid (rusak), dia kerjakan salat, puasa dan berwudu di setiap kali salat hingga datang kebiasaan haidnya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
201. Darah keluar 5 hari sebelum melahirkan, apakah dia harus meninggalkan puasa dan salatnya ?

Jawab:

🌿”Apabila perkaranya seperti yang disebutkan dari keluarnya darah sedangkan dia hamil, 5 hari sebelum melahirkan,
➡ Apabila dia tidak mengalami tanda dekatnya melahirkan seperti kontraksi, maka darah yang keluar bukan darah haid bukan pula nifas tetapi darah fasid (rusak) menurut pendapat yang benar. Atas dasar ini, dia tidak boleh meninggalkan ibadah-ibadah bahkan dia harus berpuasa dan salat.

➡ Apabila bersama darah ini ada tanda dari tanda-tanda dekatnya melahirkan seperti kontraksi dan semisalnya, maka itu adalah darah nifas, maka dia tidak salat tidak pula puasa. Kemudian apabila telah suci dari nifas dia mengganti puasa dan tidak mengganti salat.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
202. Apabila seorang yang haid atau nifas suci di siang Ramadan, apakah dia harus menahan diri dari pembatal puasa di sisa hari itu?

Jawab:

🍃”Tidak mengharuskannya, karena puasa disyaratkan menahan dari terbitnya fajar sampai tenggelam matahari, kalau dia menahan karena kesucian bulan Ramadan, maka itu lebih utama, sebagaimana ini pendapat Syafi’iyah.”

Soal:
203. Seorang wanita haid lima menit sebelum berbuka, bagaimana hukum puasanya?

Jawab:

🌷”Apabila muazin azan tepat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengganti puasanya hari tersebut,

➡ Adapun apabila muazin azan terlambat dari waktunya dan matahari telah tenggelam, maka puasanya sah.”

✒(Syaikh Al-Wadi’y).

Soal:
204. Hukum seorang wanita menggunakan obat pencegah haid agar tidak terputus puasanya?

Jawab:

🌻”Boleh bagi wanita menggunakan obat pencegah haid di bulan Ramadan, jika direkomendasikan oleh dokter ahli (spesialis) dan itu tidak memudaratkannya, tidak berpengaruh terhadap alat reproduksinya, dan lebih baik baginya tidak melakukan hal itu. Dan sungguh Allah Ta’ala telah memberikan keringanan baginya untuk berbuka ketika datang haidnya di bulan Ramadan, Allah Ta’ala mensyariatkan baginya untuk mengqodho puasa yang dia berbuka karenanya, Allah ridha kepadanya hal itu sebagai agama.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
205. Hukum puasa wanita yang mengalami istihadah?

Jawab:

🌾”Darah istihadah adalah darah rusak (fasid) keluar tidak pada waktu kebiasaan haid disebabkan adanya penyakit, keluar bukan seperti sifat darah haid.
Tidak ada perbedaan antara Ulama bahwa wanita yang mengalami istihadah, dia mengerjakan salat dan puasa. Dan boleh bagi suaminya untuk melakukan jimak dengannya menurut pendapat Jumhur Ulama.”

Soal:
206. Seorang wanita keluar darah di luar kebiasaan haidnya, apakah dia meninggalkan puasanya?

Jawab:

🌺”Apabila darah yang dia lihat keluar di luar kebiasaan haidnya dan tidak memiliki sifat darah haid maka dianggap nazif (pendarahan) dan hukumnya adalah hukum darah istihadah, dia dihukumi seperti wanita suci, dia melakukan salat, puasa, bolehnya jimak dan yang semisalnya, akan tetapi dia berwudu setiap kali salat. Dia berwudu setelah masuknya waktu salat dan beristinja.
➡ Adapun keluarnya darah pada waktu kebiasaan haidnya, maka ini dianggap sebagai darah haid, dia tidak boleh puasa, tidak pula salat, tidak juga jimak sampai dia suci dan mandi.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
207. Seorang wanita keluar darah di luar kebiasaan haidnya, selama 1 atau 2 hari, apakah wajib baginya salat dan puasa selama hari tersebut?

Jawab:

🍃”Ini adalah darah lebih dari kebiasaan haidnya, itu adalah darah penyakit, tidak dihitung dari kebiasaan haidnya. Maka wanita yang mengetahui kebiasaan haidnya, dia berdiam diri pada waktu kebiasaan haidnya dia tidak salat, tidak berpuasa, tidak menyentuh Al-Qur’an, suaminya tidak menjimakinya,
▶ Apabila telah suci dan hari-hari haidnya telah berhenti dan telah mandi, maka dia hukumnya suci, walaupun keluar darinya sesuatu dari darah, atau cairan kuning atau keruh, begitupula istihadah, tidaklah menghalanginya dari salat dan semisalnya.”

✒(Syaikh Ibnu Baz) .

Soal:
208. Apakah boleh bagi wanita menyusui dan hamil berbuka jika mengkhawatirkan atas diri dan anaknya?

Jawab:

🍀”Sepakat para fuqoha (ahli fikih) bahwa wanita hamil dan menyusui, mereka boleh berbuka di siang Ramadan,
➡ jika mengkhawatirkan atas diri atau anaknya sakit atau bertambah sakitnya, bahaya atau kematian. Maka anak yang dikandungnya kedudukannya seperti anggota badannya. Kekhawatiran atasnya dari bahaya seperti kekhawatiran terhadap sebagian anggota badannya.”

✒(Ibnu Qudamah).

🌻Aku (Penulis) katakan :

“Sandaran Ijmak (kesepakatan Ulama) adalah hadits Anas bin Malik Al Ka’biy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ )).

“Aku kabarkan padamu bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala memberikan rukhshoh (keringanan) kepada musafir untuk tidak berpuasa dan mengqoshor salat, demikian juga wanita yang hamil dan menyusui (untuk tidak berpuasa).”

📚HR. Ahmad dan Abu Dawud.

Soal:
209. Apa kewajiban bagi wanita hamil dan menyusui jika berbuka karena mengkhawatirkan atas dirinya atau anaknya?

Jawab:

🍂”Jika seorang wanita mengkhawatirkan atas dirinya atau anaknya kemudian berbuka di bulan Ramadan, maka baginya mengqodho puasa saja. Keadaannya seperti keadaan orang sakit yang tidak mampu berpuasa, atau takut menimpa pada dirinya bahaya,
Allah Ta’ala berfirman:

{  وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ }.

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)

Begitu juga wanita menyusui, jika takut atas dirinya jika dia menyusui anaknya di bulan Ramadan atau takut atas anaknya jika dia berpuasa sedangkan tidak menyusuinya. Maka dia berbuka dan mengqodho puasa saja.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌷”Yang lebih menenteramkan jiwa bahwasanya dia wajib mengqodho dengan tanpa keraguan, adapun memberi makan (fidyah) di samping berpuasa maka ini adalah bentuk kehati-hatian (1) , apabila dia tidak memberi makan (fidyah) ,maka tidak mengapa bagi keduanya (wanita hamil dan menyusui).”

✒( Syaikh Al ‘Utsaimin).


(1).
Catatan :

📌Yaitu apabila wanita hamil dan menyusui berbuka karena mengkhawatirkan dirinya dan anaknya, yang dipilih oleh Syaikh Al ‘Utsaimin adalah sebagai bentuk kehati-hatian, keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) dengan Jumhur Ulama yang mewajibkan qodho puasa dan fidyah dalam hal ini, bahkan telah datang dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk wanita menyusui dan hamil jika takut atas anaknya kemudian berbuka maka atasnya memberi makan (fidyah) saja. Wallahua’lam.

Soal:
210. Seorang wanita harus melakukan cuci darah di ginjalnya, bagaimana puasanya?

Jawab:

🌿”Dia berbuka ketika cuci darah. Pada hari dia tidak cuci darah, apabila puasa memberatkannya, maka dia berbuka dan mengqodho semua hari yang dia berbuka setelah bulan Ramadan, jika dia mampu itu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Di Antara Sebab Kerusakan Akhlak

🔥Di Antara Sebab Kerusakan Akhlak🔥

🌻Ali bin Abi Thalib (wafat 40H) radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Kerusakan akhlak disebabkan bergaul dengan orang-orang pandir (bodoh).”

📚 Sirajul Muluk hal.148 karya Abu Bakr Al-Thurthusyi Al-Maliki (wafat: 520).

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Sabtu 25 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Mukjizat Rasulullahﷺ

💥Mukjizat Rasulullahﷺ💥

عَنْ بُرَيْدَةَ بن الحُصَيْبِ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ جَالِسًا عَلَى حِرَاءٍ، وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ، فَتَحَرَّكَ الْجَبَلُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” اثْبُتْ حِرَاءُ، فَإِنَّهُ لَيْسَ عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ، أَوْ صِدِّيقٌ، أَوْ شَهِيدٌ “. رواه الإمام أحمد وصححه الألباني والوادعي.

Dari Buraidah bin Al-Hushaib bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di atas gua Hira, beliau bersama Abu Bakr, 'Umar dan 'Utsman. Lalu gunung bergetar kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tenanglah Hira, tidaklah ada di atasmu melainkan hanya Nabi ﷺ atau Ash-Shiddiq (Abu Bakr) atau Syahid (Umar dan Utsman).”

📚HR. Imam Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (875) dan Syaikh Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahih Al-Musnad (145).

💐Faedah Hadits Pelajaran Dhuhur, Darul Hadits Mabar Yaman, Sabtu 25 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Pengagungan Terhadap Ibadah Salat

💥Pengagungan Terhadap Ibadah Salat💥

🌻Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (wafat: 161) rahimahullah berkata:

“Kedatanganmu menuju salat (masjid) sebelum iqamat dikumandangkan adalah pengagungan terhadap salat.”

📚 Fathul Baari (5/353) karya Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat: 795).

💐Darul Hadits Mabar Yaman, Sabtu 25 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Kedua Puluh Satu – Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Puluh Satu🌹

🌷Bab orang-orang yang diberi uzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷

Soal:

  1. Hukum berbuka puasa disebabkan ujian sekolah? Jawab:

🍁”Ujian sekolah dan yang semisalnya bukanlah termasuk uzur yang membolehkan seorang itu berbuka di siang Ramadan, tidak boleh mentaati kedua orang tua untuk berbuka karena ujian sekolah; sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam memaksiati Allah Azza wa Jalla, hanya saja ketaatan dalam kebaikan, sebagaimana datang hal tersebut hadits sahih dari Nabi ‎ﷺ.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah pekerjaan berat membolehkan berbuka puasa ? Jawab:

🍀”Tidak boleh bagi mukallaf berbuka di siang Ramadan hanya karena keadaannya sebagai pekerja, akan tetapi jika dia menemui kesulitan yang besar yang memaksanya berbuka di waktu siang, maka dia berbuka sekadar menolak kesulitannya, kemudian dia menahan diri dari pembatal puasa sampai matahari tenggelam dan berbuka bersama orang-orang yang berpuasa, dan dia mengqodho hari di mana dia berbuka.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌻”Yang aku pandang dalam masalah ini, berbukanya dia karena pekerjaan hukumnya haram tidak boleh, apabila tidak memungkinkan mengumpulkan antara pekerjaan dan puasa maka dia mengambil cuti di bulan Ramadan, sampai mudah baginya untuk berpuasa di bulan Ramadan; karena puasa Ramadan adalah rukun dari rukun Islam, tidak boleh melanggarnya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Barang siapa yang menyangka bahwa dirinya tidak mampu berpuasa, apakah boleh baginya berniat untuk berbuka sejak malam hari ? Jawab:

🌺”Para pekerja berat termasuk dalam mukallaf (orang yang diberi beban syariat), dan mereka tidaklah masuk dalam kategori orang sakit atau musafir, maka wajib bagi mereka berniat dari malam bahwasanya mereka berpuasa besok pagi. Barang siapa di antara mereka terpaksa berbuka di waktu siang hari, maka boleh baginya berbuka sekadar menghilangkan kesulitannya. Dan yang tidak mengalami kesulitan maka wajib baginya meneruskan puasa. Ini yang dikehendaki dalil-dalil syariat dari Al- Qur’an dan As-Sunnah.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Hukum berbuka karena memanen buah-buahan? Jawab :

🌾”Memungkinkan pemiliknya untuk mengatur waktu kerja pada perkebunan mereka, mereka memanennya di waktu yang sejuk di malam hari, atau mereka memanennya dengan menyewa orang yang tidak memudaratkan padanya berpuasa dengan keumuman upah, atau diakhirkan pemanenannya jika tidak merusak buahnya.

 { وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّه مَخْرَجًا }.

“ۙBarang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,” (QS. At-Talaq 65: Ayat 2)

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah boleh berbuka bagi pegawai pertahanan sipil (Satpol PP)? Jawab:

🍂”Tidak boleh memutus puasa wajib tanpa uzur sakit atau safar melainkan bagi orang yang dikhawatikan akan membahayakan dirinya atau dia butuh berbuka untuk menyelamatkan jiwa yang maksum (terjaga) dari kebinasaan yang terhentikan keberhasilan penyelamatannya melainkan dengan berbuka.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

➡ Kesimpulannya:

🌷”Bahwasanya wajib berbuka untuk menyelamatkan jiwa yang maksum (terjaga), jika penyelamatannya tidak berhasil melainkan dengan berbuka. Yang benar: Bahwasanya wajib baginya menqodho tidak harus disertai kaffarah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin)

Soal:

  1. Bolehkah meninggalkan puasa karena pekerjaannya di bidang olah raga, seperti permainan sepak bola? Jawab :

🌿”Tidak boleh berbuka di siang Ramadan dikarenakan pekerjaannya di bidang olah raga, semisal sepak bola atau selainnya; karena itu bukan termasuk uzur syariat yang membolehkan untuk berbuka.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Siapakah yang diharamkan padanya puasa?

Jawab:

🌼”Diharamkan puasa bagi wanita haidh dan nifas, orang yang sakit dan musafir jika hal itu mengantarkannya kepada kebinasaan (kematian) atau menambah parah sakitnya.”

Soal:

  1. Jika wanita suci sebelum fajar apa mengharuskannya berpuasa? Jawab:

🌱”Jika wanita suci sebelum fajar (subuh), maka wajib baginya berpuasa, tidak mengapa mengakhirkan mandi suci sampai setelah terbitnya fajar subuh, akan tetapi tidak boleh baginya mengakhirkannya sampai terbit matahari, dan wajib bagi laki-laki bersegera dengan hal itu (mandi) sehingga dia mendapati salat subuh berjamaah.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apabila seorang wanita suci langsung setelah fajar (subuh), apakah dia puasa hari itu? Jawab :

🌴”Jika darah berhenti (suci) tepat terbit fajar atau sesaat sebelumnya maka sahih puasanya, tertunaikan kewajibannya, walaupun dia belum mandi kecuali setelah subuh. Adapun jika belum berhenti darahnya melainkan setelah jelas waktu subuh, maka dia menahan diri dari pembatal puasa, tidak tertunaikan kewajibannya, bahkan dia mengqodhonya setelah Ramadan.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Keluar darinya darah sedangkan dia hamil, kemudian dia meneruskan puasa dan salatnya, apakah benar yang dilakukannya? Jawab:

🌳”Darah yang keluar dari wanita hamil tersebut darah rusak (fasid), tidak dianggap. Sungguh dia telah bertindak benar dengan meneruskan puasa dan salatnya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🍃”Puasamu sedangkan engkau dalam keadaan hamil serta adanya pendarahan, tidak membatalkan puasa, seperti istihadhoh, puasamu telah sah (benar).”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Risalah Kedua Puluh – Bab orang-orang yang diberi udzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Puluh🌹

🌷Bab orang-orang yang diberi udzur syariat dan apa yang berkaitan dengannya🌷

Soal:

  1. Seorang anak perempuan baligh pada usia belia dan berpengaruh puasa padanya karena lemah fisiknya, kemudian dia berbuka di sebagian hari, maka apa yang wajib atasnya? Jawab:

🌻”Sepanjang anak perempuan ini telah baligh sebelum masuknya bulan Ramadan dengan adanya satu tanda dari tanda-tanda baligh yaitu haidh, maka puasa telah menjadi wajib baginya, maka hari-hari yang dia tidak berpuasa karena dia tidak mampu disebabkan lemah fisiknya, maka itu tidak gugur kewajiban atasnya, hanya saja dia berpuasa setelah dia memiliki kemampuan.
Allah Ta’ala berfirman:

 ۚ{ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَـصُمْهُ ۗ وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ }.

“Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Hukum orang yang tidak mampu puasa karena telah lanjut usia atau sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya lagi? Jawab:

🍁”Wajib baginya fidyah dengan memberi makan seorang miskin tiap harinya; dikarenakan Allah Ta’ala berfirman:

{ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطَوَّقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ }.

“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184).

➡ Dahulu Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma membacakannya begini, dan dia berkata : ‘Ayat ini tidak dihapus, yang dimaksud adalah laki-laki tua renta dan wanita yang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa, maka keduanya memberi makan setiap hari seorang miskin’,
makna:
{ يُطَوَّقُونَهُ }

Yaitu : “dibebankan kepadanya tetapi tidak mampu menjalankannya.”

Soal:

  1. Seorang yang berubah akalnya (pikun) karena usia lanjut, apakah memberi makan kepada orang miskin (fidyah) atau dipuasakan untuknya jika telah meninggal?

Jawab:

🍀”Memberi makan orang miskin adalah kewajiban bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena telah lanjut usia dan masih berakal (belum pikun),

➡ Adapun jika sudah hilang akalnya (pikun), maka gugur darinya kewajiban memberi makan orang miskin.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾”Tidak melazimkannya (mengharuskannya) sesuatupun karena pena pencatat amal terangkat darinya, Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

َ (( رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقََ وَعَنْ الصَغِير حتى يبلغ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظ )).

“Pena pencatat dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia baligh, orang tidur hingga ia terbangun.”

✒(Syaikh Muqbil Al Wadi’y).

Soal:

  1. Apabila orang yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang sudah tidak diharapkan kesembuhannya melakukan safar, apakah gugur kewajiban fidyah bagi mereka? Jawab :

🍂”Gugur dari mereka kewajiban fidyah karena uzur safar dan tidak ada mengqodho puasa karena tidak mampu berpuasa.”

Soal:

  1. Ketika masih muda tidak berpuasa, kemudian dia ingin bertaubat, dia sudah tua renta tidak mampu berpuasa, apa yang harus dia lakukan? Jawab:

🌷”Apabila engkau sekarang sudah tidak mampu mengqodho karena terus menerus mengalami sakit kronis, maka wajib bagimu mengganti qodho dengan fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin setiap hari yang tinggalkan.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah telah mencukupi (tertunaikan) seorang yang berpuasa untuk orang yang tidak mampu berpuasa dan juga tidak mampu membayar fidyah sebagai ganti memberi makan seorang miskin sedangkan orang tersebut masih hidup? Jawab:

🌿”Adapun salat, maka ijmak (kesepakatan) Ulama bahwasanya seorang tidak menyalatkan untuk orang lain salat fadhu, tidak juga salat sunnah, tidak pula tathawwu’ (sunnah), tidak dari orang yang masih hidup, tidak pula yang sudah meninggal, begitu juga puasa untuk orang yang masih hidup, tidak dianggap tertunaikan puasa dari orang lain itu ketika dia masih hidup, ini semua ijmak tidak ada khilaf (yang menyelisihi) di dalamnya.

➡ Adapun orang yang meninggal dan mempunyai hutang puasa ini adalah terjadi khilaf (perbedaan pendapat) antara Ulama.”

✒(Imam Ibnu Abdil Barr).

🌻”Ulama telah sepakat bahwasanya seseorang tidak mempuasakan orang lain selama orang itu masih hidup.”

✒(Imam An Nawawi).

Soal:

  1. Haruskah orang yang tidak mampu berpuasa memberikan makan setiap hari orang miskin yang berbeda? Jawab:

🍀”Tidak harus, bahkan kalau dia memberi makan kepada satu orang miskin yang sama, itu sudah tertunaikan. Karena tidak ada dalil atas wajibnya memberi makan orang miskin yang berbeda, berbeda dengan dalil yang datang tentang kaffarah, telah disebutkan jumlah orang miskin yang wajib di berikan makan, dan juga karena fidyah puasa setiap hari terpisah dari hari sebelumnya. Apabila seorang telah memberikan fidyah hari ini kepada orang miskin sudah tertunaikan apa yang menjadi tanggungannya. Apabila datang hari kedua mewajibkannya fidyah baru, tidak ada hubungan dengan hari sebelumnya. Maka boleh memberikannya pada orang miskin yang sama. Wallahua’lam.”

Soal:

  1. Jika sudah dikeluarkan fidyah kemudian dia mampu berpuasa, apakah tertunaikan puasanya oleh fidyah yang telah dikeluarkan? Jawab:

🍁”Apabila seorang yang sakit tidak bisa diharapkan kesembuhannya, baik menurut kebiasaan atau diagnosis dokter yang tepercaya, maka wajib baginya memberi makan tiap hari seorang miskin, apabila telah dilakukan hal tersebut kemudian Allah Ta’ala menakdirkan dia sembuh setelahnya, maka tidak mengharuskannya berpuasa sebab dia telah membayar dengan memberi makan orang miskin. Karena kewajibannya sudah tertunaikan dengan apa yang dia telah lakukan dari memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasa. Apabila kewajibannya sudah tertunaikan maka tidak wajib menyertakannya setelah lepas tanggungannya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Kapan fidyah itu dikeluarkan? Jawab:

🌺”Adapun waktu memberi makan orang miskin ada pilihannya,

➡ Jika dia ingin mengeluarkannya setiap hari di hari dia tidak berpuasa,
➡ Jika dia ingin, mengakhirkannya sampai hari terakhir sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

🌾Aku (penulis) katakan :

“Atsar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yaitu bahwasanya beliau tidak mampu berpuasa kemudian beliau membuat semangkuk besar tsarid (roti yang diremukkan dalam kuah daging) lalu mengundang 30 orang miskin, dan mengenyangkan mereka.”

📚HR. Ad-Daruquthniy (2/207) dan disahihkan Syaikh Al-Albany.

Soal:

  1. Apakah boleh mengeluarkan fidyah sebelum Ramadan? Jawab:

🍂”Fidyah tidak diserahkan sebelum Ramadan, karena fidyah sebabnya berbuka di bulan Ramadan. Mengeluarkan fidyah bisa di awal atau pertengahan atau di akhir Ramadan, dan yang utama di akhirnya, dan lebih utama lagi dari hal itu memberikan makan orang miskin setiap hari di hari yang dia berbuka, karena dia tidak tahu barangkali dia meninggal, maka bersegera menunaikan apa yang menjadi tanggungannya.”

✒(Syaikh Abdurrahman Al-‘Adaniy).