Khalifah Umar Bin Abdil Aziz

💥Khalifah Umar Bin Abdil Aziz💥

🌻 Malik Bin Dinar (wafat: 130) rahimahullah berkata:

“Orang-orang berkata tentangku bahwa aku seorang yang zuhud. Sungguh seorang (yang benar-benar) zuhud adalah Umar bin Abdil Aziz, datang kepadanya dunia lalu dia meninggalkan (tidak menghiraukan)nya.”

📚 Siyar A’lam An-Nubala` (5/134) karya Adz-Dzahabiy [wafat: 748].

🌾Di antara yang dikatakan Imam Adz-Dzahabi tentang biografi Umar bin Abdul Aziz: Al-Imam, Al-Hafizh, Al-Allamah, Al-Mujtahid, Az-Zaahid (seorang yang zuhud), Al-Aabid (seorang ahli ibadah), Amirul Mukminin [Pemimpin negara] yang sesungguhnya, Khalifah, Ar-Rasyid….

💐Darul Hadits Mabar Yaman, Rabu 22 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Kedua Belas Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Belas🌹

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:
101. Apakah menghirup gas oksigen membatalkan puasa?

Jawab :

🌻”Menghirup gas oksigen buatan bagi orang yang berpuasa tidak membatalkan puasanya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
102. Apakah menggunakan penyegar mulut membatalkan puasa?

Jawab :

🍁”Tidak mengapa menggunakan penyegar mulut yang mengandung obat dengan syarat meludahkannya dan tidak masuk kerongkongan sesuatu darinya secara sengaja.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
103. Apakah masuknya alat endoskopi (seperti teropong yang terdapat padanya sinar dan kamera) kedokteran ke lambung membatalkan puasa?

Jawab :

🍁”Apabila alat tersebut masuk ke lambung menggunakan pelumas maka membatalkan puasanya, tetapi apabila tanpa pelumas (kering) maka tidak batal puasanya walaupun alat itu sampai ke lambung.”

✒(Fatwa Syaikh Al-Albany dan Syaikh Al-Utsaimin rahimahumullah).

Soal:
104. Apakah obat tetes telinga membatalkan puasa ?

Jawab :

🌾”Tidak membatalkan puasa karena telinga bukan termasuk saluran makanan dan minuman, hanya saja ia termasuk dari lubang tubuh, dan bersamaan hal itu untuk kehatian-hatiannya tidak menggunakannya di siang Ramadan untuk keluar dari perbedaan pendapat ulama (khilaf). Jika dia yakin masuknya sesuatu ke kerongkongan, maka untuk kehati-hatiannya mengganti puasa hari tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.”

Soal:
105. Apakah celak mata atau tetes mata membatalkan puasa?

Jawab:

🌻”Tidak membatalkan puasa walaupun didapati rasanya di kerongkongannya, karena mata bukanlah saluran menuju lambung, oleh karena ini Lajnah Daimah memberikan fatwa kemudian mereka berkata: ‘Yang lebih hati-hati mengakhirkan penggunaan tetes mata dan celak mata sampai waktu malam hari untuk keluar dari perbedaan pendapat di kalangan Ulama, yang lebih hati-hati juga dia mengganti puasa apabila menggunakannya di siang hari dan didapati rasanya di kerongkongannya.”

Soal:
106. Seorang mandi atau mengolesi badannya minyak kemudian dia dapati bekasnya masuk ke dalam kulitnya ?

Jawab:

🍀”Tidak batal puasanya dengan demikian itu, sebagian Ulama menukilkan kesepakatan Ulama.”

Soal:
107. Bagaimana hukumnya mendinginkan badan (dengan mandi dan semisalnya) bagi orang yang puasa?

Jawab :

🍂”Mendinginkan badan bagi orang yang berpuasa hukumnya boleh, tidak mengapa. Sungguh dahulu Rasulullah ‎ﷺ menuangkan air ke kepalanya karena kepanasan atau karena haus sedangkan Beliau ‎ﷺ berpuasa. Dahulu Umar radhiyallahu ‘anhu membasahi bajunya dengan air untuk menurunkan derajat panas yang sangat atau haus, dan basah badan tidak mempengaruhi (menjadikan batal) puasa karena air tidak masuk lambung.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:
108. Apakah penggunaan suntikan membatalkan puasa ?

Jawab :

🌷”Apabila suntikan tidak mengandung zat makanan, hanya saja untuk menurunkan demam atau bius (pati rasa) misalnya, maka tidak batal puasanya. yang lebih berhati-hati menundanya sampai malam hari; karena ia memiliki bentuk dan masuk ke dalam tubuh, seperti yang difatwakan ✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).”

➡ Apabila suntikan mengandung zat makanan, maka batal puasanya karena hukumnya hukum makanan dan minuman.”

Soal:
109. Apakah seorang yang berpuasa mendapatkan tranfusi darah membatalkan puasanya?

Jawab :

🌿”Ya, mengharuskan padanya menqodho (mengganti) puasa dikarenakan apa yang ditransfusikan melaluinya dari darah segar.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:
110. Orang yang muntah sedangkan dia berpuasa, apakah membatalkan puasanya?

Jawab :

🍃”Jika muntah dengan sendirinya (tidak sengaja), maka tidak membatalkan puasa.

➡ Jika sengaja mengeluarkan muntah, maka batal puasanya dan baginya menqodho puasa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ muntah kemudian berbuka, yakni berbuka disebabkan muntah.

🌿Sungguh telah datang penjelasan secara rinci dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik dengan sanad sahih, dan Imam Tirmidziy menyebutkan bahwa Ulama mengamalkan hal ini (hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma).”

Berinfak Dengan Harta Yang Baik

💥Berinfak Dengan Harta Yang Baik💥

عَنِ الْبَرَاءِ : { وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ } قَالَ : نَزَلَتْ فِينَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، كُنَّا أَصْحَابَ نَخْلٍ فَكَانَ الرَّجُلُ يَأْتِي مِنْ نَخْلِهِ عَلَى قَدْرِ كَثْرَتِهِ وَقِلَّتِهِ، وَكَانَ الرَّجُلُ يَأْتِي بِالْقِنْوِ وَالْقِنْوَيْنِ فَيُعَلِّقُهُ فِي الْمَسْجِدِ، وَكَانَ أَهْلُ الصُّفَّةِ لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ، فَكَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا جَاعَ أَتَى الْقِنْوَ فَضَرَبَهُ بِعَصَاهُ فَيَسْقُطُ الْبُسْرُ وَالتَّمْرُ فَيَأْكُلُ، وَكَانَ نَاسٌ مِمَّنْ لَا يَرْغَبُ فِي الْخَيْرِ يَأْتِي الرَّجُلُ بِالْقِنْوِ فِيهِ الشِّيصُ وَالْحَشَفُ، وَبِالْقِنْوِ قَدِ انْكَسَرَ فَيُعَلِّقُهُ ؛ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ } قَالَ : لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أُهْدِيَ إِلَيْهِ مِثْلُ مَا أَعْطَى، لَمْ يَأْخُذْهُ إِلَّا عَلَى إِغْمَاضٍ أَوْ حَيَاءٍ. قَالَ : فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ يَأْتِي أَحَدُنَا بِصَالِحِ مَا عِنْدَهُ . رواه الترمذي وابن ماجه وصححه الألباني وحسنه الوادعي.

Dari Al Baraa`, firman Allah Ta’ala;

{ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ }.

“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya.” QS Al Baqarah: 267, Al Bara` berkata; “Ayat ini turun kepada kami, orang-orang Anshar, dahulu kami adalah pemilik kurma, setiap orang datang membawa hasil kurmanya sesuai banyak sedikitnya, seseorang datang membawa setangkai atau dua tangkai lalu menggantungkannya di antara tiang masjid, sementara penghuni halaman masjid dari kaum fakir miskin (ahlush shuffah) tidak memiliki makanan, jika salah seorang dari mereka merasa lapar, mereka datang ke tangkai-tangkai kurma dan memukulnya dengan tongkat hingga busr (kurma muda sebelum jadi ruthob) dan kurma berjatuhan, lalu mereka memakannya, sedangkan orang-orang yang tidak menghendaki kebaikan, datang dengan membawa satu tangkai kurma yang bijinya tidak keras atau tidak ada bijinya dan satu tangkai yang jelek dan kering, kemudian digantungkan di masjid, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala menurunkan ayat:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ }

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.” QS Al Baqarah: 267.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya salah seorang dari kalian diberi seperti yang diberikan kepada orang lain, niscaya dia tidak akan mengambilnya kecuali dengan memejamkan matanya atau dengan rasa malu,” Al Baraa` berkata; “Setelah itu, setiap orang dari kami datang dengan membawa kurma paling bagus yang ia miliki.”

📚HR. Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jaami’ (2985) dan dihasankan oleh Syaikh Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahih Al-Musnad (138).

💐Faedah Hadits Pelajaran Dhuhur, Darul Hadits Mabar Yaman, Selasa 20 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Jangan Jadikan Hatimu

🔥Jangan Jadikan Hatimu🔥

🌻Ibnul Qayyim (wafat: 751) rahimahullah berkata:

“Hati yang lalai adalah tempat tinggal bagi setan.”

📚 Miftah Daar As-Sa’aadah (1/113).

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Selasa 21 Rajab 1443H.

🌾Muntaqo Al Fawaid

📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Keenam Belas – Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Bab Pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Soal:

  1. Apakah perbedaan antara kaffarah dan fidyah serta yang berkaitan dengan puasa? Jawab :

🌺”Perbedaan di antara keduanya adalah fidyah untuk orang yang lanjut usia dan orang yang semisalnya dalam hukum syar’i termasuk orang yang tidak mampu berpuasa, maka dia berbuka dan setiap harinya mengeluarkan fidyah dengan memberi makan satu orang miskin. Adapun kaffarah adalah bagi orang yang menjimaki istrinya di siang Ramadan dan itu khusus terkait dengan hal tersebut. Ini menurut pendapat yang benar.”

Soal:

  1. Seorang menjimaki istrinya di siang Ramadan karena lupa, apakah wajib baginya kaffarah? Jawab:

🍀”Tidak ada qodho baginya, tidak pula kaffarah. Sungguh telah tetap dari Al-Qur’an dan Sunnah bahwasanya orang yang melakukan larangan karena berbuat salah tanpa sengaja atau lupa, maka Allah Ta’ala tidak menghukumnya.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Soal:

  1. Seorang mengetahui bahwa seorang yang puasa tidak boleh jimak di siang Ramadan tetapi dia tidak tahu wajibnya kaffarah atasnya, apakah dia diberikan uzur karena ketidaktahuannya tersebut? Jawab :

🌿”Tidak gugur atasnya kaffarah. Laki-laki yang melakukan jimak di siang Ramadan, dia tahu larangan jimak tapi tidak tahu secara rinci kaffarahnya, Rasulullah ‎ﷺ tidak memberinya uzur.”

Soal:

  1. Seorang bercumbu dengan istrinya tanpa jimak kemudian dia keluar mani, apakah wajib atasnya kaffarah jimak di siang hari Ramadan? Jawab :

🍁”Tidak wajib baginya kaffarah akan tetapi dia telah merusak puasanya, wajib baginya taubat dan mengganti hari tersebut sebagai bentuk kehati-hatian.”

Soal:

  1. Bagaimana hukum mencium atau bercumbu bukan di kemaluan bagi orang yang berpuasa ? Jawab :

🌷”Apabila pelaku adalah orang lanjut usia atau pemuda yang lemah syahwatnya, tidak tergerak syahwatnya karena ciuman maka boleh dia melakukannya.
Dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ‎ﷺ tentang bercumbu bagi orang yang puasa dan Beliau ‎ﷺ memberikan keringanan baginya. Kemudian datang laki-laki lain bertanya tentang hal yang sama kemudian Beliau ‎ﷺ melarangnya.

➡ Yang Beliau ‎ﷺ beri keringanan adalah orang tua, yang Beliau ‎ﷺ larang adalah pemuda.

➡ Apabila pelaku mengkhawatirkan dirinya akan mengeluarkan mani atau akan melakukan jimak, maka dalam keadaan ini tidak boleh baginya berciuman untuk mencegah (terjatuh lebih jauh).

➡ Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata: ‘Aku tidak tahu seorangpun memberikan keringanan dalam ciuman bagi orang yang berpuasa kecuali dia mensyaratkan aman dari melakukan yang lebih jauh dari hal itu. Dan orang yang tahu bahwa dirinya akan melakukan hal yang lebih jauh yang akan merusak puasanya, maka wajib dia menjauhinya.’

➡ Ibnu Hubairoh rahimahullah berkata: ‘Ulama rahimahumullah sepakat akan dimakruhkannya ciuman bagi orang yang tidak aman darinya dan mempengaruhi syahwatnya, kemudian mereka berbeda pendapat bagi orang yang tidak dikhawatirkan (terjatuh pada hal yang lebih jauh).”

Soal:

  1. Apakah onani membatalkan puasa ? Jawab:

🍀”Onani di bulan Ramadan dan selain Ramadan hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena Allah Ta’ala berfirman:

{وَا لَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ }ۙ 

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.”(QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 29)

{ إِلَّا عَلٰۤى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَـكَتْ أَيْمَا نُهُمْ فَإِ نَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ ۚ}.

“Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 30)

{فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَآءَ ذٰلِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْعٰدُوْنَ ۚ }.

“Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 31)

➡ Dan barangsiapa yang melakukan hal itu di hari dari hari-hari Ramadan, maka dosanya lebih besar dan lebih agung kejahatannya, wajib atasnya bertaubat dan beristighfar dan mengganti puasa hari dimana dia berbuka karenanya apabila dia mengeluarkan mani.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah keluarnya madzi membatalkan puasa? Jawab :

🌿”Madzi adalah cairan encer yang keluar dikarenakan berfikir tentang syahwat. Madzi najis menurut ijmak (kesepakatan) Ulama. Tidak membatalkan puasa karena tidak adanya dalil tentang hal tersebut.”

Soal:
157.Apakah keluarnya wadzi membatalkan puasa?

Jawab:

🌿”Keluarnya cairan lengket dan kental setelah kencing tanpa adanya rasa nikmat itu bukanlah mani tetapi wadzi, tidaklah ini membatalkan puasa, tidak pula wajib mandi karenanya. Hanya saja wajib baginya membersihkan kemaluan (istinja’) dan berwudu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Mimpi basah di siang hari Ramadan maka apa yang wajib atasnya ? Jawab :

🌺”Menurut ijmak (kesepakatan) Ulama bahwa orang yang mimpi basah di siang Ramadan, maka tidak ada tanggungan apapun atasnya, karena perkara ini di luar kehendaknya.”

Soal:

  1. Barangsiapa di waktu subuh dalam keadaan junub sedangkan dia dalam keadaan berpuasa, apakah sah puasanya? Jawab:

🌻”Sah puasanya. Sebagaimana dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah ‎ﷺ mendapati fajar (subuh) sedangkan Beliau ‎ﷺ dalam keadaan junub kemudian mandi dan berpuasa.”

Meluruskan Pemahaman Yang Salah

💥Meluruskan Pemahaman Yang Salah💥

🌻Thawus bin Kaisan (wafat: 104) rahimahullah berkata:

“Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Abbas (wafat:68)
radhiyallahu ‘anhuma, lalu dia berkata: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) yang telah menjadikanku mengikuti hawa (hawa nafsu) kalian,
lalu Ibnu Abbas berkata: Hawa nafsu semuanya kesesatan.”

📚Dzammul Kalam wa Ahlih (494) karya Al-Harawi (wafat: 481) dengan sanad shahih.

🌸Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata:

“Laki-laki ini bermaksud, Alhamdulillah yang telah menunjuki jalan kalian (para Sahabat radhiyallahu ‘anhum), mereka para Sahabat adalah orang-orang yang mengikuti petunjuk Rasulullahﷺ, Ibnu Abbas meluruskan kesalahpahaman laki-laki ini, bahwa hawa nafsu yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bermakna buruk semuanya.

💐Faedah Pelajaran Shahih Bukhori, Darul Hadits Mabar Yaman, Senin 20 Rajab 1443H.

🌾Muntaqo Al Fawaid

📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Amalan Yang Memasukkan Ke Surga

Amalan Yang Memasukkan Ke Surga

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي عَمَلًا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ. فَقَالَ : ” لَئِنْ كُنْتَ أَقْصَرْتَ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْأَلَةَ ، أَعْتِقِ النَّسَمَةَ ، وَفُكَّ الرَّقَبَةَ “. فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَيْسَتَا بِوَاحِدَةٍ ؟ قَالَ : ” لَا، إِنَّ عِتْقَ النَّسَمَةِ أَنْ تَفَرَّدَ بِعِتْقِهَا، وَفَكَّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِينَ فِي عِتْقِهَا، وَالْمِنْحَةُ الْوَكُوفُ، وَالْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الظَّالِمِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَأَطْعِمِ الْجَائِعَ، وَاسْقِ الظَّمْآنَ، وَاؤْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ، وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا مِنَ الْخَيْرِ “. رواه الإمام أحمد وصححه الألباني والوادعي.

Dari Al-Baraabin 'Azib ia berkata; Seorang Arab Badui mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika engkau meringkas perkataan yang engkau sampaikan, maka sungguh, engkau telah memaparkan yang engkau minta. Karena itu, bebaskanlah satu jiwa dan merdekakanlah satu budak." Laki-laki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah hal itu satu?" Beliau menjawab: "Tidak, 'Itqu An-Nasamah (membebaskan satu jiwa [budak]) berarti engkau sendiri yang membebaskanya. Sedangkan Fakku Ar-Raqabah (memerdekakan budak) adalah engkau menolong budak tersebut dalam memerdekakan dirinya. Dan Al-Minhah adalah Al-Wakuf (bersedekah dengan air susu binatang ternak [kambing atau onta] yang keluar banyak), atau Fai (menjalin hubungan yang baik) kepada kerabat yang berbuat zalim. Jika kamu tidak mampu melakukannya, maka berilah makan orang yang lapar dan berikanlah minum kepada orang yang kehausan, menyuruh kepada kebaikan serta mencegah kemungkaran. Dan jika kamu tidak mampu juga, maka tahanlah lisanmu, kecuali untuk mengatakan kebaikan.”

📚HR. Imam Ahmad,dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib (1898) dan Syaikh Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahih Al-Musnad (132).

💐Faedah Hadits Pelajaran Dhuhur, Darul Hadits Mabar Yaman, Senin 20 Rajab 1443H.

🌾Minhah: meminjamkan kambing atau unta kepada orang lain untuk diambil susunya karena saking banyaknya lalu dikembalikan.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Amalan Generasi Salaf

🌻 Sufyan bin Uyainah (wafat: 198) rahimahullah berkata:

“Aku bermimpi Manshur bin Al Mu’tamir (setelah wafatnya) kemudian aku bertanya kepadanya: “Apa yang Allahﷻ perbuat terhadapmu?”.
Dia (wafat: 133) rahimahullah berkata: “Hampir saja aku berjumpa Allahﷻ dengan amalan Nabi.

Lalu Sufyan berkata: “Manshur dahulunya berpuasa sunnah selama enam puluh tahun, pada malamnya dia menunaikan qiyamul lail dan siangnya berpuasa rahimahullah.

📚 Siyar A’lam An-Nubala` (5/408) karya Adz-Dzahabiy [wafat: 748].

💐Darul Hadits Mabar Yaman, Senin 20 Rajab 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Kelima Belas – Bab Pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Soal:

  1. Apa batasan seorang itu dikatakan berjimak sehingga wajib baginya kaffarah? Jawab:

🌻”Batasan yang mewajibkan kaffarah dan berlaku baginya hukum-hukum nikah yaitu apabila kepada zakar (kulup) masuk ke dalam kemaluan wanita.”

Soal:

  1. Seorang yang melakukan jimak lebih dari sekali dalam sehari berapa kali kaffarahnya ? Jawab:

🍁”Imam Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusyd dan Ibnu Qudamah menukilkan ijmak (kesepakatan Ulama) bahwa tidak ada baginya kecuali satu kaffarah saja. Karena puasanya telah batal ketika dia melakukan jimak yang pertama, jimak yang kedua dia sudah berbuka, kecuali ketika selesai jimak yang pertama kemudian membayar kaffarah kemudian jimak yang kedua di hari itu juga, maka dia wajib membayar kaffarah yang kedua menurut sebagian pendapat Ulama rahimahumullah.”

Soal:

  1. Seorang yang berjimak dengan lebih dari satu istri dalam sehari apakah kaffarahnya lebih dari satu (berulang)? Jawab:

🍀”Yang tampak bahwa kaffarahnya tidak berulang selama jimak itu terjadi di hari yang sama.”

✒(Syaikh Al-Wadi’y).

Soal:

  1. Jika seorang melakukan jimak lebih dari sehari di siang Ramadan, berapa kaffarahnya? Jawab:

🌺”Wajib baginya kaffarah setiap hari dimana dia melakukan jimak; karena puasa tiap harinya dihitung sebagai ibadah yang terpisah (berdiri sendiri). Ini adalah pendapat Kebanyakan Ulama rahimahumullah.”

Soal

  1. Jika fajar shodiq telah terbit dan seseorang sedang melakukan jimak apakah wajib baginya kaffarah? Jawab :

🌾”Jika dia mencabut kemaluannya ketika azan, maka puasanya sah, tidak ada tanggungan atasnya. Apabila dia melanjutkannya sedangkan sudah masuk waktu fajar shodiq, maka dia berdosa dan wajib membayar kaffarah jimak (siang Ramadan).”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y)

Soal:

  1. Berbuat hiyal (tipu muslihat) agar terhindar dari kaffarah dengan makan dan minum kemudian melakukan jimak, apakah dia terbebas dari kaffarah? Jawab :

🍂”Ini lebih parah dari orang yang berbuat jimak saja; karena dia telah berbuat tipu muslihat terhadap syariat, maka kaffarah lebih diwajibkan atasnya. Karena seandainya tidak wajib atasnya kaffarah terhadap yang semisal ini, maka akan menjadi alasan tidak adanya kaffarah bagi siapapun; karena sesungguhnya seseorang tidak berhasrat melakukan jimak di siang Ramadan kecuali memungkinkannya makan terlebih dahulu kemudian melakukan jimak.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

Soal:

  1. Jika seorang melakukan jimak di hari dimana dia mengqodho puasa Ramadan, apakah wajib baginya kaffarah? Jawab :

🌷”Ulama telah sepakat bahwa orang yang melakukan jimak ketika mengqodho puasa Ramadan secara sengaja, maka tidak ada kaffarah baginya. Kecuali Imam Qotadah saja yang berpendapat wajib baginya kaffarah.”

✒(Imam Ibnu Abdil Bar).

Soal:

  1. Apakah hukumnya orang yang memutus berturut-turutan puasa kaffarahnya? Jawab :

🍃”Orang yang memutus puasa kaffarah tanpa uzur syariat, maka wajib baginya memulai dari awal dua bulan berturut-turut menurut Ijmak (kesepakatan) para Ulama. Dan
barang siapa yang memutus puasa kaffarah karena uzur syar’i, seperti wanita ketika datang haidnya atau sedang sakit tidak mampu padanya berpuasa maka puasanya tetap dihukumi berturut-turut, tidak mengharuskannya memulai dari awal lagi karena terputusnya puasa bukan karena keinginannya dan kehendaknya. Allah Ta’ala tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.”

Soal:

  1. Apabila berkesinambungan (berturut-turutan) puasanya terputus karena Ramadan atau hari-hari yang diharamkan berpuasa seperti dua hari raya (Idul Fitri dan Adha), apakah hal ini memutus kesinambungan puasa kaffarah tersebut ? Jawab :

🍁”Jumhur Ulama berpendapat bahwa hal ini memutus kesinambungan puasa tersebut dan wajib baginya memulai dari awal karena memungkinkannya untuk menghindari hari tidak dibolehkan berpuasa ini, memilih dua bulan yang tidak ada hari-hari seperti ini. Sebagian Ulama mengecualikannya jika seseorang itu tidak tahu tentang datang hari raya atau Ramadan misalnya atau tidak tahu keharaman puasa di dua hari raya maka puasanya tidak terputus dan diberi uzur karena kejahilan (ketidak tahuan)nya.”

Soal:

  1. Orang yang berbuka karena jimak di siang hari Ramadan, apakah wajib atasnya mengganti puasa hari tersebut sebagai tambahan kaffarah? Jawab :

🌿”Tidak harus baginya mengqodho hari tersebut sebagai tambahan kaffarah. Sedangkan hadits yang menyebutkan wajibnya mengqodho, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata tentang Hadits ini, hadits dhaif (lemah). Dilemahkan tidak hanya satu Ulama dari Huffazh (para penghafal hadits dan ahli hadits).
Dan baginya menahan dari pembatal puasa di sisa hari tersebut, karena makannya dia misalnya setelah jimak adalah menambah pelanggaran akan kesucian bulan ini, maka semakin bertambah pula dosanya karena hal itu. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala.”

Risalah Keempat Belas – Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Risalah Keempat Belas

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:

  1. Apakah wajib bagi orang yang melihat seorang yang berpuasa sedang makan atau minum karena lupa untuk mengingatkannya bahwa dia sedang berpuasa? Jawab :

🍁”Barang siapa yang melihat seorang Muslim sedang makan atau minum di siang Ramadan atau melakukan sesuatu dari pembatal puasa yang lain, wajib baginya untuk mengingkarinya; karena menampakkan hal itu di siang hari puasa adalah kemungkaran walaupun pelakunya diberi uzur pada hal tersebut, agar manusia tidak berani menampakkan yang diharamkan Allah Ta’ala dari pembatal puasa di siang hari puasa dengan alasan lupa.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🍃”Barang siapa yang melihatnya, maka wajib baginya untuk mengingatkannya karena ini termasuk mengubah kemungkaran, sungguh Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

ُ (( مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ )).

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.”

Tidak diragukan lagi makan dan minumnya orang yang berpuasa dalam keadaan dia berpuasa adalah kemungkaran, akan tetapi dia diampuni ketika lupa karena dia tidak berdosa. Adapun orang yang melihatnya, maka sesungguhnya tidak ada uzur baginya untuk meninggalkan pengingkaran padanya.”

✒(Syaikh Al -‘Utsaimin).

Soal:

  1. Hukum puasa orang yang dipaksa melakukan pembatal dari pembatal-pembatal puasa ? Jawab:

🌺”Barang siapa dipaksa untuk berbuka sedang dia tidak mampu untuk menolaknya, puasanya sah dan tidak ada qodho puasa atasnya. Adapun apabila dia mampu untuk menolaknya sehingga dia tidak berbuka, maka wajib baginya untuk bertahan, karena pemaksaan terhadap berbuka adalah suatu kemungkaran yang wajib bagi dia mengingkarinya.”

✒(Imam Asy-Syaukani).

Soal:

  1. Seorang makan dan minum karena menyangka belum terbit fajar shodiq sedangkan sesungguhnya telah terbit fajar apakah dia harus mengganti puasanya? Jawab :

🍃”Jika dia mengetahui bahwasanya telah jelas waktu subuh, maka baginya mengqodho puasa. Adapun apabila dia tidak mengetahui apakah ketika dia makan atau minum sudah subuh atau belum, maka tidak ada qodho puasa baginya; karena pada asalnya masih adanya waktu malam.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌺Aku (penulis kitab) katakan :

“Kebanyakan para Ulama memandang qodho puasa di hari itu, jika orang berpuasa itu melakukan hal tersebut, itu untuk lebih lepas tanggungan dan berhati-hati terhadap ibadah yang agung ini. Wallahua’lam.”

Soal :

  1. Dia berbuka karena menyangka bahwa matahari telah tenggelam kemudian menjadi jelas baginya kebalikannya (matahari belum tenggelam) apakah puasanya sah ? Jawab:

🌾”Sebagian Ulama berpendapat menqodho puasa di hari itu karena perkataan Hisyam bin ‘Urwah: ‘Harus mengganti puasa’.
Sebagian ulama yang lain berpendapat: ‘Tidak mengharuskannya menqodho puasa. Sebagaimana datang riwayat Abdurrozzaq dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya manusia berbuka menyangka matahari telah tenggelam tak lama kemudian awan tersingkap dan matahari masih ada, maka orang-orang berkata : ‘kita mengqodho puasa hari ini ?’
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu berkata : Wallahi (Demi Allah), kita tidak menggantinya, kita tidak menyengaja untuk berbuat dosa.’

➡Aku (Penulis) katakan:

“Pendapat pertama lebih berhati-hati dalam ibadah yang agung ini, lebih lepas dari tanggungan. Wallahua’lam.”

Soal:

  1. Apa saja yang dimakruhkan dalam berpuasa? Jawab:

🌻”Berciuman jika membangkitkan syahwat,
bercumbu bagi orang yang masih muda yang sudah menikah, berpikir tentang hubungan suami istri,
berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung,
mengunyah luban yang sama sekali tidak terurai (tidak memiliki rasa),
mencicipi makanan tanpa adanya kebutuhan,
mengumpulkan ludah kemudian menelannya,
Berenang karena dikhawatirkan air masuk ke rongga perut,
banyak tidur,
tetes mata dan telinga,
memperbanyak pembicaraan mubah (yang dibolehkan),
bercampur baur dengan manusia tanpa kebutuhan,
menyia-nyiakan waktu,
mengeluh kepada manusia bahwasanya dia lapar atau haus,
tertinggalnya sisa makan sahur di antara gigi,
melakukan pekerjaan yang berat (seperti kerja kasar [bangunan, kuli pasar]),
mengakhirkan berbuka,
bau tidak enak di badan,
memperbanyak menu makanan dan minuman,
tidak menjaga dari menghirup udara berdebu, asap dapur dan semisalnya,
mengeraskan suara dengan berteriak,
membicarakan wanita,
mengeraskan suara ketika berdahak,
makan bawang bombay, bawang putih, kucai dan lobak kemudian datang ke masjid dalam keadaan itu,
membuang waktu dengan bermain bola.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabiy).

🌹Bab yang berkaitan dengan jimak dan pendahuluannya di siang hari Ramadan🌹

Soal:

  1. Hukum orang yang berjimak di siang Ramadan dalam keadaan dia mengetahuinya, menyengaja hal tersebut dan tanpa uzur (alasan syar’i)? Jawab:

🍂”Sepakat para Ulama bahwa dia berdosa, batal puasanya sama saja keluar mani atau tidak. Dan Jumhur (Kebanyakan) Ulama memasukkan bahwa dalam hal itu juga, hubungan yang diharamkan seperti zina atau mendatangi wanita dari duburnya.”

Soal:

  1. Apa kaffarah seorang yang jimak di siang Ramadan? Jawab:

🌿”Memerdekakan budak, jika tidak mampu atau sulit didapatkan seperti keadaan saat ini, maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu, memberi makan enam puluh orang miskin. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda kepada orang yang menjimaki istrinya di siang Ramadan:

(( هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا )).

“Apakah kamu memiliki budak, sehingga kamu harus membebaskannya?” Orang itu menjawab: “Tidak”. Lalu Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu sanggup bila harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” . Orang itu menjawab: “Tidak”. Lalu Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu memiliki makanan untuk diberikan kepada enam puluh orang miskin?”….

Soal:

  1. Jika seorang istri menuruti suaminya untuk berjimak sedangkan dia berpuasa, apakah wajib atasnya kaffarah? Jawab:

🌺”Wajib baginya taubat dan kaffarah, karena pada asalnya laki-laki dan wanita sama dalam hukum syariat kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.”

Soal

  1. Seorang menjimaki istrinya di hari ke 30 Sya’ban, kemudian dia mengetahui bahwa hari itu awal Ramadan, apa yang wajib atasnya? Jawab :

🌾”Tidak ada kaffarah baginya, tidak berdosa, dia mengqodho puasa hari tersebut saja.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Seorang menjimaki istrinya di waktu fajar subuh karena menyangka masih malam, apa yang wajib atasnya? Jawab :

🍁”Sebagian Ulama berpendapat bahwa tidak ada qodho puasa padanya dan tidak pula kaffarah baginya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: ‘Dan ini adalah pendapat yang paling benar dan serupa dengan pokok syariat dan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ini adalah qiyas ushul (pokok) Imam Ahmad dan selainnya. Bahwasanya Allah mengangkat hukuman (dosa) dari seorang yang lupa dan tidak sengaja berbuat salah. Dan orang ini telah berbuat salah secara tidak sengaja. Sungguh Allah Ta’ala telah membolehkannya makan dan jimak sampai jelas baginya benang putih atas benang hitam dari terbitnya fajar shodiq. Barang siapa yang melakukan apa yang diajak kepadanya,dan dibolehkan baginya, tidak bergampangan, maka ini lebih utama untuk mendapatkan uzur dari seorang yang lupa, Wallahua’lam.”

🍁Aku (penulis) katakan :

“Kalau dia mengganti hari tersebut itu lebih utama dan lebih bebas dari tanggungan, dan keluar dari khilaf Ulama, Wallahua’lam.”