Risalah Ketiga Puluh Delapan

🌹Risalah Ketiga Puluh Delapan🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Apakah hukum seorang imam membaca mushaf Al-Qur’an dalam salat Tarawih? Jawab:

🌷”Membaca dengan melihat mushaf Al-Qur’an pada salat Tarawih tidak mengapa dengannya, apabila imam tidak hafal, sungguh hal itu telah datang keterangan dari sebagian Salaf.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌿”Barang siapa yang hafal banyak dari Al-Qur’an, maka tidak sepantasnya dia melihat mushaf, karena melihat Al-Qur’an akan membuat sibuk dan menyibukkan yaitu: membawa, membuka dan menurunkannya, dan tidak memungkinkan bagi seseorang meletakkan kedua tangannya di atas dadanya yang itu adalah sunnah dalam salat.

➡ Akan tetapi apabila seseorang terpaksa kepada hal itu (melihat mushaf dalam salat) karena dia sebagai imam dan mengimami manusia salat tarawih, dia tidak hafal Al Qur’an, maka boleh baginya membaca dari mushaf.”

✒(Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad).

Soal:

  1. Apakah hukum membawa mushaf dari sisi makmum untuk mengikuti bacaan imam dalam salat tarawih ? Jawab:

🍃”Membawa Al-Qur’an untuk tujuan ini menyelisihi sunnah dari beberapa sisi :
1). Seseorang akan luput untuk meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya ketika berdiri.
2). Mengantarkan kepada gerakan-gerakan yang banyak yang tidak diperlukan yaitu membuka mushaf, menutupnya, meletakkannya di ketiak, di saku dan selainnya.
3). Sesungguhnya itu pada hakikatnya menyibukkan orang yang salat.
4). Orang yang salat terluput dari melihat ke arah tempat sujud. Kebanyakan Ulama memandang bahwa melihat ke tempat sujud adalah sunnah yang di utamakan.
5). Orang yang melakukan hal tersebut, bisa jadi lupa bahwa dia dalam keadaan salat, jika dia tidak menghadirkan hatinya kalau dia sesungguhnya sedang salat. Berbeda dengan orang yang khusyuk dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, menundukkan kepalanya ke arah sujud, maka dia akan lebih dekat untuk menghadirkan hati bahwa dia dalam keadaan salat di belakang imam.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Hukum salah seorang makmum membawa mushaf untuk membenarkan bacaan imam jika keliru pada salat Tarawih? Jawab:

🌿”Apabila seorang makmum membawa mushaf dan membukanya untuk imam karena adanya keperluan, barangkali ini tidak mengapa, adapun apabila setiap orang memegang Al-Qur’an, maka ini menyelisihi sunnah.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Seorang imam terlalu cepat dalam salat Tarawihnya sampai hampir-hampir makmum tidak dapat menyempurnakan bacaan Al-Fatihah, apakah yang harus kita lakukan? Jawab:

🍂”Disyariatkan baginya untuk mencari imam lain, yang membaca Al-Qur’an dengan tartil dan tumakninah dalam salat, apabila itu tidak mudah baginya, maka dia salat tarawih sendirian di rumahnya, sepantasnya bagi sesepuh (orang yang dihormati) dari makmum (jamaah) untuk menasihati imam ini sampai dia membaca dengan tartil dan tumakninah; dikarenakan Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ )).

“Agama itu adalah nasihat.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Bagaimana hukum seorang imam yang mencukupkan bacaannya dalam salat Tarawih dengan membaca seayat atau dua ayat dari surat Al-Baqarah sebagai misal? Jawab:

🌺”Yang disyariatkan bagi imam salat Tarawih adalah memanjangkan bacaannya yang tidak memberatkan bagi makmum, dan kalau tidak, hendaklah dia membaca sejumlah ayat dalam satu rakaat. Adapun memperpendek bacaan setiap rakaat dengan membaca satu atau dua ayat, maka hendaklah ini yang utama adalah ditinggalkan; dikarenakan ini menjadikan makmum luput dari mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang panjang dan menjadi sebab terhalanginya mereka dari pahala dan ganjaran. Dan bagi imam masjid agar bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam salat mereka, dan menjadi penasihat bagi saudaranya kaum Muslimin, menyemangati mereka dalam salatnya, bersemangat dalam tersampaikannya kebaikan bagi mereka.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Seorang imam mengimami dengan bacaan kurang lebih satu halaman dalam satu rakaat kemudian sebagian makmum merasa keberatan, bagi mereka ini bacaan panjang, apakah imam memperpendek bacaannya? Jawab:

🌾”Bacaan imam ini pada sholat tarawih pada setiap rakaat satu halaman bukanlah terhitung bacaan panjang bahkan bacaan sedang sekalipun tidak mendekati bacaan pendek dan ini mencocoki sebagian besar makmum,
➡ Apabila diperkirakan di sana ada seorang atau dua orang tidak mampu hal itu, perkara dalam salat sunnah luas, walhamdulillah, memungkinkan untuk keduanya salat dalam keadaan duduk, mereka jika salat dalam keadaan duduk karena berat baginya untuk berdiri, maka mereka salat dalam keadaan duduk karena adanya uzur. Barang siapa yang salat duduk karena uzur ditulis baginya pahala salat berdiri, maka aku memandang agar imam meneruskan apa yang dia berjalan di atasnya dari bacaan ini, dan aku tidak memandang bacaan ini terhitung panjang yang terlarang darinya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apa hukumnya terus menerus membaca surat Al-A’la, Al Kaafirun dan Al Ikhlas pada salat Witir? Jawab:

🍀”Ini adalah yang lebih utama, mencontoh Nabi ‎ﷺ; karena dahulu Beliau ‎ﷺ membaca surat Al-A’la , Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash pada 3 rakaat dalam salat Witir. Akan tetapi bila seseorang terkadang meninggalkannya pada sebagian waktu untuk mengajari manusia bahwa itu bukanlah suatu kewajiban, maka ini tidak mengapa, seperti apa yang dikatakan sebagian generasi Salaf dalam meninggalkan bacaan surat As-Sajdah dan Al-Insan di sebagian waktu pada salat Subuh di hari Jum’at, agar manusia mengetahui bahwa hal itu bukanlah kewajiban.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah hukum seorang imam yang berusaha melembutkan hati-hati manusia dengan terkadang mengubah nada suaranya pada saat bacaan salat tarawih? Jawab:

🌻”Apabila perbuatan ini dalam batasan syariat tanpa berlebihan, maka ini tidak mengapa, tidak berdosa; oleh sebab itu Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Nabi ‎ﷺ : ‘Seandainya aku mengetahui engkau mendengarkan bacaanku akan ku perindah untukmu seindah-indahnya.’

➡Yakni: memperbagus dan menghiasinya, apabila sebagian orang memperbagus suaranya atau membacanya dengan suara yang melembutkan hati-hati, maka aku memandang hal tersebut tidak mengapa. Akan tetapi berlebihan dalam hal ini dalam keadaan tidaklah melewati ayat Al-Qur’an kecuali melakukan seperti ini, aku memandang bahwa ini berlebihan dan tidaklah sepantasnya dilakukan. Wallahua’lam.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum pengulangan imam bacaan pada sebagian ayat rahmat atau azab?
    Jawab:

🌳”Aku tidak mengetahui dalam hal ini adanya larangan untuk menghasung orang agar menadaburi, khusyuk dan mengambil faedah. Sungguh telah diriwayatkan dari Rasulullah ‎ﷺ bahwasanya Beliau mengulang-ulang firman Allah Ta’ala:

{ إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ }.

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 118).

Rasulullah ‎ﷺ banyak mengulanginya. Akan tetapi jika dia memandang pengulangan itu menggelisahkan mereka dan terjadi dengan sebab itu suara gaduh dari tangisan, maka meninggalkan mengulang-ulang ayat lebih utama.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🍁”Mengulang-ulang ini disyariatkan pada salat sunnah terkhusus salat malam, telah datang hal itu hadits-hadits yang tidak selamat dari pembicaraan akan tetapi dari keseluruhan sanadnya menunjukkan atas disyariatkannya hal itu.

Sungguh telah datang hadits riwayat Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh Al-Albany dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ‎ﷺ salat malam dengan membaca ayat dan mengulang-ulanginya sampai menjelang subuh. Dan asalnya pengulangan bacaan adalah pada salat sendirian, akan tetapi boleh melakukannya bersama jamaah dengan menjaga keadaan jamaah sehingga tidak memberatkan mereka.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam).

Soal:

  1. Apakah hukum mengeraskan suara tangisan? Jawab:

🌼”Tidak sepantasnya; dikarenakan ini akan mengganggu orang dan memberatkan mereka, mengacaukan kepada jamaah dan imam, dan yang selayaknya bagi seorang mukmin menjaga agar suara tangisnya tidak terdengar, berhati-hati dari riya’, karena sesungguhnya setan akan menyeretnya kepada riya’, dan telah dimaklumi, bahwa sebagian orang hal itu bukanlah kemauannya bahkan tangisan mengalahkannya tanpa dia maksudkan, ini dimaafkan apabila bukan karena kehendaknya. Sungguh telah datang dari Nabi ‎ﷺ bahwa bila Beliau ‎ﷺ membaca mendidih dadanya seperti didihan air mendidih karena menangis.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Risalah Terakhir Keempat Puluh Tujuh

🌷Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih🌷

🌹Risalah Terakhir Keempat Puluh Tujuh🌹

Soal:

  1. Sebutkan sebagian kesalahan yang terjadi di dalamya dari sebagian orang yang berpuasa? Jawab:

🌾”Kesalahan-kesalahan sebagian orang yang berpuasa, aku telah menyarikannya -segala puji Allah Ta’ala- dari sebagian tulisan-tulisan dan kitab-kitab dalam hal puasa dengan sedikit tambahan:

1). Menahan dari makan dan minum sebelum azan subuh karena untuk kehati-hatian (waktu imsak).
2). Keyakinan sebagian mereka bahwa apabila telah terbit fajar shodiq (waktu subuh) sedangkan dia dalam keadaan junub, bahwa puasanya batal.
3). Penggunaan sebagian wanita obat penahan haidh karena ingin tetap puasa, bersamaan itu akan berpengaruh (tidak baik) atas mereka.
4). Mengucapkan niat puasa.
5). Meninggalkan siwak di siang Ramadan, terlebih khusus setelah tergelincir matahari.
6). Tidak membiasakan anak-anak untuk latihan berpuasa, bersama adanya kemampuan pada mereka.
7). Keyakinan sebagian orang bahwa keluarnya darah dari luka sekalipun sedikit, itu membatalkan puasa.
8). Sibuk dengan urusan berbuka (misalnya berkata: ‘ini sudah gelap dan waktunya berbuka, muazin belum azan lagi’, untuk menyegerakan berbuka dengan melihat tanda matahari telah tenggelam) dari mengikuti azan Maghrib.
9). Menyambutnya sebagian Muslimin untuk Ramadan dengan berlebihan dalam membeli macam makanan dan minuman dengan jumlah besar-besaran sebagai ganti dari mempersiapkan diri untuk beramal ketaatan dan melakukan pengiritan, menyantuni orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
10). Menyegerakan sahur, di mana sudah selesai makan sahur sebelum waktu subuh dengan jarak yang masih lama, sedangkan Sunnahnya adalah mengakhirkan sahur.
11). Menyengaja makan dan minum di tengah azan Subuh.
12). Tidak mengingatkan orang yang makan dan minum karena lupa di siang Ramadan.
13). Kelalaian sebagian orang yang berpuasa dari doa bagi orang yang telah memberikan buka puasa untuk mereka.
Telah datang dari Nabi ‎ﷺ dari hadits Abdullah bin Az-Zubair bahwasanya beliau ‎ﷺ berbuka di tempat Sa’d, kemudian bersabda :

(( أَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُون وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلَائِكَةُ وأَكَلَ طَعَامَكُمْ الْأَبْرَارُ )).

” Dan orang-orang yang berpuasa telah berbuka di sisi kalian, para malaikat telah bershalawat (berdoa) kepada kalian, dan yang telah memakan makananmu adalah orang-orang yang baik .”

Adapun tambahan:

(( وَذَكَرَكُمُ الله فِيمَن عِندَهُ ))

“Dan Allah akan menyebut mereka kepada siapa saja yang di sisi-Nya”

Tidaklah ada asalnya, sepantasnya ditinggalkan.

14). Mengakhirkan salat Dhuhur dan Ashar dari kedua waktunya karena rasa kantuk menguasai mereka.
15). Mengakhirkan berbuka Puasa.
16). Kesibukan sebagian Muslimin dalam 10 hari terakhir Ramadan untuk membeli baju lebaran dan semisalnya.
17). Merasa beratnya sebagian orang sakit dari berbuka padahal terdapat kesulitan dalam melanjutkan puasa mereka.
‎18). Merasa beratnya sebagian orang yang mengadakan safar dari berbuka, padahal didapati kesulitan atas mereka.
19). Pengingkaran atas orang yang berbuka dari orang yang mengadakan safar, dan seakan-akan dia telah berbuat keharaman.
20). Cepat untuk marah, berteriak-teriak dan berkata kotor di siang bulan Ramadan.
21). Membuang sia-sia waktu-waktu yang utama dari siang Ramadan untuk mengikuti perlombaan di televisi dan apa yang mengiringinya itu dari musik, nyanyian, dan sinetron yang sendu.
22). Cepat dalam membaca Al-Qur’an Al-Karim tanpa menadaburinya dan membacanya secara tartil.

🍃Dengan ini kami telah mendapatkan keutamaan dari Allah Ta’ala dan karunia-Nya, kami telah selesaikan dari Risalah ini, Kami mohon kepada Allah supaya bermanfaat dengannya, dan menjadikannya ikhlas karena mengharap wajah-Nya yang Mulia.

✒Abu ‘Amr Nurud Din bin ‘Aliy As-Suda’iy -hafizhahullah-,

Bulan Rajab 1441 H,
Shalawat dan Salam semoga terlimpah kepada Rasulullah ‎ﷺ.

Risalah Keempat Puluh Enam

🌹Risalah Keempat Puluh Enam🌹

🌷Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Sebutkan sebagian teknologi pengobatan modern di bidang kedokteran masa kini beserta keterangan hukumnya, apakah membatalkan puasa atau tidak? Jawab :

🌼”Teknologi pengobatan modern dalam bidang kedokteran banyak dan beragam, sebagiannya mirip zaman dahulu. Dan ini sebagiannya beserta penjelasannya dari yang membatalkan puasa dan tidak :

1). Obat Gosok (Vaselin), Balsam dan Koyo Kesehatan:

🌿Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berbicara tentang hal itu bahwasanya tidaklah membatalkan puasa. Dan Majmu Al-Fiqh Al-Islami sependapat dengan ini. Bahkan sebagian mereka menghikayatkan ijmak Ulama masa sekarang atas hal itu.

2). Ring Jantung atau Stent:

yaitu tabung kecil halus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah di jantung untuk pengobatan (sumbatan, penumpukan plak) atau pemotretan (analisa).

➡ Majmu Al-Fiqh Al-Islamiy berpendapat bahwasanya ini tidak membatalkan puasa karena bukan makan atau minum dan bukan pula dalam makna keduanya. Dan tidak masuk ke lambung.

3). Cuci darah

Ada 2 cara :

➡ 1). Hemodialysis,

Mencucinya dengan mesin khusus yang dinamakan alat cuci darah; di mana darah diambil ke alat ini, dan alat ini melakukan pembersihan darah dari unsur-unsur yang berbahaya (racun, limbah dan cairan pada darah); kemudian darah bersih dialirkan kembali ke badan lewat pembuluh darah. Dan ketika di tengah proses ini kadang dibutuhkan infus yang mengandung bahan makanan yang dberikan melalui pembuluh.

➡ 2. Dialisis peritoneal,

Dengan cara selaput dalam rongga perut sebagai penyaring. Peritoneum memiliki ribuan pembuluh darah kecil yang berfungsi selayaknya ginjal. Sayatan kecil dibuat di dekat pusar untuk jalan masuk selang khusus atau kateter. Kateter ini akan ditinggal di dalam rongga perut secara permanen. Fungsinya untuk memasukkan cairan dialisat, yaitu cairan yang mengandung gula tinggi gunanya untuk menarik zat limbah dan kelebihan cairan dari pembuluh darah sekitar, ke dalam rongga perut. Setelah selesai, cairan dialisat yang sudah mengandung zat sisa dialirkan ke kantong khusus yang akhirnya dibuang. Lalu diganti dengan cairan segar yang steril.(Alo Dokter).

🍂Dan yang dikuatkan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dan fatwa Lajnah Daimah bahwa cuci darah membatalkan puasa; dikarenakan cuci darah adalah darah disuplai darah bersih, dan terkadang disuplai bahan makanan yang lain; sehingga terkumpulah dua hal pembatal puasa.

Catatan:

📌Seandainya terjadi sekadar pembersihan darah saja maka sesungguhnya tidak membatalkan puasa, akan tetapi yang terjadi dalam cuci darah adanya suplai sebagian bahan makanan, kandungan garam dan selain yang demikian itu.

4). Kapsul atau obat yang dimasukkan lewat kemaluan wanita,
dan contohnya: pencuci (pembersih) vagina;

➡ Menurut pendapat Malikiyyah dan Hanabilah: bahwa seorang wanita apabila diteteskan dalam kemaluannya suatu cairan maka sesungguhnya itu tidak membatalkan. Dan mereka memberikan alasan yang demikian itu bahwa tidak ada di sana hubungan antar kemaluan wanita dan rongga perut.

➡ Adapun pendapat kedua, yaitu pendapat Hanafiyyah dan Syafi’iyyah: bahwa seorang wanita batal puasanya dengan sebab itu.
Dan alasan mereka: adanya hubungan antara kandung kencing dan kemaluan wanita.

➡ Dan pengobatan modern berkata: bahwa tidak ada jalur pertemuan antara alat reproduksi wanita dan antara rongga perut wanita, oleh karena ini, tidaklah batal dengan perkara-perkara itu.

5). Obat atau kapsul yang dilakukan lewat dubur,

Dan digunakan untuk beberapa tujuan kedokteran, untuk meringankan suhu panas dan meringankan rasa sakit ambeien,

🌱Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: ‘Bahwasanya itu tidak membatalkan puasa; dikarenakan itu mengandung bahan obat, dan bukan cairan makanan, maka bukanlah makanan dan minuman atau bukan pula bermakna keduanya.

6). Anuscopi (pemeriksaan menggunakan alat kaku, dengan instrumen tubular kecil disebut anoscope)

Kadang Dokter memasukkan teleskop pada dubur ada pada untuk mengetahui keadaan usus (bawasir, fistula); perincian masalah ini sama dengan perincian teleskop yang dimaksukkan pada lambung (endoskopi pada Soal 103 yaitu apabila dalam teleskop tersebut terdapat pelumas (gel) yang sampai ke lambung maka batal puasa, apabila kering maka tidak batal sekalipun sampai lambung.

7). Sesuatu yang dimasukkan lewat jalan kemaluan laki-laki, baik teleskop, larutan atau obat.

🌺Para Ulama telah berbicara tentangnya sejak dulu,

➡ Menurut pendapat Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah bahwa: tetesan (larutan) ke dalam saluran kencing tidaklah membatalkan puasa, walaupun sampai ke kandung kemih; dikarenakan tidaklah di sana jalur pertemuan antara kemaluan laki-laki dengan rongga perut.

Dan yang mensahihkan dari pendapat Syafi’iyyah: ‘Bahwasanya itu membatalkan puasa; dikarenakan di sana terdapat jalur pertemuan antara kandung kemih dan rongga perut.

➡ Dan dalam pengobatan modern: Tidaklah ada hubungan antara saluran kencing dan alat pencernaan. Oleh karenanya, tidaklah membatalkan puasa.

8). Tablet yang diletakkan di bawah lidah untuk mengobati angina (nyeri dada) jantung,
dan dia akan terserap secara langsung, dan darah akan membawanya menuju jantung sehingga berhentilah nyeri dada yang menimpa jantung: tidaklah ini membatalkan puasa; dikarenakan tidalah masuk ke dalam perut sesuatu pun bahkan terserap di mulut .

9). Pembersih telinga terbagi menjadi dua hal:

➡ 1. Apabila gendang telinga ada (tertutup) maka tidak membatalkan,

➡ 2. Apabila gendang telinga ada padanya lubang (pecah) maka membatalkan; dikarenakan cairan yang masuk banyak.”

Selesai diringkas dari Risalah “Al-Mufaththirat Al-Mu’asharah” karya Syaikh Al Musyaiqih.

Risalah Keempat Puluh Lima – Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih

🌹Risalah Keempat Puluh Lima🌹

🌷Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Apakah wanita dilarang dari mendatangkan anak-anaknya ke masjid? Jawab:

🌴”Para wanita tidak dilarang dari mendatangkan anak-anaknya ke masjid di bulan Ramadan; sungguh As-Sunnah telah menunjukkan atas kedatangan para wanita dan bersama mereka anak-anaknya di zaman Nabi ‎ﷺ ; sebagaimana hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

عنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:” إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ “.

Dari Anas bin Malik dia berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saat aku shalat dan ingin memanjangkan bacaanku, tiba-tiba aku mendengar tangisan anak sehingga aku pun memendekkan salatku, sebab aku tahu ibunya akan susah dengan adanya tangisan tersebut.”

➡ Akan tetapi wajib bagi mereka untuk bersemangat untuk menjaga masjid dari najis dengan menjaga anak-anak ketika tidur dan selainnya (dari ngompol atau BAB).”

✒(Syaikh Muhammad bin Ibrahim).

  1. Apakah hukum menggoyang-goyangkan atau memiringkan badan ketika membaca Al-Qur’an? Jawab:

🌸”Menggoyang-goyangkan badan ketika membaca Al-Qur’an termasuk kebiasaan yang wajib ditinggalkan; dikarenakan ia meniadakan adab bersama kitab Allah Azza wa Jalla; dikarenakan yang dituntut ketika membaca Al-Qur’an adalah mendengarkan dengan seksama (menadaburi), diam dan meninggalkan banyak gerakan dan perbuatan sia-sia; supaya bisa bagi pembacanya mencurahkan perhatiannya dan bagi pendengar untuk menadaburi Al-Qur’an Al-Karim dan khusyuk mendengarkan ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Dan sungguh Ulama telah menyebutkan bahwa yang demikian itu termasuk kebiasaan orang-orang yahudi ketika membaca kitab mereka, sedangkan kita dilarang untuk menyerupai mereka.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah keutamaan Umroh di bulan Ramadan? Jawab :

🍁”Keutamaannya sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( فَعُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي )).

“Umroh di bulan Ramadan, pahalanya sama dengan naik haji bersamaku.”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

🌻Berkata Ibnul Arabiy rahimahullah:

“Hadits Umroh ini sahih, itu adalah keutamaan dan kenikmatan dari Allah. Sungguh Umroh itu mencapai fadhilah (keutamaan) Haji dengan digabungkan Ramadan kepadanya (ditunaikannya di bulan Ramadan).”

Soal:

  1. Apakah tertunaikan Haji Islam dengan menunaikan Umroh di bulan Ramadan? Jawab :

🍀”Kedudukan Umroh di bulan Ramadan sama dengan naik haji dari sisi pahalanya. Bukan menyamainya dalam segala sesuatu, karena kalau dia wajib Haji kemudian dia Umroh di bulan Ramadan tidak menggugurkan dari kewajiban haji Islam.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

Soal:

  1. Apabila masjid penuh dengan jamaah, Apakah boleh bagi mereka salat di kanan imam? Jawab:

🌺”Jika jamaah penuh di masjid maka tidak mengapa mereka salat di kanan dan kiri imam, atau kanannya saja. Dan tidak dianggap jamaah yang di sampingnya adalah shof pertama. Karena shof pertama adalah shof yang langsung di belakang imam.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Bagaimana seorang yang puasa banyak tidur ? Jawab:

🌾”Seorang yang berpuasa terus-menerus tidur pada kebanyakan waktu siangnya adalah bentuk kekurangan darinya. Terlebih-lebih lagi di bulan Ramadan adalah waktu yang mulia, sepantasnya seorang muslim mengambil faedah dengan apa yang mendatangkan manfaat baginya, dari memperbanyak membaca Al-Qur’an, mencari rezeki dan ilmu Agama.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apa nasihatmu bagi orang yang keinginan besarnya di bulan Ramadan adalah makanan dan memperbanyak tidur? Jawab :

🍂”Aku memandang bahwa ini pada hakikatnya terkandung di dalamnya menyia-nyiakan waktu dan uang. Apabila manusia tidaklah ada bagi mereka keinginan kecuali makanan yang beragam, tidur di siang hari dan begadang di malam hari dalam perkara yang tidak bermanfaat bagi mereka, maka ini tidak diragukan adalah menyia-nyiakan kesempatan besar yang mungkin tak terulang lagi kepadanya selama hidupnya. Maka seorang yang hebat (punya tekad kuat) adalah dia yang berjalan di bulan Ramadan atas apa yang sepantasnya dari tidur di awal malam, salat Tarawih, salat di akhir malam jika mudah baginya, begitupula tidak berlebihan dalam makan dan minum, dan sepantasnya bagi yang memiliki kemampuan bersemangat memberi makan orang yang berpuasa di masjid atau di tempat lain; dikarenakan orang yang memberikan makan seorang yang berpuasa baginya pahala semisal pahala orang tersebut. Apabila seorang memberikan makan (buka) saudara-saudaranya, maka sungguh baginya pahala semisal pahala mereka. Maka sepantasnya orang yang Allah Ta’ala beri kekayaan mengambil kesempatan sampai dia mencapai pahala yang banyak.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah orang yang berlebih-lebihan dalam menyediakan makanan untuk buka puasa akan mempersedikit pahala puasanya? Jawab :

🌷”Tidak mempersedikit pahala puasanya. Perbuatan haram setelah selesainya puasa tidak mempersedikit pahalanya akan tetapi masuk ke dalam firman Allah Ta’ala:

{ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ إِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ }.

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 31)

Maka berlebih-lebihan itu sendiri adalah haram. Dan berhemat adalah separuh penghasilan, apabila mereka mempunyai kelebihan maka hendaklah bersedekah dengannya. Maka itu adalah yang utama.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Bagaimana hukumnya uang program buka puasa yang tersisa? Jawab:

🌿”Uang buka puasa yang tersisa di bulan Ramadan tahun yang telah lewat untuk tahun yang akan datang. Karena donatur uang ini mengkhususkan untuk orang yang berpuasa maka tidak boleh mengalokasikannya untuk yang lain. Karena tempat penyalurannya tidak terputus, tidak pula menganggur, maka ditunggu sampai datang bulan Ramadan berikutnya, kemudian dibelanjakan kepada apa yang telah dikhususkan dengannya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah seorang yang berpuasa mengeraskan perkataannya: “Aku sedang berpuasa” kepada orang yang mencela atau mengajaknya berkelahi?
    Jawab :

🍃” Boleh mengeraskan perkataannya baik itu puasa wajib atau sunnah, karena Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ )).

“Jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan ‘Aku orang yang sedang puasa’.”

📚HR. Bukhari dan Muslim.

➡ Dan asal perkataan adalah jelas (tampak) bukan tersembunyi. Dan karena yang demikian itu termasuk mengingatkan seorang yang melampaui batas, dan agar diketahui bahwasanya orang yang puasa tidak meninggalkan untuk membela dirinya karena takut, hanya saja dia meninggalkannya karena sedang berpuasa.

➡ Apabila puasa sunnah maka dia berupaya menjaga jiwanya untuk ikhlas dalam perkataannya karena dikhawatirkan dia terjatuh dalam riya`.”

Risalah Keempat Puluh Empat – Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih

🌹Risalah Keempat Puluh Empat🌹

🌷Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Apa yang seharusnya dilakukan dari memberikan nafkah di bulan Ramadan? Jawab:

🌾”Manusia memilih untuk memperbanyak kedermawaman dan perbuatan kebaikan di bulan Ramadan, mengikuti Rasulullah ‎ﷺ dan Salafush Shalih setelah Beliau ‎ﷺ; karena Ramadan adalah bulan mulia, sungguh manusia telah sibuk di dalamnya dengan berpuasa daripada mencari nafkah, disunnahkan bagi seseorang untuk melapangkan pemberian bagi anak-anaknya dan berbuat kebaikan kepada orang yanh masih memiliki hubungan rahim dan tetangganya, terutama pada 10 hari terakhir.”

✒(Imam Al-Maawardiy).

Soal:

  1. Apa dalilnya akan tadarus Al-Qur’an di bulan Ramadan dan membacanya lebih banyak daripada di bulan selainnya? Jawab:

🍁”Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ .

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling pemurah terutama pada bulan Ramadan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan, di mana Jibril ‘alaihis salam mengajarinya Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih pemurah daripada angin yang berhembus.”

📚 HR. Bukhori dan Muslim.

🌺Berkata Ibnu Rajab rahimahullah:

“Hadits ini menunjukkan dalil bahwa disunnahkannya mempelajari Al-Qur’an di bulan Ramadan dan berkumpul atas itu. Dan di dalamnya terdapat dalil disunnahkannya memperbanyak tilawah Al-Qur’an di bulan Ramadan.”

Soal:

  1. Bagaimana keadaan generasi Salaf bersama Al-Qur’an di bulan Ramadan? Jawab:

🌱”Dahulu sebagian Salaf mengkhatamkan Al-Qur’an dalam salat malam di bulan Ramadan setiap 3 malam, sebagian lagi tiap 7 malam, di antaranya: Imam Qotadah dan sebagian lagi setiap 10 malam, di antaranya: Imam Abu Rajaa` Al-‘Uthoridiy.

➡ Dahulu salaf membaca Al-Qur’an di bulan Ramadan dalam salat dan selainnya. Dahulu Imam Al-Aswad mengkhatamkan di setiap 2 malam di bulan Ramadan, Dahulu Imam An-Nakho’i melakukan itu di 10 terakhir Ramadan secara khusus (2 malam), adapun di bulan-bulan yang lain dalam 3 malam.

➡ Dahulu Imam Qotadah selalu mengkhatamkan Al-Qur’an pada setiap 7 malam, pada bulan Ramadan setiap 3 malam, pada 10 hari terakhir setiap malam. Dahulu Imam Syafi’i di bulan Ramadan mengkhatamkan Al-Qur’an 60 kali, beliau membacanya di luar salat. Dan dari Imam Abu Hanifah semisalnya.
➡ Dahulu Imam Qotadah mengajari Al-Qur’an di bulan Ramadan. Dahulu Imam Az-Zuhriy jika masuk bulan Ramadan berkata: ‘Hanya saja dia adalah bulan tilawah Al-Qur’an dan memberi makan.

➡ Berkata Imam Ibnu Abdul Hakam: ‘Dahulu Imam Malik apabila masuk bulan Ramadan menghindar dari membaca hadits dan duduk bersama Ulama dan memfokuskan tilawah Al-Qur’an dari mushaf.’

➡ Berkata Imam Abdur Rozzaq: ‘Dahulu Imam Sufyan Ats-Tsaury meninggalkan semua ibadah sunnah (semisal membacakan hadits kepada manusia) dan memfokuskan tilawah Al-Qur’an.’

➡ Dahulu Aisyah radhiyallahu ‘anha membaca mushaf di awal siang Ramadan maka apabila matahari terbit beliau tidur.

➡ Berkata Imam Sufyan: ‘Dahulu Zubaid Al-Yaamiy apabila masuk bulan Ramadan menghadirkan mushaf-mushaf dan mengumpulkan sahabat-sahabat (murid-murid)nya.

➡ Hanya saja datang pelarangan dari membaca Al-Qur’an kurang dari 3 hari (malam) apabila dilakukan terus menerus atas hal itu. Adapun di waktu-waktu utama seperti bulan Ramadan terutama di malam yang dicari di dalamnya Lailatul Qadar atau pada tempat-tempat utama seperti Makkah bagi orang yang memasukinya yang dia itu bukan termasuk penduduknya, maka disunnahkan untuk memperbanyak di dalamnya dari tilawah Al-Qur’an karena untuk memanfaatkan keutamaan waktu dan tempat, dan ini pendapat Imam Ahmad, Ishaq dan selain keduanya dari para Imam. Atasnya menunjukkan amalan selain mereka sebagaimana telah lewat penyebutannya.”

✒(Imam Ibnu Rajab).

Soal:

  1. Berapa kali seharusnya bagi orang yang berpuasa mengkhatamkan Al-Qur’an? Jawab :

🍀”Pilihan atas hal itu berbeda karena berbedanya individu. Barang siapa yang jelas baginya dengan pemikiran yang jitu, kelembutan dan kebaikan maka dia mencukupkan atas kemampuan yang ada padanya, kesempurnaan pemahaman apa yang dibacanya. Begitu pula orang yang sibuk dengan menyebarkan ilmu atau selainnya dari perkara penting dalam agama dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin secara umum, maka dia mencukupkan dengan kemampuan yang ada, yang tidak menyebabkan terjadinya kekurangan terhadap apa yang dia awasi. Apabila seorang itu bukan termasuk yang disebutkan maka perbanyaklah apa yang memungkinkannya, dengan tanpa keluar kepada batas jenuh dan cepat dalam membaca saja.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

Soal:

  1. Apa yang sepantasnya dilakukan bagi orang yang Allah Ta’ala berikan rezeki bersuara merdu ketika membaca Al-Qur’an? Jawab :

🌼”Sepantasnya bagi orang yang diberikan rezeki suara merdu ketika membaca Al-Qur’an agar dia mengetahui bahwa Allah Ta’ala sungguh telah mengkhususkannya dengan kebaikan yang besar. Maka hendaklah dia mengetahui nilai yang Allah mengkhususkan dia dengannya. Dan hendaklah dia membaca karena Allah Ta’ala bukan karena makhluk. Dan hendaklah dia berhati-hati dari kecenderungan memperdengarkan sesuatu darinya untuk mengambil keuntungan dari pendengar, bersemangat dalam perkara dunia. Barang siapa yang jiwanya cenderung kepada apa yang aku telah larang darinya maka aku mengkhawatirkannya bahwa bagusnya suaranya akan menjadi fitnah padanya sedangkan dahulu (awal) maksudnya adalah untuk memperdengarkan Al-Qur’an; supaya orang yang lalai mendapat peringatan dari kelalaiannya sehingga mereka mencintai apa yang Allah Azza wa Jalla mencintainya (dari melakukan amalan ketaatan), dan supaya mereka berhenti dari apa yang Dia Azza wa Jalla larang darinya. Maka barang siapa ini adalah akhlaknya (perangainya) maka dia akan mendapat manfaat dengan bagusnya suaranya dan akan memberikan manfaat dengannya manusia.”

✒(Imam Al-Aajurriy).

Soal:

  1. Manakah yang lebih utama membaca Al-Qur’an atau mendengarkan murottal salah seorang qori’ lewat kaset (mp3 atau semisalnya?? Jawab:

🍃”Yang lebih utama adalah dia mengerjakan dengan apa yang lebih baik untuk hatinya dan memberi pengaruh di dalamnya dari membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan seksama; dikarenakan maksud dari membaca Al-Qur’an adalah menadaburi dan memahami maknanya, dan beramal dengan apa yang ditunjukkan Kitabullah ‘Azza wa Jalla.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah yang lebih utama di bulan Ramadan, memfokuskan diri untuk membaca Al-Qur’an atau mengabungkan antara Al-Qur’an dan menuntut ilmu? Jawab:

🍂”Jika didapati orang yang bisa diambil ilmunya maka ambillah ilmu darinya. Dan menggabungkan antara membaca Al-Qur’an dan sibuk dengan berzikir dengan belajar ilmu agama; dikarenakan tidak akan terus menerus dalam membaca Al-Qur’an di setiap waktu pada umumnya, maka apabila didapati kesempatan agar menghadiri pelajaran dari pelajaran-pelajaran maka ini adalah hal yang baik.”

✒(Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad).

Soal:

  1. Apakah hukum bacaan Al-Qur’an sebagian imam dalam salat fardhu berurutan dari surat Al-Fatihah sampai An-Nas? Jawab :

🍁”Meninggalkan hal ini lebih utama, keberadaannya memilih sebagian surat dan ayat lebih utama karena mengikuti Rasulullah ‎ﷺ dan Khulafa Ar Rasyidiin.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🌿Faedah:

Dalam Masaail Al Imam Ahmad bin Hanbal riwayat anaknya Abdullah halaman 83-84:
Berkata Abdullah bin Ahmad: “Aku bertanya pada ayahku mengenai seorang yang membaca Al-Qur’an seluruhnya dalam salat fardhu?
Beliau menjawab : ‘Aku tidak mengetahui seorangpun melakukan hal ini’.”

Soal:

  1. Apa pendapatmu terhadap orang yang lebih khusyuk ketika mendengarkan doa daripada Al-Qur’an? Jawab:

🌻”Ini bukan kemauannya, dikarenakan jiwa kadang-kadang tersentuh dalam doa dan tidak tersentuh dalam sebagian ayat. Akan tetapi sepantasnya dia mengobati jiwanya dan khusyuk dalam bacaan Al-Qur’an lebih besar daripada kekhusyukannya dalam doanya; dikarenakan khusyuk dalam membaca Al-Qur’an lebih penting. Apabila dia khusyuk dalam membaca Al-Qur’an dan doa seluruhnya maka itu semuanya baik; dikarenakan khusyuk dalam doa juga termasuk sebab dikabulkannya.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Risalah Keempat Puluh Tiga – Bab Seputar Berbagai Pembahasan Terkait Puasa dan Salat Tarawih

Soal:

  1. Apakah hukum mengadakan pesta (acara makan-makan) karena bertepatan mengkhatamkan Al-Qur’an pada salat Tarawih? Jawab :

🔥”Acara ini tidak ada dalilnya dari Sunnah dan yang lebih utama adalah meninggalkannya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum doa dalam slat ketika mengkhatamkan Al-Qur’an? Jawab:

🔥”Khataman Al-Qur’an yang didoakan dengan sebabnya di akhir Ramadan tidak ada dalilnya dari Sunnah Rasulullah ‎ﷺ, tidak pula dari para Khulafaur Rasyidin, tidak juga dari salah satu sahabat pun. Adapun yang datang dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya jika beliau mengkhatamkan Al-Qur’an mengumpulkan keluarganya kemudian dia berdoa untuk mereka.”

عَن ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ قَالَ كَانَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ إِذَا أَشْفَى عَلَى خَتْمِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ بَقَّى مِنْهُ شَيْئًا حَتَّى يُصْبِحَ فَيَجْمَعَ أَهْلَهُ فَيَخْتِمَهُ مَعَهُمْ .

Dari Tsabit Al-Bunani ia berkata; Apabila Anas bin Malik hampir mengkhatamkan Al-Qur’an di malam hari, ia menyisakan sedikit dari Al-Qur’an hingga waktu pagi. Lalu ia mengumpulkan keluarganya, kemudian ia mengkhatamkan Al Qur’an bersama mereka.”

📚 HR. Imam Ad-Darimy nomor 3517 dengan sanad hasan.

➡ Dan ini bukan dalam salat. Dan bukan setiap sesuatu disyariatkan di luar salat, disyariatkan di dalam salat; dikarenakan salat telah ditentukan dalam gerakannya dan telah ditentukan dalam bacaannya. Asal ibadah adalah hukumnya haram dan terlarang sampai adanya dalil yang mensyariatkannya,

➡ Akan tetapi jika engkau berada di belakang imam yang berpendapat sunnahnya hal itu dan berdoa setelah selesainya membaca Al-Qur’an maka tidak sepantasnya engkau keluar dari salat atau engkau tinggalkan salat bersamanya dari awal karena (doa) setelah selesai membaca Al-Qur’an (dalam salat Tarawih.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum safar ke Makkah dan Madinah dengan tujuan menghadiri khataman Al-Qur’an? Jawab:

🌾”Safar (mengadakan perjalanan) ke Makkah atau Madinah adalah ibadah (mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala) dan ketaatan, semisal umroh, salat di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi pada bulan Ramadan dan selainnya maka ini tidak mengapa menurut Ijmak (kesepakatan) kaum Muslimin; dikarenakan menghadiri khataman Al-Qur’an (selesainya bacaan salat di salat Tarawih) termasuk di dalamnya salat di dua tanah suci, bisa jadi dia menunaikan Umroh maka ini adalah kebaikan yang menghantarkan kebaikan.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah hukum menghidupkan malam Idul Fitri dengan salat malam berjamaah? Jawab:

🔥”Pengkhususan malam Idul Fitri dengan salat malam bukan pada malam-malam selainnya termasuk bid’ah, karena tidak termasuk sunnah Nabi ‎ﷺ. Sungguh nabi ‎ﷺ telah bersabda:

(( مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ )).

“Barang siapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.”

Sama saja dia melakukannya sendirian atau berjamaah. Adapun orang yang biasa salat malam di seluruh malam-malamnya maka tidak mengapa melakukannya di malam Id, akan tetapi tidak berjamaah. Dan malam Idul fithri bukan termasuk Ramadan apabila telah tetap (tsabit) masuknya bulan Syawal.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Sebagian imam memulai salat Tarawih sebelum pengumuman rukyatul hilal, apa hukum perbuatan ini? Jawab :

🍁”Hal ini tidak sepantasnya; dikarenakan salat Tarawih hanya saja dilakukan di bulan Ramadan. Maka tidak selayaknya seorang salat sampai diumumkan pemerintah tentang rukyatul hilal.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah kesalahan-kesalahan yang terjatuh di dalamya sebagian orang-orang yang berpuasa dalam salat Tarawih? Jawab:

🌻”Lebih dari satu dari kalangan pembahas telah mengumpulkan sebagian kesalahan-kesalahan yang terjatuh padanya dari sebagian orang-orang yang berpuasa dalam salat Tarawih, dan aku pandang penyebutan apa yang mudah darinya, secara ringkasnya,
1). Berlebih-lebihan dalam mencari masjid-masjid dan berpindah-pindah kepadanya setiap harinya karena mencari suara yang bagus saja.
2). Mengangkat suara ketika menangis dan membuat-buat dalam demikian itu.
3). Sebagian orang terpengaruh ketika berdoa dan menadabburi maknanya lebih besar dibandingkan dari tadaburnya dan terpengaruhnya dengan mendengar bacaan Al-Qur’an Al-Karim.
4). Menunggu imam sampai rukuk, apabila imam rukuk, dia segera masuk dalam salat bersamanya , dan perbuatan ini di dalamya adalah meninggalkan mengikuti imam dan terluput darinya takbiratul ihram dan membaca Surat Al-Fatihah.
5). Melihat mushaf di dalam salat ketika Imam sedang membaca dengan tanpa kebutuhan, yang menghantarkannya kepada banyaknya gerakan dalam salat, dan meninggalkan sunnah menggenggam (bersedekap) dan meletakkan tangannya di dada, dan meninggalkan memandang kepada tempat sujud…dan yang lainnya.
6). Sebagian orang mencukupkan dengan 4 atau 6 rakaat bersama imam kemudian pergi, dan dalam hal ini luput darinya pahala yang telah datang dalam hadits Nabi:

(( مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ )).

“Sesungguhnya apabila seseorang melaksanakan salat malam bersama imam hingga selesai, maka akan di catat baginya salat satu malam penuh.”

7). Mengusap muka setelah selesai doa qunut, Imam Al ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah berkata :

“Tidak mengusap wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai doa melainkan orang yang bodoh.”

8). Memakan bawang bombai atau bawang putih, atau lobak kemudian mendatangi masjid setelah itu.

🔥Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada sebagian imam🔥

1). Cepat dalam membaca ayat Al-Qur’an dan cepat salatnya, adanya kekurangan dalam rukuk, sujud dan tumakninah.
2). Keyakinan harus mengkhatamkan Al-Qur’an, dan oleh karena cepat dalam bacaan sampai ada kekurangan dengan sebab itu.
3). Terus-menerus dalam menyampaikan nasihat setelah 4 rakaat pertama dari salat Tarawih.

🔥Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari sebagian wanita🔥

1). Menghadiri masjid dalam keadaan dia memakai bakhur (dupa Arab) atau minyak wangi.
2). Tidak menutup sempurna dalam berpakaian dan menampakkan sebagian dari badannya.
3). Meninggalkan anak-anaknya (ketika ke masjid) dalam kemaksiatan dari melihat film (sinetron) dan semisalnya atau membiarkannya berteman dengan orang fasik (pelaku maksiat).
4). Setelah selesai salat Tarawih sibuk dengan mengobrol, menggunjing dan mengangkat suara dalam hal itu sebagai ganti dari berkata:
Subhanal Malikil Quddus (3 kali), dan dari zikir dan istighfar!!.
5). Keluar selepas salat secara langsung, dan tidak menunggu jamaah laki-laki sampai mereka selesai keluar dulu; menjadi sebab berdesak-desakan dan bercampur-baur di pintu.
6). Berpindah dari sebaik-baik tempat (masjid-masjid) menuju tempat yang paling dimurkai Allah, yaitu pasar, tanpa adanya kebutuhan yang dibenarkan.”

Soal:

  1. Apakah hukum menyengaja mengakhirkan masuk ke dalam jamaah sehingga imam rukuk? Jawab:

🌺”Adapun seorang yang mengakhirkan masuk ke dalam jamaah sehingga imam rukuk, ini adalah tindakan yang tidak dibenarkan, bahkan aku tidak tahu apakah sah rakaatnya atau tidak? Karena dia menyengaja mengakhirkannya yang tidak memungkinkan lagi baginya membaca Al-Fatihah sedangkan membaca Al-Fatihah adalah rukun tidak gugur dari imam dan makmum, tidak pula seorang yang salat sendirian. Dan keadaan dia menunggu imam himgga rukuk kemudian dia berdiri dan rukuk bersama imam, ini adalah kesalahan tanpa diragukan, beresiko pada salatnya atau paling sedikitnya ada satu rakaat yang tidak dia mendapatinya.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum membuka restoran (tempat makan) di siang Ramadan dengan alasan di sana ada orang yang tidak puasa, seperti orang kafir? Jawab :

🔥”Tidak boleh membuka restoran di siang Ramadan untuk orang kafir dan tidak boleh melayani mereka; dikarenakan terdapat di dalamnya dari bahaya-bahaya besar terhadap syariat yang agung, dari membantu mereka atas apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, dan diketahui dari syariat yang suci bahwa orang kafir dibebani dengan pokok syariat dan cabang-cabangnya. Dan tidak diragukan bahwa puasa Ramadan termasuk dari Rukun Islam dan wajib bagi mereka menunaikannya bersamaan dengan mewujudkan syaratnya, yaitu masuk Islam, tidak boleh bagi seorang Muslim membantu mereka dalam meninggalkan apa yang diwajibkan Allah Ta’ala atas mereka ; sebagaimana seorang Muslim tidak boleh melayaninya, ditinjau dari sisi adanya perendahan diri dan penghinaan bagi seorang Muslim; seperti menyiapkan makan bagi mereka dan semisalnya. Dan wajib bagi orang kafir yang datang ke negeri Muslim untuk tidak melakukan apa yang melanggar Syiar-Syiar Islam, menyakiti kaum Muslimin dan melukai perasaannya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🔥”Tidak boleh tolong-menolong bersama orang yang diwajibkan atasnya puasa Ramadan secara asalnya, seperti kaum muslimin, atau setelah terwujud syarat Islam (masuk agama Islam) seperti orang kafir, dalam melanggar kehormatan bulan Ramadan dengan makan, dikarenakan itu adalah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan; dikarenakan Allah Ta’ala berfirman:

 { وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْإثْمِ وَالْعُدْوَانِ }. 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.”(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 2).

➡ Hal itu karena orang kafir menurut pendapat yang benar dibebani dengan cabang syariat; jika dia meninggal di atas kekafirannya, dari sisi dia mendapatkan hukuman karena tidak menunaikan cabang syariat di antaranya puasa. Adapun keadaan kekafirannya hanya saja dia diajak bicara (dibebani) dengannya setelah dia mewujudkan syarat Islam (masuk agama Islam).”

✒(Syaikh Muhammad Farkus Al-Jazairy).
[21:37, 3/16/2022] Ustad Abu Zur’ah Atau Wiwid: 💥Berperangai Baiklah Kepada Saudaramu Mukmin💥

🌾Yahya bin Mu’adz (wafat: 258) rahimahullah berkata:

“Agar menjadi bagian darimu kepada saudaramu mukmin tiga perangai :

  1. Jika engkau tidak bisa memberi manfaat kepadanya maka janganlah memudaratkannya.
  2. Jika engkau tidak bisa membuatnya senang maka janganlah menyusahkannya.
  3. Jika engkau tidak memujinya maka janganlah mencelanya.”

📚 Wafayat Al-A’yan (6/167) karya Ibnu Khillikan [wafat: 681] dan Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (2/283) karya Ibnu Rajab [wafat: 795].

💐 Darul Hadits Mabar Yaman, Rabu 13 Sya’ban 1443H.

✒Muntaqo Al Fawaid
📱https://t.me/abuzurahwiwitwahyu
🌐https://abuzurahwiwitwahyu.my.id/

Risalah Keempat Puluh Dua – Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir

🌹Risalah Keempat Puluh Dua🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir🌷

Soal:

  1. Apakah hukum memanjangkan doa pada qunut? Jawab:

🔥”Sebagian orang mengisahkan bahwa sebagian Imam tetap berdoa selama setengah jam atau lebih, dan ini tidak diragukan bahwasanya dia telah menyelisihi sunnah, apabila diperkirakan bahwa itu cocok bagi Imam, 2 atau 3 orang dari jamaah maka sesungguhnya itu tidak cocok bagi yang lain.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

🔥”Adapun doa pada salat Tarawih dengan pemanjangan tersebut maka itu bid’ah, bid’ah, bid’ah.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy).

Soal:

  1. Apakah hukum membuat irama (sajak) dalam doa dan mendatangkan doa-doa yang tidak ada dalam hadits? Jawab:

🔥”Tidak perlu dibuat-buat untuk berirama, dan telah ditafsirkan bahwa itu adalah termasuk pelanggaran dalam doa.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

🔥”Yang disyariatkan bagi seorang dai (imam) menjauhkan diri dari membuat-buat irama dalam doa dan tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Dan hendaknya ketika dia berdoa dalam keadaan khusyuk, merendahkan diri, menampakkan bahwa dia membutuhkan dan memerlukan Allah Ta’ala, maka ini lebih diharapkan untuk dikabulkan dan lebih dekat untuk didengarkan doanya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum menyenandungkan dan melagukan doa. Jawab:

🔥”Melanggamkan mengiramakan, menyanyikan, melagukan, menyenandungkan dalam membaca doa adalah kemungkaran yang besar, meniadakan kesungguhan, kesepenuhan hati, peribadatan (ubudiyah), menghantarkan kepada riya’ dan ujub dan memperbanyak jumlah orang yang kagum terhadapnya. Sungguh para Ulama telah mengingkari yang melakukan hal itu sejak zaman dahulu dan sekarang.”

✒(Syaikh Bakr Abu Zaid).

Soal:

  1. Apakah hukum melagukan doa dan menggunakan kaidah-kaidah tajwid sebagaimana Al-Qur’an?

Jawab :

🔥”Bagi seorang yang berdoa, supaya tidak menyerupakan doa dengan membaca Al-Qur’an kemudian melazimkan kaidah tajwid dan melagukan Al-Qur’an. Sebab hal itu tidak dikenal dari petunjuk Nabi ‎ﷺ, Tidak pula dari petunjuk Sahabat radhiyallahu ‘anhum.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾Berkata Sebagian Ulama Masa Sekarang dalam tafsir firman Allah Ta’ala:

{ وَإِنَّ مِنْهُمْ لَـفَرِيْقًا يَّلْوٗنَ أَلْسِنَتَهُمْ بِا لْكِتٰبِ لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتٰبِ }.

“Dan sungguh, di antara mereka niscaya ada segolongan yang memutarbalikkan lidahnya membaca kitab, agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Kitab” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 78)

Disebutkan bahwa yang termasuk di dalamnya adalah bahwa seorang yang membaca bukan Al-Qur’an dengan sifat bacaan Al-Qur’an, seperti membaca hadits-hadits, hadits Nabi ‎ﷺ seperti bacaan Al-Qur’an, atau membaca perkataan Ulama seperti bacaan Al-Qur’an. Dan atas dasar ini: maka tidak boleh bagi seseorang membaca perkataan selain Al-Qur’an dengan sifat yang dibaca dengannya Al-Qur’an. Terutama di kalangan orang awam yang tidak bisa membedakan Al-Qur’an dan selainnya kecuali dengan irama dan tilawah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah hukum mendoakan kejelekan atas orang kafir secara umum? Jawab :

🌴”Yang disyariatkan adalah doa kejelekan atas orang kafir yang mengganggu, berbuat zalim dan memerangi Islam;

🍁Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah rahimahullah:

“Dan doa kejelekan atas orang kafir yang berbuat zalim adalah disyariatkan dan diperintah dengannya, Dan disyariatkan doa qunut dan doa kebaikan bagi kaum Muslimin dan doa kejelekan bagi orang kafir (yang melampaui batas).”

✒( Majmu’ Al-Fatawa [8/335]).

➡ Dan Beliau rahimahullah berkata di tempat lain (22/271):

“Dan seyogyanya bagi orang yang qunut agar berdoa di setiap bencana (musibah besar) dengan doa yang sesuai bencana tersebut, Dan jika menyebutkan nama orang yang dia (imam) berdoa kebaikan bagi mereka dari kaum Muslimin, dan orang yang dia (imam) berdoa kejelekan atas mereka dari kaum kafir yang memerangi, itu adalah baik.”

Soal:

  1. Apakah disyaratkan bersholawat atas Nabi ‎ﷺ di akhir qunut? Jawab :

🌻”Jika melakukannya di sebagian waktu maka tidak mengapa, Sungguh Al-Qodhiy Ismail Al-Malikiy menyebutkan dalam kitabnya Fadlush Shalati ‘alan Nabi ‎ﷺ dengan sanad yang kuat sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullah dari Abu Muadz yang dahulu mengimami salat Tarawih di bulan Ramadan di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu, dahulu menutup doa qunutnya dengan bacaan:
SHALLALLAAHU ALA MUHAMMAD AN NABIYIL UMMIYI WA ALA AALIHI WA SHOHBIHI WA SALLAM.
(Sholawat Allah Ta’ala atas Muhammad Nabiyil ummiyi dan para keluarganya dan sahabatnya.

➡ Dan ini juga tetap (tsabit) dari sebagian Sahabat radhiyallahu ‘anhum di antaranya Ubay bin Ka’b dan Muadz Al-Anshoriy radhiyallahu ‘anhuma. Sebagaimana di kitab Tashhihid Du’aa`.”

Soal:

  1. Apa yang dibaca orang yang salat setelah selesai salat Witir? Jawab:

🌺”Hadits Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Dahulu Rasulullah ‎ﷺ jika selesai salam dari salat witir membaca :

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يُطِيلُ فِي آخِرِهِنَّ

“Subhanal Malikil Quddus” tiga kali. Beliau memanjangkan pada yang terakhir kalinya.”

📚HR. An-Nasa`i.

▶ Dan dari hadits Abdurrahman bin Abzaa dengan sanad jayyid dengan lafaz:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ رَبِّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ.

“Subhanal Malikil Quddus Rabbul Malaikati war Ruh.”

📚HR. Ad -Daaruquthni.

✒(Lajnah Ad Daimah. [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum mengangkat suara setelah tarawih:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ رَبِّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

“Subhanal Malikil Quddus Rabbul Malaikati war Ruh.”

dengan suara berjamaah?

Jawab:

🌼”Yang tetap (tsabit) adalah engkau membaca:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ رَبِّ المَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ.

“Subhanal Malikil Quddus Rabbul Malaikati war Ruh.”

Setelah salat Witir. Adapun dengan satu suara yang dikeraskan tidak datang dari Nabi ‎ﷺ, kadang sesuatu yang disyariatkan ditambahkan padanya apa yang merusaknya, seperti cara ini.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy ).

Soal:

  1. Apakah kesalahan yang sebagian orang terjatuh dalam doa qunut? Jawab :

🌿”Sebagian pembahas fikih mengumpulkan sebagian kesalahan yang terjadi pada qunut witir. Sungguh, aku pandang untuk menyebutkan apa yang mudah darinya secara ringkas :

1). Menjadikan doa seakan-akan nasihat, disebutkan di dalamnya surga dan sifat-sifatnya dan neraka serta apa yang ada di dalamnya dari perkara yang mengerikan, azab kubur dan apa yang ada di dalamnya dari ketakutan, kegelapan dan lainnya.

2). Pelanggaran dalam doa, memanjangkannya dan tidak bersemangat dengan doa yang ada di dalam hadits-hadits.

3). Membuat-buat sajak (irama) dalam berdoa; Dalam Shahih Bukhori dari hadits Ibnu’Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

فَانْظُرْ السَّجْعَ مِنْ الدُّعَاءِ فَاجْتَنِبْهُ فَإِنِّي عَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ لَا يَفْعَلُونَ إِلَّا ذَلِكَ إِلَّا ذَلِكَ الِاجْتِنَابَ.

“Dan tolong cermatilah sajak puitis (yang sulit dimengerti) dan jauhilah yang seperti itu, sebab telah kutemui Rasulullah dan para sahabatnya tidak melakukan yang demikian. Yaitu tidak melakukan hal itu selain mereka selalu menjauhi semacam itu.”

📚 HR. Bukhori.

4). Perkataan sebagian mereka :

اللهم إنا لا نسألك رد القضاء ولكن نسألك اللطف فيه.

ALLAHUMMA INNAA LAA NAS ALUKA RODDAL QODHO’ WA LAAKIN NAS ALUKA ALLUTHFA FIIHI

( Ya Allah, sesungguhnya aku tidak meminta mencegah qodho akan tetapi kami meminta kelembutan di dalamnya). Ini menyelisihi hadits.

(( لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاء ))

“Tidak ada yang dapat mencegah takdir kecuali do’a”

📚 HR. Tirmidziy.

5). Berlebihan dalam melagukan, menyenandungkan dan mengiramakan dalam doa dan membacanya seperti membaca Al-Qur’an.

6). Perkataan sebagian orang yang berdoa:

يا من أمره بين الكاف والنونِ

YA MAN AMRUHU BAINAL KAAFI WAN NUUN.
Wahai yang perintahnya antara al-kaaf dan an-nuun.

🌾Berkata Al ‘Allaamah Al ‘Utsaimin rahimahullah:

“Dan ini adalah kesalahan, bukanlah perkara Allah antara al-kaaf dan an-nuun. Bahkan setelah Al-Kaaf dan An-Nuun. Karena Allah Ta’ala berfirman:

{ كُن فَيَكُونُ }.

“Jadilah maka terjadilah”.

7). Perkataan sebagian imam:

اللهم عليك باليهود ومن هاودهم

ALLAHUMMA ‘ALAIKA BIL YAHUDI WA MAN HAWADAHUM.
(Ya Allah, hancurkanlah yahudi dan orang yang mengadakan perdamaian dengan mereka karena adanya maslahat).

🍂Berkata Al-Allaamah Al-Fauzan :

“(HAWADAHUM) kata ini artinya perdamaian, dan orang yahudi boleh bagi kaum Muslimin mengadakan perdamaian dengan mereka apabila ada maslahat bagi kaum Muslimin; sebagaimana Rasulullah ‎ﷺ mengadakan perdamaian dengan mereka di Madinah.”

Risalah Keempat Puluh Satu – Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir

🌹Risalah Keempat Puluh Satu🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir🌷

Soal:
390.Apakah datang dari Nabi ‎ﷺ doa dalam qunut Witir selain yang diajarkan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma (1)?

Jawab :

🌳”Diriwayatkan oleh Imam Tirmidziy dan Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dari hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي آخِرِ وِتْرِه:
(( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ)).

Dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di akhir salat witirnya membaca: “ALLAAHUMMA INNII A’UUDZU BIRIDHAAKA MIN SAKHATHIKA WA BIMU’AAFAATIK, MIN ‘UQUUBATIK, WA A’UUDZU BIKA MINKA LAA UHSHII TSANAA-AN ‘ALAIK, ANTA KAMAA ATSNAITA ‘ALAA NAFSIK.” (Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-MU dari murka-Mu dan kepada ampunan-Mu dari azab-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu (dikarenakan tidaklah ada seorang pun memiliki sesuatu bersamamu, sehingga tidaklah ada yang dapat melindunginya dari-Mu melainkan Engkau), aku tidak dapat menghitung pujian kepada-Mu, Engkau sebagaimana yang telah Engkau puji diri-Mu).

📚HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud.


(1). Penerjemah:

🍃Bacaan doa qunut salat witir yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari hadits Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma:

قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ :(( اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْت )). رواه أحمد و غيره وصححه الألباني والوادعي.

Telah berkata Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan ketika melakukan witir yaitu; ALLAAHUMMAH DINII FIIMAN HADAIT, WA ‘AAFINII FIIMAN ‘AAFAIT, WA TAWALLANI FIIMAN TAWALLAIT, WA BAARIK LII FIIMAA A’THAIT, WA QINII SYARRA MAA QADHAIT, INNAKA TAQDHII WA LAA YUQDHAA ‘ALAIK, WA INNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, WA LAA YA’IZZU MAN ‘AADAIT, TABAARAKTA RABBANAA WA TA’AALAIT (Ya Allah, berilah aku petunjuk diantara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau putuskan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi).

📚 HR. Imam Ahmad dan selainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil Al-Wadi’y.

Soal:

  1. Doa apakah yang tetap (tsabit) dari Umar radhiyallahu ‘anhu dalam doa qunut? Jawab:

🌿Diriwayatkan oleh Imam Baihaqy (2/210) dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albany dalam Al Irwa’ (2/170) dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau qunut dengan doa ini :

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنُؤمِنُ بِكَ, وَنَتَوَكَّلُ عَلَيكَ وَنُثْنِي عَلَيْكَ الخَيْرَ وَلَا نَكْفُرُ, اللّهُمَّ إِيَّاكَ نَعبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ, نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَ نَخْشَى عَذَابَكَ, إِنَّ عَذَابَكَ الجِدَّ بِالكُفَّارِ مُلْحِقٌ, اللّهُمَّ عَذِّبِ الكَفَرَةَ أَهلَ الكِتَابِ الذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ .

ALLAHUMMA INNAA NASTA’IINUKA, WA NU’MINU BIKA, WA NATAWAKKALU ‘ALAIKA, WA NUTSNII ‘ALAIKA AL KHAIRA WA LA NAKFURUKA, ALLAHUMMA IYYAAKA NA’BUDU, WA ILAIKA NAS’A WA NAHFIDU, NARJU RAHMATAKA WA NAKHSYAA ‘ADZAABAKA, INNA ‘ADZAABAKAL JIDDA BIL KUFRI MULHIQ. ALLAHUMMA ‘ADZDZIBIL KAFAROH AHLAL KITABIL LADZIINA YASHUDDUUNA ‘AN SABIILIKA.

(Ya Allah sesungguhnya kami meminta pertolongan kepada-Mu, kami beriman kepada-Mu, dan kami bertawakal kepada-Mu, kami memuji atas kebaikan-Mu dan kami tidak mengkufuri-Mu, Ya Allah hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami salat dan sujud, kepada-Mu kami bersegera dan bercepat-cepat, kami mengharapkan rahmat-Mu dan kami takut azab-Mu, Sesungguhnya azab-Mu yang keras atas orang kafir dilipatkan (ditambahkan), ya Allah azablah orang kafir dari ahlul kitab yang mereka telah menghalangi dari jalan-Mu).”

Soal:

  1. Apakah doa qunut dilakukan sebelum rukuk atau setelahnya? Jawab :

🍁”Kebanyakan hadits-hadits dan yang merupakan pendapat Kebanyakan Ulama adalah bahwa doa qunut dilakukan setelah rukuk, apabila melakukan qunut sebelum rukuk tidak mengapa, ada padanya pilihan antara dia melakukan rukuk apabila setelah selesai membaca surat, setelah berdiri dari rukuk mengucapkan: ‘Rabbanaa wa lakal hamdu kemudian melakukan qunut…dan di antara dia melakukan doa qunut setelah selesai membaca surat kemudian mengucapkan takbir dan melakukan rukuk, semua ini telah datang dalam As-Sunnah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:
393.Manakah yang lebih utama, doa qunut dilakukan sebelum rukuk atau setelahnya?

Jawab:

🍀”Para perawi qunut setelah rukuk lebih banyak dan lebih kuat hafalannya, maka ini yang lebih utama, atas ini berjalan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin radhiyallahu ‘anhum pada riwayat yang termasyhur dan terbanyak dari mereka.”

✒(Imam Al-Baihaqy).

Soal:

  1. Apakah disyaratkan mengangkat kedua tangan pada qunut Witir ? Jawab:

🍁”Disyariatkan mengangkat tangan pada doa qunut witir; dikarenakan termasuk jenis qunut nawazil. Sungguh telah datang dari Nabi ‎ﷺ bahwa Beliau ‎ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika membaca doa qunut nawazil. Diriwayatkan Al-Imam Al-Baihaqy rahimahullah dengan sanad yang sahih.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🌻”Telah sahih riwayat tentang mengangkat kedua tangan pada qunut nawazil datang dari hadits Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dan telah tetap (tsabit) hadits Ibnu Mas’ud dan Ibnu’Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam mengangkat tangan pada qunut witir.”

✒(Syaikh Muhammad Al-Imam).

Soal:

  1. Bagaimana tata cara yang benar dalam mengangkat tangan pada qunut Witir? Jawab :

🌴”Para Ulama telah berkata: ‘Diangkat kedua tangannya sampai dada dan tidak melebihinya’; dikarenakan doa ini bukanlah doa permohonan yang sangat (semisal doa pada salat istisqo’) yang seseorang itu melebihkan dalam mengangkat tangan, dan dia membentangkan tangannya dan kedua telapak tangannya ke langit. Bahkan (doa qunut) adalah doa keinginan. Begitu pendapat sahabat-sahabat kami (mazhab Hanabilah) rahimahumullah.

Dan yang tampak dari perkataan Ulama bahwasanya dia mengabungkan kedua tangannya sebagiannya kepada sebagian yang lain seperti keadaan peminta-minta yang meminta kepada orang agar diberikan kepadanya sesuatu.

Adapun merenggangkan dan menjauhkan kedua tangannya, aku tidak mengetahui hal itu ada dalilnya; baik dari Sunnah atau perkataan Ulama.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

396.Apakah kita mengucapkan ‘Aamiin’ ketika imam membaca doa qunut : “innahu laa yadzillu man waalait” dan seterusnya?

Jawab:

🌰”Disyariatkan mengucapkan Aamiin pada doa qunut, dan ketika pujian atas Allah Subhanah cukup baginya diam, bila dia mengucapkan:
‘Subhaanak’ (Engkau Maha Suci) atau ‘Subhaanah’ (Dia Maha Suci), maka ini tidak mengapa. Dia mengangkat tangannya ketika qunut, takbir pada salat jenazah dan salat hari raya; dikarenakan telah datang hadits yang menunjukkan hal itu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum perkataan sebagian makmum ketika mendengarkan doa mengucapkan YA ALLAH sebagai pengganti AAMIIN? Jawab:

🔥”(Ini adalah) Bid’ah.”

✒(Syaikh Al’Utsaimin).

🔥”Jawaban makmum pada tempat-tempat zikir dari qunutnya Imam dengan lafadz : HAQQON atau SHODAQTA, atau SHIDQOO WA ‘ADLAA, atau ASYHAD atau HAQ dan semisalnya. Semuanya tidak ada dalilnya.”

✒(Syaikh Bakr Abu Zaid).

Soal:

  1. Kapan disunnahkan menggabungkan qunut Al-Hasan dan Umar radhiyallahu ‘anhuma? Jawab:

🌱”Sesungguhnya disunnahkan menggabungkan keduanya ketika dia salat sendirian atau imam yang makmumnya ridha dengan bacaan panjang. Wallahua’lam.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

Soal:

  1. Apakah yang lebih utama kita mencukupkan dengan doa yang di hadits atau berdoa dengan yang lainnya? Jawab :

🌱”Allah Ta’ala mengizinkan untuk berdoa kepada-Nya dan mengajari doa di dalam Kitab-Nya kepada makhluk-Nya dan Nabi ‎ﷺ mengajari doa kepada ummatnya, dan terkumpul padanya 3 perkara :

1). Ilmu tentang Tauhid
2). Ilmu tentang Bahasa.
3). Nasihat bagi ummat;

Maka tidak sepantasnya bagi seorangpun berpaling dari doanya Nabi ‎ﷺ.”

✒(Al-Imam Al-Qodhi Iyadh).

🌿”Yang lebih utama adalah mencukupkan pada doa yang datang dari hadits, tidaklah semua orang bagus dalam berdoa, dikhawatirkan padanya bertindak melampaui batas dalam berdoa.”

✒(Imam An-Nawawi).

🍀”Yang diriwayatkan dari Rasulullahﷺ lebih kami senangi dari selainnya, doa qunut mana saja yang tetap dari Rasulullahﷺ atau selain Beliau, hukumnya telah sah qunutnya.”

✒(Imam Al-Mawardiy).

Soal:

  1. Bolehkah berdoa dalam qunut selain dengan doa yang ada dalam hadits? Jawab:

🌼”Yang sahih dan masyhur yang Jumhur Ulama telah menetapkannya bahwa tidak harus dengannya (yaitu dengan bacaan ini) bahkan terwujud (boleh) dengan semua doa.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

Soal:

  1. Apa doa yang ditambahkan pada qunut pada setengah bulan terakhir dari bulan Ramadan? Jawab :

🌺”Tidak mengapa dari tambahan atas qunut, misalnya : melaknat orang kafir, sholawat atas Nabi ‎ﷺ, doa untuk kebaikan kaum muslimin pada setengah bulan terakhir Ramadan; dikarenakan tetapnya (tsabit) dari para imam pada zaman Umar radhiyallahu ‘anhu. Sungguh telah datang pada akhir hadits Abdurrahman bin Abdin Al-Qooriy: ‘Dahulu mereka melaknat orang-orang kafir pada setengah bulan.

ALLAHUMMA QOOTILIL KAFAROH ALLADZIINA YASHUDDUNA ‘AN SABIILIK WA YUKADZDZIBUUNA RUSULAK WA LAA YUUFUUNA BI WA’DIK WA KHOLIF BAINA KALIMATIHIM WA ALQI FI QULUUBIHIM ARRU’BA WA ALQI RIJZAK WA ‘ADZABAK ILAHIL HAQ.

(Ya Allah perangilah orang kafir yang menghalangi dari jalan-Mu, mendustakan Rasul-Rasul-Mu, yang tidak memenuhi janji-Mu, cerai beraikanlah kalimat mereka, hujamkanlah di hati-hati mereka rasa takut, berilah mereka siksa-Mu dan azab-Mu, Wahai Sesembahan Yang Haq.
Kemudian bersholawat kepada Nabi ‎ﷺ , berdoa untuk kebaikan kaum Muslimin, kemudian meminta ampunan bagi kaum Muslimin.”

✒(Syaikh Al-Albany).

Soal:

  1. Apa ukuran panjang yang dibolehkan dengannya dalam doa qunut ? Jawab:

🌱”Bagi seorang dai (imam) supaya tidak memanjangkannya dengan panjang yang memberatkan makmum, bahkan baginya untuk meringankan dan bersemangat atas doa-doa yang mencakup seluruh kebaikan dan meninggalkan yang selainnya; sebagaimana ditunjukkan oleh Sunnah.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾”Yang benar adalah tidak berlebihan dan tidak mengabaikan. Pemanjangan yang memberatkan orang dilarang darinya. Sebab Nabi ‎ﷺ ketika sampai pada Beliau ‎ﷺ bahwa Muadz bin Jabal memanjangkan salat atas kaumnya, Beliau ‎ﷺ marah dan bersabda:

(( يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ ))

“Wahai Mu’adz, apakah kamu membuat fitnah?”

Maka yang sepantasnya adalah mencukupkan dengan kata-kata yang ada (dalam hadits) atau menambah (tetapi tidak sampai memberatkan makmum).

➡ Tidak diragukan bahwa pemanjangan yang memberatkan orang dan melelahkannya, terlebih-lebih orang-orang lemah di kalangan mereka. Sebagian orang, dia mempunyai banyak pekerjaan dan tidak mau pulang sebelum Imam selesai sedangkan berat baginya tetap bersama imam, maka nasihatku untuk saudaraku para imam hendaklah tengah-tengah, begitu juga sepantasnya terkadang meninggalkan doa, sampai orang awam tidak menyangka bahwa doa adalah kewajiban.”

✒( Syaikh Al-‘Utsaimin).

Risalah Keempat Puluh – Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir

🌹Risalah Keempat Puluh🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Witir🌷

Soal:

  1. Apa hukumnya salat Witir? Jawab:

🍃”Hukum salat Witir adalah sunnah muakkad (yang ditekankan) menurut kesepakatan kaum Muslimin, tidak sepantasnya seseorang meninggalkannya. Salat Witir lebih ditekankan dari salat sunnah rawatib Dhuhur, Maghrib dan Isya. Dan salat Witir lebih utama dari seluruh salat sunnah di siang hari, seperti salat Dhuha, bahkan paling utamanya salat setelah salat fardhu adalah salat malam. Dan yang paling ditekankan dari itu adalah salat Witir dan salat sunnah Subuh. Wallahua’lam.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah).

Soal:

  1. Manakah yang lebih utama salat Witir dengan 5 atau 3 rakaat atau salat Malam 2 rakaat 2 rakaat? Jawab :

🌿”Yang lebih utama adalah salam di setiap 2 rakaat dan itu yang masyhur dari perbuatan Rasulullah ‎ﷺ dan perintahnya untuk salat malam 2 rakaat 2 rakaat.”

✒(Al-Imam An-Nawawi).

Soal:

  1. Bagaimana caranya salat Witir 3 rakaat? Jawab :

🌷”Berwitir dengan 3 rakaat ada 2 cara :

1). Setelah dua rakaat duduk dan bertasyahhud tasyahhud awal kemudian berdiri dan meneruskan rakaat ke 3, cara ini dilarang; dikarenakan cara salat Witir ini ada keserupaan dengan salat Maghrib.
2). Mengerjakan 3 rakaat sekaligus dengan satu tasyahhud. Dan ini termasuk dari cara yang disyariatkan.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Aku ingin salat sendirian di rumah tambahan dari salatku bersama Imam, haruskah aku tinggalkan salat Witir bersama imam? Jawab:

🍂”Yang lebih utama engkau selesaikan salat Tarawih dan Witir bersama imam; dikarenakan Nabi ‎ﷺ bersabda:

(( مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة )).

“Sesungguhnya apabila seseorang melaksanakan salat malam bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya salat satu malam penuh.”

Apabila engkau menginginkan salat setelah itu di sebagian malam, maka salatlah sekehendakmu dan jangan mengulang witir, bahkan cukup dengan witir yang engkau salat bersama imam.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah hukum membatalkan (menggenapkan) witir dengan satu rakaat setelah selesainya Imam dari salat witirnya? Jawab :

🌾”Apabila dia ingin mengakhirkan salat witirnya supaya dia bisa salat di sebagian malam di rumahnya kemudian dia salat witir di akhir salatnya sendirian, maka apa yang dia lakukan dengan menggenapkan rakaat terakhir (bersama imam) -agar akhir salat malamnya adalah salat witir-, maka ini baik.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Seorang yang membatalkan (menggenapkan) salat witirnya dengan menambah satu rakaat, maka apakah dikatakan bahwa dia salat malam bersama imam sampai selesai ? Jawab:

🌺”Bisa dikatakan dia salat bersama imam sampai selesai, dan dia menambah satu rakaat untuk maslahat (kepentingan) syar’i hingga menjadi witirnya pada akhir malam, maka ini tidak mengapa.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Berapa paling sedikitnya bilangan salat Witir? Jawab :

🌰”Paling sedikitnya adalah satu rakaat, adapun selain salat sunnah Witir paling sedikitnya adalah 2 rakaat; sebagaimana sabda Nabi ‎ﷺ :

(( صَلَاةُ اللَّيلِ مَثنَى مَثنَى )).

“Salat malam 2 rakaat 2 rakaat.”

✒(Syaikh Al-Wadi’iy).

Soal:

  1. Apakah doa qunut hukumnya wajib dalam salat Witir? Jawab:

🌻”Doa qunut dalam salat Witir adalah boleh dan bukanlah suatu keharusan, di antara Sahabatnya -yaitu Rasulullah ‎ﷺ’- ada yang tidak melakukan doa qunut, dan di antara mereka ada yang melakukan doa qunut pada setelah tengah bulan dari Ramadan, di antara mereka ada yang melakukan qunut setahun penuh, dan semuanya boleh. Barang siapa melakukan sesuatu dari itu, tidak ada celaan padanya.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

Soal:

  1. Apakah yang lebih utama terus menerus dalam qunut atau sesekali qunut dan sesekali meninggalkannya? Jawab:

🌺”Doa qunut hukumnya sunnah dan bukanlah suatu kewajiban. Dan kami tidak mengetahui bahwa Rasulullah ‎ﷺ terus menerus melakukannya, sebagaimana kami tidak mengetahui bahwa Beliau ‎ﷺ sesekali meninggalkannya sesekali melakukannya, akan tetapi Sahabat sesekali melakukannya dan sesekali meninggalkannya. Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu ketika mengimami manusia di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu, dahulu Beliau sesekali qunut dan sesekali meninggalkannya, tidak mengapa meninggalkannya karena itu hukumnya sunnah, apabila ditinggalkan di sebagian waktu tidak mengapa.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🌱”Terkadang qunut; dikarenakan tidak datang qunut kecuali dari Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu, dan tidak datang dari seorangpun dari Sahabat yang lain. Seandainya qunut dilakukan terus-menerus tentu datang penyebutannya dari sahabat atau dari sebagian sahabat, dan keberadaan qunut datang dari Ubay saja, maka ini menunjukkan bahwa qunut tidak terus-menerus dilakukan, dan qunut kadang ditinggalkan di sebagian waktu.”

✒(Syaikh Al-Albany).

🍀”Apabila engkau terkadang qunut dan terkadang tidak, maka ini menurutku lebih utama.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin)

Risalah Ketiga Puluh Sembilan – Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih

🌹Risalah Ketiga Puluh Sembilan🌹

🌷Bab Seputar Penjelasan Tentang Salat Tarawih🌷

Soal:

  1. Apakah dia (imam) menyusahkan dirinya untuk menangis ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an? Jawab :

🍁”Yang tampak bahwa tidak perlu menyusahkan dirinya untuk menangis, bahkan apabila menangis berusaha untuk tidak mengganggu orang, bahkan tangisannya itu tangisan yang ringan dan tidak mengganggu seorangpun, sesuai kemampuan dan kemungkinannya.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apabila imam salat Tarawih ada 2 orang, kemudian aku salat di belakang imam yang pertama sampai selesai setelah itu aku pulang, apakah ditulis untukku salat semalam penuh? Jawab:

🌻”Berbilangnya imam pada satu tempat menjadikan hal itu seakan -akan dua imam itu adalah imam yang satu, seolah-olah imam yang kedua pengganti yang pertama dalam salat yang terakhir,

Yang aku pandang dalam masalah ini agar seorang itu menjaga salat bersama imam yang pertama dan imam yang kedua, agar tercakup padanya dalam sabda Rasulullah ‎ﷺ :

(( مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة )).

“Sesungguhnya apabila seseorang melaksanakan salat malam bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya shalat satu malam penuh.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

🍀”Yang dimaksud dengan selesainya imam yaitu selesainya para jamaah dari salat dan berpisahnya mereka ke rumah -rumah mereka, dan bukan seperti sangkaan sebagian orang bahwa jika imam dua orang, yang pertama salat 5 salam dan yang kedua 5 kali salam, maka bila imam pertama selesai dia pulang, dan dia berkata : ‘bahwa dia telah salat bersama imam yang pertama sampai selesai’; karena imam yang pertama belum selesai akan tetapi berpindah keadaannya dari imam menjadi makmum, dan orang lain menggantikannya sebagai imam di sisa rakaat.”

✒(Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad).

Soal:

  1. Aku salat di masjid yang jauh dari masjid yang dekat denganku karena imamnya bersuara indah dan aku terkesan dengan bacaannya, apakah ini boleh bagiku? Jawab:

🌺”Boleh bagi seseorang salat di masjid di mana saja yang dia kehendaki, terutama bila imamnya mempunyai bacaan bagus yang membantu kekhusyukan dalam salat.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌾”Apabila maksud perginya ke masjid yang jauh mendengarkan bacaannya karena indah suaranya dan bisa mengambil faedah dari itu dan menjadikannya khusyuk dalam salatnya bukan sekedar mengikuti hawa nafsu dan jalan-jalan, bahkan maksudnya adalah faedah, ilmu dan khusyuk dalam salat maka tidak mengapa dengan hal itu.”

✒( Syaikh Ibnu Baz).

🌷”Tidak mengapa bagi seseorang untuk pergi ke masjid yang lain selain masjid kampungnya. Akan tetapi yang utama dia tetap di masjid kampungnya karena hal itu untuk memberikan semangat orang-orang di kampungnya jika bergabung sebagian orang atas sebagian yang lain, dan mengetahui sebagian orang atas sebagian yang lain. Apabila saling meninggalkan dan pergi ke masjid lain, bisa jadi tidak ada yang bersama Imam seorangpun dan dia pun(imam) keluar, ini yang paling utama. Akan tetapi kami tidak mengharamkan seorang pergi ke masjid yang imamnya lebih bagus suara dan bacaannya.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Seorang yang salat di masjid-masjid yang pelaksananya (imam-imamnya) tidak memperhatikan Sunnah dengan alasan bahwa suara (imam-imam) mereka bagus? Jawab :

🌳”Memilih masjid yang ditegakkan di dalamnya Sunnah dan imamnya bersuara indah adalah perkara baik.

➡ Adapun memilih masjid yang pelaksananya (imamnya) tidak perhatian terhadap Sunnah sekalipun suaranya bagus maka sepantasnya tidak memilihnya, lalu bagaimana dengan orang yang yang mengikuti suara saja?!, dan mencari-cari seperti ini bukanlah dari petunjuk Rasulullah ‎ﷺ tidak pula dari Salaf dan orang yang mengikuti mereka dengan baik Radhiyallahu ‘anhum.”

✒(Syaikh Muhammad Al-Imam).

Soal:

  1. Aku terluput rakaat dari salat Tarawih, apakah aku ganti setelah salat Witir? Jawab :

🌿”Jangan engkau ganti yang luput darimu setelah witir, akan tetapi jika engkau ingin menggantinya apa yang terluput darimu, genapkanlah witirmu yang bersama imam kemudian salatlah apa yang terluput darimu setelah itu salat witirlah.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah disyariatkan menghatamkan Al-Qur’an semuanya dalam salat Tarawih? Jawab :

🍃”Salat Tarawih adalah sunnah muakkad (yang ditekankan), disyariatkan tumakninah dalam bacaan, berdiri, rukuk, sujud dan rukun-rukun yang lain. Dan bukanlah menjadi suatu kewajiban untuk mengkhatamkan Al-Qur’an seluruhnya dalam salat Tarawih.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apabila aku menjadi imam Salat Tarawih, apakah aku harus membaca surat secara berurutan atau tidak? Jawab :

🌼”Yang disyariatkan bagi Imam memperdengarkan makmum seluruh Al-Qur’an dalam salat Tarawih bila mereka mampu hal itu. Maka imam membaca di setiap malam ayat-ayat dan surat-surat yang berikutnya yang dia baca malam sebelumnya, sampai jamaah yang di belakangnya mendengarkan seluruh kitab Rabb mereka (Al-Qur’an) secara berurutan sesuai dengan urutan yang ada di mushaf, jika hal itu tidak memberatkan mereka , dengan memperhatikan tartil, khusyuk dan tumakninah.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apabila imam telah mengkhatamkan mushaf sebelum selesai Ramadan, apakah di mulai dari awal lagi? Jawab :

🌱”Apabila imam mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan pada malam ke 20 atau sebelumnya atau sesudahnya maka baginya memulai bacaan dari awal mushaf, tetapi bila dia membaca apa yang mudah baginya dari surat -surat secara terpisah maka tidak mengapa dengan hal tersebut.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apa bedanya antara salat Tarawih, salat malam dan Tahajjud? Jawab:

🌰”Salat pada malam hari dinamakan Tahajjud dan dinamakan salat malam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ }. 

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu.”(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 79)

Firman-Nya juga :

{ يٰۤأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ }

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!”(QS. Al-Muzzammil 73: Ayat 1)

{ قُمِ الَّيْلَ إِِلَّا قَلِيْلًا }

“Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil 73: Ayat 2).

Allah Ta’ala berfirman dalam surat adz-Dzariyat tentang hamba-hambanya yang bertakwa:

{ اٰخِذِيْنَ مَاۤ اٰتٰٮهُمْ رَبُّهُمْ ۗ إِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُحْسِنِيْن }. 

“Mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Adz-Dzariyat 51: Ayat 16)

{ كَا نُوْا قَلِيْلًا مِّنَ الَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ}

“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.”(QS. Adz-Dzariyat 51: Ayat 17)

Adapun menurut Ulama, salat Tarawih dimutlakkan pada salat malam di bulan Ramadan di awal malamnya, dengan meringankan dan tidak memanjangkannya, dan boleh juga menamakannya tahajjud, salat malam, tidak ada perbedaan dalam hal itu. Wallahu Al Muwaffiq.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah hukum salat Tahajjud di akhir malam di bulan Ramadhan? Jawab :

🌴”Salat Tahajjud di bulan Ramadan adalah amalan yang baik. Dan Nabi ‎ﷺ dahulu menghidupkan 10 malam terakhir Ramadan, dan mengkhususkannya dengan sesuatu yang tidak dikhususkan di malam-malam selainnya, akan tetapi disyariatkan bagi imam agar selesai salat Tahajjud sebelum fajar (waktu Subuh) dengan jeda waktu yang cukup untuk makan sahur.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal

  1. Apakah di sana ada penghalang, salat Tarawih sebagiannya di awal malam dan sebagian lagi di akhir malam pada 10 malam terakhir Ramadan? Jawab :

🍁”Tidak mengapa untuk menambah rakaat dari bilangannya di 10 malam terakhir dari 20 hari yang pertama dan membaginya menjadi dua, bagian pertama dikerjakan salat di awal malam dan meringankannya atas dasar bahwa itu adalah salat Tarawih dan bagian yang lain dikerjakan salat di akhir malam dan dipanjangkannya atas dasar bahwa itu salat Tahajjud. Sungguh dahulu Nabi ‎ﷺ bersungguh-sungguh di 10 malam terakhir yang Beliau ‎ﷺ tidak bersungguh-sungguh lebih pada selainnya.Dan dahulu Beliau ‎ﷺ apabila masuk 10 malam terakhir, begadang, mengikat sarungnya (kiasan dari bersungguh-sungguh) dan menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya; dikarenakan mencari Lailatul Qadar.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).