Risalah Kedua Belas Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kedua Belas🌹

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:
101. Apakah menghirup gas oksigen membatalkan puasa?

Jawab :

🌻”Menghirup gas oksigen buatan bagi orang yang berpuasa tidak membatalkan puasanya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
102. Apakah menggunakan penyegar mulut membatalkan puasa?

Jawab :

🍁”Tidak mengapa menggunakan penyegar mulut yang mengandung obat dengan syarat meludahkannya dan tidak masuk kerongkongan sesuatu darinya secara sengaja.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
103. Apakah masuknya alat endoskopi (seperti teropong yang terdapat padanya sinar dan kamera) kedokteran ke lambung membatalkan puasa?

Jawab :

🍁”Apabila alat tersebut masuk ke lambung menggunakan pelumas maka membatalkan puasanya, tetapi apabila tanpa pelumas (kering) maka tidak batal puasanya walaupun alat itu sampai ke lambung.”

✒(Fatwa Syaikh Al-Albany dan Syaikh Al-Utsaimin rahimahumullah).

Soal:
104. Apakah obat tetes telinga membatalkan puasa ?

Jawab :

🌾”Tidak membatalkan puasa karena telinga bukan termasuk saluran makanan dan minuman, hanya saja ia termasuk dari lubang tubuh, dan bersamaan hal itu untuk kehatian-hatiannya tidak menggunakannya di siang Ramadan untuk keluar dari perbedaan pendapat ulama (khilaf). Jika dia yakin masuknya sesuatu ke kerongkongan, maka untuk kehati-hatiannya mengganti puasa hari tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.”

Soal:
105. Apakah celak mata atau tetes mata membatalkan puasa?

Jawab:

🌻”Tidak membatalkan puasa walaupun didapati rasanya di kerongkongannya, karena mata bukanlah saluran menuju lambung, oleh karena ini Lajnah Daimah memberikan fatwa kemudian mereka berkata: ‘Yang lebih hati-hati mengakhirkan penggunaan tetes mata dan celak mata sampai waktu malam hari untuk keluar dari perbedaan pendapat di kalangan Ulama, yang lebih hati-hati juga dia mengganti puasa apabila menggunakannya di siang hari dan didapati rasanya di kerongkongannya.”

Soal:
106. Seorang mandi atau mengolesi badannya minyak kemudian dia dapati bekasnya masuk ke dalam kulitnya ?

Jawab:

🍀”Tidak batal puasanya dengan demikian itu, sebagian Ulama menukilkan kesepakatan Ulama.”

Soal:
107. Bagaimana hukumnya mendinginkan badan (dengan mandi dan semisalnya) bagi orang yang puasa?

Jawab :

🍂”Mendinginkan badan bagi orang yang berpuasa hukumnya boleh, tidak mengapa. Sungguh dahulu Rasulullah ‎ﷺ menuangkan air ke kepalanya karena kepanasan atau karena haus sedangkan Beliau ‎ﷺ berpuasa. Dahulu Umar radhiyallahu ‘anhu membasahi bajunya dengan air untuk menurunkan derajat panas yang sangat atau haus, dan basah badan tidak mempengaruhi (menjadikan batal) puasa karena air tidak masuk lambung.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:
108. Apakah penggunaan suntikan membatalkan puasa ?

Jawab :

🌷”Apabila suntikan tidak mengandung zat makanan, hanya saja untuk menurunkan demam atau bius (pati rasa) misalnya, maka tidak batal puasanya. yang lebih berhati-hati menundanya sampai malam hari; karena ia memiliki bentuk dan masuk ke dalam tubuh, seperti yang difatwakan ✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).”

➡ Apabila suntikan mengandung zat makanan, maka batal puasanya karena hukumnya hukum makanan dan minuman.”

Soal:
109. Apakah seorang yang berpuasa mendapatkan tranfusi darah membatalkan puasanya?

Jawab :

🌿”Ya, mengharuskan padanya menqodho (mengganti) puasa dikarenakan apa yang ditransfusikan melaluinya dari darah segar.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:
110. Orang yang muntah sedangkan dia berpuasa, apakah membatalkan puasanya?

Jawab :

🍃”Jika muntah dengan sendirinya (tidak sengaja), maka tidak membatalkan puasa.

➡ Jika sengaja mengeluarkan muntah, maka batal puasanya dan baginya menqodho puasa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ muntah kemudian berbuka, yakni berbuka disebabkan muntah.

🌿Sungguh telah datang penjelasan secara rinci dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik dengan sanad sahih, dan Imam Tirmidziy menyebutkan bahwa Ulama mengamalkan hal ini (hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma).”

Risalah Keenam Belas – Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Bab Pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Soal:

  1. Apakah perbedaan antara kaffarah dan fidyah serta yang berkaitan dengan puasa? Jawab :

🌺”Perbedaan di antara keduanya adalah fidyah untuk orang yang lanjut usia dan orang yang semisalnya dalam hukum syar’i termasuk orang yang tidak mampu berpuasa, maka dia berbuka dan setiap harinya mengeluarkan fidyah dengan memberi makan satu orang miskin. Adapun kaffarah adalah bagi orang yang menjimaki istrinya di siang Ramadan dan itu khusus terkait dengan hal tersebut. Ini menurut pendapat yang benar.”

Soal:

  1. Seorang menjimaki istrinya di siang Ramadan karena lupa, apakah wajib baginya kaffarah? Jawab:

🍀”Tidak ada qodho baginya, tidak pula kaffarah. Sungguh telah tetap dari Al-Qur’an dan Sunnah bahwasanya orang yang melakukan larangan karena berbuat salah tanpa sengaja atau lupa, maka Allah Ta’ala tidak menghukumnya.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Soal:

  1. Seorang mengetahui bahwa seorang yang puasa tidak boleh jimak di siang Ramadan tetapi dia tidak tahu wajibnya kaffarah atasnya, apakah dia diberikan uzur karena ketidaktahuannya tersebut? Jawab :

🌿”Tidak gugur atasnya kaffarah. Laki-laki yang melakukan jimak di siang Ramadan, dia tahu larangan jimak tapi tidak tahu secara rinci kaffarahnya, Rasulullah ‎ﷺ tidak memberinya uzur.”

Soal:

  1. Seorang bercumbu dengan istrinya tanpa jimak kemudian dia keluar mani, apakah wajib atasnya kaffarah jimak di siang hari Ramadan? Jawab :

🍁”Tidak wajib baginya kaffarah akan tetapi dia telah merusak puasanya, wajib baginya taubat dan mengganti hari tersebut sebagai bentuk kehati-hatian.”

Soal:

  1. Bagaimana hukum mencium atau bercumbu bukan di kemaluan bagi orang yang berpuasa ? Jawab :

🌷”Apabila pelaku adalah orang lanjut usia atau pemuda yang lemah syahwatnya, tidak tergerak syahwatnya karena ciuman maka boleh dia melakukannya.
Dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ‎ﷺ tentang bercumbu bagi orang yang puasa dan Beliau ‎ﷺ memberikan keringanan baginya. Kemudian datang laki-laki lain bertanya tentang hal yang sama kemudian Beliau ‎ﷺ melarangnya.

➡ Yang Beliau ‎ﷺ beri keringanan adalah orang tua, yang Beliau ‎ﷺ larang adalah pemuda.

➡ Apabila pelaku mengkhawatirkan dirinya akan mengeluarkan mani atau akan melakukan jimak, maka dalam keadaan ini tidak boleh baginya berciuman untuk mencegah (terjatuh lebih jauh).

➡ Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata: ‘Aku tidak tahu seorangpun memberikan keringanan dalam ciuman bagi orang yang berpuasa kecuali dia mensyaratkan aman dari melakukan yang lebih jauh dari hal itu. Dan orang yang tahu bahwa dirinya akan melakukan hal yang lebih jauh yang akan merusak puasanya, maka wajib dia menjauhinya.’

➡ Ibnu Hubairoh rahimahullah berkata: ‘Ulama rahimahumullah sepakat akan dimakruhkannya ciuman bagi orang yang tidak aman darinya dan mempengaruhi syahwatnya, kemudian mereka berbeda pendapat bagi orang yang tidak dikhawatirkan (terjatuh pada hal yang lebih jauh).”

Soal:

  1. Apakah onani membatalkan puasa ? Jawab:

🍀”Onani di bulan Ramadan dan selain Ramadan hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena Allah Ta’ala berfirman:

{وَا لَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ }ۙ 

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.”(QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 29)

{ إِلَّا عَلٰۤى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَـكَتْ أَيْمَا نُهُمْ فَإِ نَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ ۚ}.

“Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 30)

{فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَآءَ ذٰلِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْعٰدُوْنَ ۚ }.

“Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-Ma’arij 70: Ayat 31)

➡ Dan barangsiapa yang melakukan hal itu di hari dari hari-hari Ramadan, maka dosanya lebih besar dan lebih agung kejahatannya, wajib atasnya bertaubat dan beristighfar dan mengganti puasa hari dimana dia berbuka karenanya apabila dia mengeluarkan mani.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah keluarnya madzi membatalkan puasa? Jawab :

🌿”Madzi adalah cairan encer yang keluar dikarenakan berfikir tentang syahwat. Madzi najis menurut ijmak (kesepakatan) Ulama. Tidak membatalkan puasa karena tidak adanya dalil tentang hal tersebut.”

Soal:
157.Apakah keluarnya wadzi membatalkan puasa?

Jawab:

🌿”Keluarnya cairan lengket dan kental setelah kencing tanpa adanya rasa nikmat itu bukanlah mani tetapi wadzi, tidaklah ini membatalkan puasa, tidak pula wajib mandi karenanya. Hanya saja wajib baginya membersihkan kemaluan (istinja’) dan berwudu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Mimpi basah di siang hari Ramadan maka apa yang wajib atasnya ? Jawab :

🌺”Menurut ijmak (kesepakatan) Ulama bahwa orang yang mimpi basah di siang Ramadan, maka tidak ada tanggungan apapun atasnya, karena perkara ini di luar kehendaknya.”

Soal:

  1. Barangsiapa di waktu subuh dalam keadaan junub sedangkan dia dalam keadaan berpuasa, apakah sah puasanya? Jawab:

🌻”Sah puasanya. Sebagaimana dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah ‎ﷺ mendapati fajar (subuh) sedangkan Beliau ‎ﷺ dalam keadaan junub kemudian mandi dan berpuasa.”

Risalah Kelima Belas – Bab Pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Soal:

  1. Apa batasan seorang itu dikatakan berjimak sehingga wajib baginya kaffarah? Jawab:

🌻”Batasan yang mewajibkan kaffarah dan berlaku baginya hukum-hukum nikah yaitu apabila kepada zakar (kulup) masuk ke dalam kemaluan wanita.”

Soal:

  1. Seorang yang melakukan jimak lebih dari sekali dalam sehari berapa kali kaffarahnya ? Jawab:

🍁”Imam Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusyd dan Ibnu Qudamah menukilkan ijmak (kesepakatan Ulama) bahwa tidak ada baginya kecuali satu kaffarah saja. Karena puasanya telah batal ketika dia melakukan jimak yang pertama, jimak yang kedua dia sudah berbuka, kecuali ketika selesai jimak yang pertama kemudian membayar kaffarah kemudian jimak yang kedua di hari itu juga, maka dia wajib membayar kaffarah yang kedua menurut sebagian pendapat Ulama rahimahumullah.”

Soal:

  1. Seorang yang berjimak dengan lebih dari satu istri dalam sehari apakah kaffarahnya lebih dari satu (berulang)? Jawab:

🍀”Yang tampak bahwa kaffarahnya tidak berulang selama jimak itu terjadi di hari yang sama.”

✒(Syaikh Al-Wadi’y).

Soal:

  1. Jika seorang melakukan jimak lebih dari sehari di siang Ramadan, berapa kaffarahnya? Jawab:

🌺”Wajib baginya kaffarah setiap hari dimana dia melakukan jimak; karena puasa tiap harinya dihitung sebagai ibadah yang terpisah (berdiri sendiri). Ini adalah pendapat Kebanyakan Ulama rahimahumullah.”

Soal

  1. Jika fajar shodiq telah terbit dan seseorang sedang melakukan jimak apakah wajib baginya kaffarah? Jawab :

🌾”Jika dia mencabut kemaluannya ketika azan, maka puasanya sah, tidak ada tanggungan atasnya. Apabila dia melanjutkannya sedangkan sudah masuk waktu fajar shodiq, maka dia berdosa dan wajib membayar kaffarah jimak (siang Ramadan).”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y)

Soal:

  1. Berbuat hiyal (tipu muslihat) agar terhindar dari kaffarah dengan makan dan minum kemudian melakukan jimak, apakah dia terbebas dari kaffarah? Jawab :

🍂”Ini lebih parah dari orang yang berbuat jimak saja; karena dia telah berbuat tipu muslihat terhadap syariat, maka kaffarah lebih diwajibkan atasnya. Karena seandainya tidak wajib atasnya kaffarah terhadap yang semisal ini, maka akan menjadi alasan tidak adanya kaffarah bagi siapapun; karena sesungguhnya seseorang tidak berhasrat melakukan jimak di siang Ramadan kecuali memungkinkannya makan terlebih dahulu kemudian melakukan jimak.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

Soal:

  1. Jika seorang melakukan jimak di hari dimana dia mengqodho puasa Ramadan, apakah wajib baginya kaffarah? Jawab :

🌷”Ulama telah sepakat bahwa orang yang melakukan jimak ketika mengqodho puasa Ramadan secara sengaja, maka tidak ada kaffarah baginya. Kecuali Imam Qotadah saja yang berpendapat wajib baginya kaffarah.”

✒(Imam Ibnu Abdil Bar).

Soal:

  1. Apakah hukumnya orang yang memutus berturut-turutan puasa kaffarahnya? Jawab :

🍃”Orang yang memutus puasa kaffarah tanpa uzur syariat, maka wajib baginya memulai dari awal dua bulan berturut-turut menurut Ijmak (kesepakatan) para Ulama. Dan
barang siapa yang memutus puasa kaffarah karena uzur syar’i, seperti wanita ketika datang haidnya atau sedang sakit tidak mampu padanya berpuasa maka puasanya tetap dihukumi berturut-turut, tidak mengharuskannya memulai dari awal lagi karena terputusnya puasa bukan karena keinginannya dan kehendaknya. Allah Ta’ala tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.”

Soal:

  1. Apabila berkesinambungan (berturut-turutan) puasanya terputus karena Ramadan atau hari-hari yang diharamkan berpuasa seperti dua hari raya (Idul Fitri dan Adha), apakah hal ini memutus kesinambungan puasa kaffarah tersebut ? Jawab :

🍁”Jumhur Ulama berpendapat bahwa hal ini memutus kesinambungan puasa tersebut dan wajib baginya memulai dari awal karena memungkinkannya untuk menghindari hari tidak dibolehkan berpuasa ini, memilih dua bulan yang tidak ada hari-hari seperti ini. Sebagian Ulama mengecualikannya jika seseorang itu tidak tahu tentang datang hari raya atau Ramadan misalnya atau tidak tahu keharaman puasa di dua hari raya maka puasanya tidak terputus dan diberi uzur karena kejahilan (ketidak tahuan)nya.”

Soal:

  1. Orang yang berbuka karena jimak di siang hari Ramadan, apakah wajib atasnya mengganti puasa hari tersebut sebagai tambahan kaffarah? Jawab :

🌿”Tidak harus baginya mengqodho hari tersebut sebagai tambahan kaffarah. Sedangkan hadits yang menyebutkan wajibnya mengqodho, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata tentang Hadits ini, hadits dhaif (lemah). Dilemahkan tidak hanya satu Ulama dari Huffazh (para penghafal hadits dan ahli hadits).
Dan baginya menahan dari pembatal puasa di sisa hari tersebut, karena makannya dia misalnya setelah jimak adalah menambah pelanggaran akan kesucian bulan ini, maka semakin bertambah pula dosanya karena hal itu. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala.”

Risalah Keempat Belas – Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Risalah Keempat Belas

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:

  1. Apakah wajib bagi orang yang melihat seorang yang berpuasa sedang makan atau minum karena lupa untuk mengingatkannya bahwa dia sedang berpuasa? Jawab :

🍁”Barang siapa yang melihat seorang Muslim sedang makan atau minum di siang Ramadan atau melakukan sesuatu dari pembatal puasa yang lain, wajib baginya untuk mengingkarinya; karena menampakkan hal itu di siang hari puasa adalah kemungkaran walaupun pelakunya diberi uzur pada hal tersebut, agar manusia tidak berani menampakkan yang diharamkan Allah Ta’ala dari pembatal puasa di siang hari puasa dengan alasan lupa.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

🍃”Barang siapa yang melihatnya, maka wajib baginya untuk mengingatkannya karena ini termasuk mengubah kemungkaran, sungguh Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

ُ (( مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ )).

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.”

Tidak diragukan lagi makan dan minumnya orang yang berpuasa dalam keadaan dia berpuasa adalah kemungkaran, akan tetapi dia diampuni ketika lupa karena dia tidak berdosa. Adapun orang yang melihatnya, maka sesungguhnya tidak ada uzur baginya untuk meninggalkan pengingkaran padanya.”

✒(Syaikh Al -‘Utsaimin).

Soal:

  1. Hukum puasa orang yang dipaksa melakukan pembatal dari pembatal-pembatal puasa ? Jawab:

🌺”Barang siapa dipaksa untuk berbuka sedang dia tidak mampu untuk menolaknya, puasanya sah dan tidak ada qodho puasa atasnya. Adapun apabila dia mampu untuk menolaknya sehingga dia tidak berbuka, maka wajib baginya untuk bertahan, karena pemaksaan terhadap berbuka adalah suatu kemungkaran yang wajib bagi dia mengingkarinya.”

✒(Imam Asy-Syaukani).

Soal:

  1. Seorang makan dan minum karena menyangka belum terbit fajar shodiq sedangkan sesungguhnya telah terbit fajar apakah dia harus mengganti puasanya? Jawab :

🍃”Jika dia mengetahui bahwasanya telah jelas waktu subuh, maka baginya mengqodho puasa. Adapun apabila dia tidak mengetahui apakah ketika dia makan atau minum sudah subuh atau belum, maka tidak ada qodho puasa baginya; karena pada asalnya masih adanya waktu malam.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌺Aku (penulis kitab) katakan :

“Kebanyakan para Ulama memandang qodho puasa di hari itu, jika orang berpuasa itu melakukan hal tersebut, itu untuk lebih lepas tanggungan dan berhati-hati terhadap ibadah yang agung ini. Wallahua’lam.”

Soal :

  1. Dia berbuka karena menyangka bahwa matahari telah tenggelam kemudian menjadi jelas baginya kebalikannya (matahari belum tenggelam) apakah puasanya sah ? Jawab:

🌾”Sebagian Ulama berpendapat menqodho puasa di hari itu karena perkataan Hisyam bin ‘Urwah: ‘Harus mengganti puasa’.
Sebagian ulama yang lain berpendapat: ‘Tidak mengharuskannya menqodho puasa. Sebagaimana datang riwayat Abdurrozzaq dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya manusia berbuka menyangka matahari telah tenggelam tak lama kemudian awan tersingkap dan matahari masih ada, maka orang-orang berkata : ‘kita mengqodho puasa hari ini ?’
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu berkata : Wallahi (Demi Allah), kita tidak menggantinya, kita tidak menyengaja untuk berbuat dosa.’

➡Aku (Penulis) katakan:

“Pendapat pertama lebih berhati-hati dalam ibadah yang agung ini, lebih lepas dari tanggungan. Wallahua’lam.”

Soal:

  1. Apa saja yang dimakruhkan dalam berpuasa? Jawab:

🌻”Berciuman jika membangkitkan syahwat,
bercumbu bagi orang yang masih muda yang sudah menikah, berpikir tentang hubungan suami istri,
berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung,
mengunyah luban yang sama sekali tidak terurai (tidak memiliki rasa),
mencicipi makanan tanpa adanya kebutuhan,
mengumpulkan ludah kemudian menelannya,
Berenang karena dikhawatirkan air masuk ke rongga perut,
banyak tidur,
tetes mata dan telinga,
memperbanyak pembicaraan mubah (yang dibolehkan),
bercampur baur dengan manusia tanpa kebutuhan,
menyia-nyiakan waktu,
mengeluh kepada manusia bahwasanya dia lapar atau haus,
tertinggalnya sisa makan sahur di antara gigi,
melakukan pekerjaan yang berat (seperti kerja kasar [bangunan, kuli pasar]),
mengakhirkan berbuka,
bau tidak enak di badan,
memperbanyak menu makanan dan minuman,
tidak menjaga dari menghirup udara berdebu, asap dapur dan semisalnya,
mengeraskan suara dengan berteriak,
membicarakan wanita,
mengeraskan suara ketika berdahak,
makan bawang bombay, bawang putih, kucai dan lobak kemudian datang ke masjid dalam keadaan itu,
membuang waktu dengan bermain bola.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabiy).

🌹Bab yang berkaitan dengan jimak dan pendahuluannya di siang hari Ramadan🌹

Soal:

  1. Hukum orang yang berjimak di siang Ramadan dalam keadaan dia mengetahuinya, menyengaja hal tersebut dan tanpa uzur (alasan syar’i)? Jawab:

🍂”Sepakat para Ulama bahwa dia berdosa, batal puasanya sama saja keluar mani atau tidak. Dan Jumhur (Kebanyakan) Ulama memasukkan bahwa dalam hal itu juga, hubungan yang diharamkan seperti zina atau mendatangi wanita dari duburnya.”

Soal:

  1. Apa kaffarah seorang yang jimak di siang Ramadan? Jawab:

🌿”Memerdekakan budak, jika tidak mampu atau sulit didapatkan seperti keadaan saat ini, maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu, memberi makan enam puluh orang miskin. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda kepada orang yang menjimaki istrinya di siang Ramadan:

(( هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا )).

“Apakah kamu memiliki budak, sehingga kamu harus membebaskannya?” Orang itu menjawab: “Tidak”. Lalu Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu sanggup bila harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” . Orang itu menjawab: “Tidak”. Lalu Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu memiliki makanan untuk diberikan kepada enam puluh orang miskin?”….

Soal:

  1. Jika seorang istri menuruti suaminya untuk berjimak sedangkan dia berpuasa, apakah wajib atasnya kaffarah? Jawab:

🌺”Wajib baginya taubat dan kaffarah, karena pada asalnya laki-laki dan wanita sama dalam hukum syariat kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.”

Soal

  1. Seorang menjimaki istrinya di hari ke 30 Sya’ban, kemudian dia mengetahui bahwa hari itu awal Ramadan, apa yang wajib atasnya? Jawab :

🌾”Tidak ada kaffarah baginya, tidak berdosa, dia mengqodho puasa hari tersebut saja.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Seorang menjimaki istrinya di waktu fajar subuh karena menyangka masih malam, apa yang wajib atasnya? Jawab :

🍁”Sebagian Ulama berpendapat bahwa tidak ada qodho puasa padanya dan tidak pula kaffarah baginya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: ‘Dan ini adalah pendapat yang paling benar dan serupa dengan pokok syariat dan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ini adalah qiyas ushul (pokok) Imam Ahmad dan selainnya. Bahwasanya Allah mengangkat hukuman (dosa) dari seorang yang lupa dan tidak sengaja berbuat salah. Dan orang ini telah berbuat salah secara tidak sengaja. Sungguh Allah Ta’ala telah membolehkannya makan dan jimak sampai jelas baginya benang putih atas benang hitam dari terbitnya fajar shodiq. Barang siapa yang melakukan apa yang diajak kepadanya,dan dibolehkan baginya, tidak bergampangan, maka ini lebih utama untuk mendapatkan uzur dari seorang yang lupa, Wallahua’lam.”

🍁Aku (penulis) katakan :

“Kalau dia mengganti hari tersebut itu lebih utama dan lebih bebas dari tanggungan, dan keluar dari khilaf Ulama, Wallahua’lam.”

Risalah Ketiga Belas Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

Risalah Ketiga Belas🌹

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:

  1. Apakah hijamah (berbekam) membatalkan puasa? Jawab:

🌻”Dikompromikan di antara hadits-hadits, bahwa berbekam dimakruhkan pada orang yang menjadi lemah disebabkan dengannya, dan bertambah kemakruhannya, apabila kelemahannya itu sampai menjadi sebab berbukanya, dan tidak dimakruhkan pada orang yang tidak membuatnya lemah, Kesimpulannya: meninggalkan berbekam bagi orang yang berpuasa lebih utama.”

✒(Imam Syaukaniy).

Soal:

  1. Apakah fashd (macam pengobatan dengan mengeluarkan darah), donor darah dan semisal keduanya membatalkan puasa? Jawab:

🍁”Keluarnya darah yang bukan menurut kehendak seorang yang berpuasa, semisal mimisan atau luka, atau mengambil darah sedikit dengan jarum, atau darah yang keluar dari gusi setelah dicabut maka tidaklah membatalkan puasa.

➡ Dan keluarnya darah dalam jumlah banyak dengan kehendak seorang yang berpuasa, maka pembahasan ini terbangun tentang berbuka disebabkan berbekam, Lajnah Daimah (Majelis Ulama Saudi Arabia) telah memfatwakan pada keadaan ini, bahwa orang tersebut mengganti puasanya hari itu untuk keluar dari perbedaan pendapat di kalangan Ulama dan mengambil kehati-hatian supaya terlepas dari tanggungan.”

Soal:

  1. Apakah mengambil darah untuk tes laborat membatalkan puasa? Jawab :

🌺”Mengambil darah dari pembuluh darah untuk tes laborat atau selainnya, tidaklah membatalkan puasa, akan tetapi apabila yang diambil banyak, yang lebih utama supaya menundanya sampai malam hari, apabila melakukannya di siang hari, yang lebih hati-hati, mengganti puasa karena diserupakan dengan berbekam.”

✒(Syaikh Ibnu Baz).

Soal:

  1. Apakah hukum mengobati gigi di siang hari Ramadan? Jawab:

🌾”Apabila dibutuhkan seorang yang berpuasa untuk mengobati giginya di tengah puasa, maka tidak mengapa, dengan tetap berupaya keras dari masuknya sesuatu ke dalam kerongkongannya, baik berupa obat atau sisa obat, dan jika masuk bukan karena kehendaknya maka ini tidak mengapa.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Dia ingat bahwasanya dia sedang berpuasa sedangkan sesuap makanan ada di mulutnya, haruskah dia memuntahkannya? Jawab :

🍂”Wajib baginya memuntahkannya, karena makanan tersebut berada di mulut. Dia dihukumi secara lahirnya. Dan yang menunjukkan bahwa dia dihukumi secara lahirnya, bahwa orang yang berpuasa kalau berkumur-kumur tidak batal puasanya. Adapun apabila dia menelannya (tanpa sengaja) sampai masuk di antara kerongkongan dan lambung, maka dia tidak harus mengeluarkannya. Jika dia berusaha mengeluarkannya, maka puasanya batal karena dia menyengaja muntah.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:

  1. Apakah mengunyah luban (permen karet) membatalkan puasa? Jawab:

🍁”Barang siapa mengunyah luban (permen karet) maka telah batal puasanya, wajib baginya mengganti puasanya pada waktu yang dia telah berbuka dengannya.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:

  1. Apakah obat bius membatalkan puasa? Jawab:

🍀”Pengunaannya untuk mencabut gigi geraham atau gigi yang lain atau selainnya adalah boleh; karena itu tidaklah bermakna makan dan minum, dan asalnya adalah tetapnya puasa dan selamatnya, tidaklah dihukumi dengan batalnya melainkan dengan bukti yang jelas.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam).

🌿Dan ini apabila tidak menghabiskan waktu siang secara keseluruhan, adapun apabila menghabiskan waktu siang secara keseluruhan, batal puasanya.

Soal:

  1. Apakah seorang yang pingsan sah puasanya? Jawab:

🍀”Apabila dia berniat sejak malam hari dan waktu pagi dalam keadaan puasa, kemudian dia pingsan beberapa waktu dari waktu siang, maka puasanya tetap sah. Adapun apabila dia pingsan seluruh waktu siangnya, maka puasa tidak sah menurut pendapat kebanyakan Ulama, sekalipun dia telah meniatkan sejak malam hari, dan wajib baginya mengganti puasa.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam).

🌾”Dan dalilnya adalah Rasulullah ‎ﷺ bersabda dalam hadits Qudsi:

(( يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي )).

“Dia menahan makan, minum, dan syahwatnya karena Aku.”

📚HR. Imam Ahmad.

Diikutkan kata ‘menahan’ kepada seorang yang berpuasa sedangkan orang yang pingsan tidaklah sanggup padanya yang demikian itu.”

✒(Syaikh Al-Musyaiqih).

Soal:

  1. Apakah perbuatan maksiat membatalkan puasa? Jawab:

🍂”Perbuatan maksiat yang bukan kekafiran tidaklah membatalkan puasa, akan tetapi akan membatalkan (mengurangi) pahala sesuai dengan maksiatnya,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:((َ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ )).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya.”

📚HR. Bukhori.

Soal:

  1. Apakah sah puasa seorang yang makan dan minum dalam keadaan lupa? Jawab:

🍃”Puasanya sempurna (sah), dia tidak berdosa, sebagaimana hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:((َ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا وَهُوَ صَائِمٌ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاه)).ُ

dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berpuasa kemudian ia makan atau minum karena lupa hendaklah ia sempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.”

📚HR. Al-Jamaah melainkan Nasa’i.

Risalah Kesebelas

🌹Risalah Kesebelas🌹 Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal :
91). Apakah hukumnya menggunakan pasta gigi ketika berpuasa ?

Jawab :

🌺”Tidak mengapa menggunakan pasta gigi ketika berpuasa akan tetapi wajib baginya meludahkan apa yang bercampur darinya di dalam mulut. Apabila ada sedikit dari pasta gigi yang masuk ke dalam kerongkongan tanpa sengaja, maka hal tersebut tidak memadaratkannya (tidaklah batal puasanya).”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌻”Boleh, akan tetapi yang utama tidak menggunakannya karena pasta gigi kemungkinan besar menembus dan masuk ke kerongkongan.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

🌾”Kami menasihatkan untuk meninggalkan pasta gigi di siang Ramadan dan wajib baginya untuk menjaga dari masuknya sesuatu dari pasta gigi itu ke dalam perut. Karena Rasulullah ‎ﷺ bersabda :

(( وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا )).

“Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudu) kecuali ketika engkau sedang berpuasa.”

Karena apabila dia sedang berpuasa dikhawatirkan air masuk ke dalam perutnya.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

Soal :
92. Apakah menelan dahak bagi orang yang berpuasa membatalkan puasanya ?

Jawab:

🍁”Apabila dahak turun langsung dari otak ke kerongkongan ini tidak membatalkan puasanya, tetapi jika turun ke mulut kemudian sengaja menelannya, maka batal puasanya menurut pendapat sebagian Ulama.

Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak membatalkan dan dimakruhkan menelannya karena menjijikkan, sebagian ulama yang lain berpendapat haram menelannya walaupun tidak membatalkan puasa.”

Soal :
93. Apabila muntahan dan semisalnya sampai ke mulut kemudian kembali ke rongga perut, apakah hal itu membatalkan puasa?

Jawab :

🌺”Apabila kembali ke rongga perut dengan sendirinya, maka tidak membatalkan karena tidak menyengajanya, namun jika kembali ke rongga perut disengaja, maka membatalkan puasa, sama saja sedikit atau banyak.”

Soal:
94. Apakah seorang yang berpuasa menjadi berbuka (batal puasanya) dengan masuk sesuatu dari obat-obatan dan semisalnya ke dalam rongga perut melalui hidung ?

Jawab :

🌾”Ya, batal puasanya dengan sebab itu, sebagaimana hadits Laqiith bin Shabrah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:

(( وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا )).

“Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudhu) kecuali ketika engkau sedang berpuasa.”

📚HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud.

Sungguh Beliau ‎ﷺ melarang berlebih-lebihan dalam beristinsyaq ketika berpuasa agar air tidak masuk dari mulut ke rongga perut sehingga menjadi sebab batal puasanya.”

Soal :
95. Apabila bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq atau menyisakan air dimulut tanpa adanya kebutuhan kemudian masuk ke rongga perut, apakah hal itu membatalkan puasa?

Jawab :

🍂”Sebagian ulama berkata: ‘Batal puasanya karena dia melakukan sesuatu yang tidak diijinkan secara syariat’, sebagian lain berkata: ‘Bahwasanya dia berdosa dengannya tetapi tidak batal puasanya’, karena air masuk ke rongga perut tanpa sengaja dan juga tidak menyengaja. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah. Dan untuk lebih berhati-hatinya, dia mengganti puasa hari itu sebagaimana difatwakan Ulama Lajnah Ad Daimah (Majelis Ulama Saudi Arabia).”

Soal :
96. Apakah menghirup bakhur (pewangi yang berbentuk seperti dupa Arab dibakar menggunakan arang atau listrik) membatalkan puasa?

Jawab:

🌿”Kebanyakan Ulama berpendapat bahwasanya orang yang menyengaja menghirup bau bakhur telah batal puasanya karena bakhur ada padanya bentuk dan bisa diraba, bisa sampai ke rongga perut dengan cara menghirupnya dan dilakukan atas kehendaknya.

Adapun mencium aroma bakhur saja tanpa menghirupnya, maka ini tidak membatalkan puasa karena aroma tidak memiliki bentuk dan rupa.”

Soal :
97. Apakah bau minyak wangi dan obat pembasmi serangga membatalkan puasa ?

Jawab :

🍃”Secara mutlak bau minyak wangi dan bukan minyak wangi tidak membatalkan puasa Ramadan dan puasa lainnya baik puasa wajib atau sunnah.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🍀”Barang siapa yang memakai minyak wangi dari jenis-jenis minyak wangi di siang Ramadan sedangkan dia berpuasa, maka tidak membatalkan puasanya, akan tetapi jangan menghirup bakhur dan wewangian yang berbentuk bubuk, seperti bubuk misik.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
98. Apakah merokok membatalkan puasa ?

Jawab :

🍁”Sepakat para Ulama bahwasanya merokok membatalkan puasa karena masuk ke rongga perut atas kemauan dan kehendaknya sendiri.
Sebagai tambahan: ‘Bahwa merokok, peredarannya, menjual dan membelinya adalah haram, dikarenakan di dalamnya terdapat berbagai jenis kemadaratan yang banyak dan berbahaya.”

Soal:
99. Koyok nikotin yang dilekatkan pada lengan perokok untuk membantunya agar meninggalkan rokok, apakah membatalkan puasa ?

Jawab :

🌷”Tidak boleh hal ini dilakukan, karena menurut dokter spesialis bahwa koyok ini pada hakikatnya menyuplaikan nikotin ke seluruh tubuh dan masuk ke dalam darah, maka ini membatalkan puasa sebagaimana rokok membatalkan puasa, dikarenakan obyek (tujuan)nya sama.

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
100. Apakah penggunaan semprotan bagi penderita asma membatalkan puasa?

Jawab:

🌺”Kebanyakan Ulama masa sekarang ini membolehkannya dan tidak membatalkan puasanya, karena ini merupakan ibarat dari udara yang tidak berbentuk, dan tidak sampai ke lambung hanya saja sampai ke paru-paru, mungkin juga tidak sampai ke kerongkongan karena dia bernafas dengannya kemudian hilang, Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: ‘Apabila memungkinkannya untuk mengakhirkan sampai malam hari maka ini merupakan bentuk kehati-hatian’.”

Risalah Kesepuluh Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya

🌹Risalah Kesepuluh🌹

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal:

81). Seorang yang meninggalkan salat dan puasa kemudian bertaubat kepada Allah Ta’ala, apakah dia mengganti puasanya?

Jawab :

🌻”Tidak wajib baginya mengganti salat dan puasanya, karena sebelumnya dia telah kafir. Apabila bertaubat maka sesungguhnya Islam telah menghapus apa yang sebelumnya (dosa-dosa), kami menasehatinya agar memperbanyak amalan sunnah.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

Soal :
82). Apabila seseorang berniat memutus puasa wajib tetapi tidak melakukan sesuatu dari pembatal puasa, apakah dengan hal itu telah batal puasanya?

Jawab :

🍁”Jika dia berniat akan berbuka tetapi tidak berbuka maka tidak batal puasanya, karena Nabi ﷺ bersabda:

(( إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ )).

“Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang dikatakan oleh hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya.”

Adapun orang yang berniat berbuka artinya berniat bahwasanya sekarang ini berbuka yaitu niat keluar dari keadaan puasa maka ini telah berbuka (batal puasanya), karena syarat sahnya ibadah adanya niat dalam ibadah seluruhnya. Berbeda dengan orang yang meniatkan akan berbuka dan yang mengatakan ‘sekarang saya berbuka puasa’ (maka ini telah batal puasanya).”

✒(Syaikh Abdurrahman Al-‘Adaniy).

Soal :
83. Apabila seorang yang berpuasa secara sengaja menelan sesuatu yang bukan termasuk makanan dan minuman seperti kerikil apakah merusak (membatalkan) puasanya?

Jawab :

🍀”Menjadi batal puasanya dengan hal itu, menurut pendapat Kebanyakan Ulama karena masuk ke mulut kemudian ke dalam rongga perut.”

Soal:
84. Bagaimana hukumnya seorang yang berpuasa menelan sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi?

Jawab :

🌺”Hal tersebut ada dua keadaan:
1). apabila sisa makanan itu sedikit bercampur dengan ludah, tidak bisa dibedakan lagi dan orang yang berpuasa tidak mampu mengeluarkannya, maka hal ini tidak mengapa bila dia menelannya. Imam Ibnul Mundzir menukilkan ijmak (kesepakatan) Ulama tentang hal tersebut.
2). Orang yang berpuasa memungkinkan untuk membuang dan mengeluarkannya, apabila dia menyengaja menelannya, maka telah berbuka dengannya (batal puasanya), sama saja sedikit atau banyak, karena memungkinkan untuk menjaga darinya dan tidak menelannya. Dan ini pendapat Kebanyakan para Ulama.”

Soal :
85. Apabila seorang yang berpuasa mengumpulkan ludahnya kemudian menelannya secara sengaja hal tersebut, apakah dia berbuka (batal puasanya)?

Jawab :

🌾”Dimakruhkan hal tersebut, akan tetapi dia tidak berbuka (batal puasanya), karena yang masuk ke lambungnya dari mulutnya sendiri bukan sesuatu dari luar tubuh.
Berbeda apabila seorang berpuasa itu mengeluarkan ludah kemudian menelannya kembali maka dia berbuka (batal puasanya), karena ludahnya sudah berada di luar mulut dan memungkinkan menjaga diri darinya.”

Soal :
86. Apabila seorang yang berpuasa menelan ludah orang lain apakah dia berbuka?

Jawab :

🌻”Para Ulama telah sepakat bahwasanya apabila orang yang berpuasa menelan ludah orang lain, maka dia telah berbuka.”

✒(Imam An Nawawy).

Soal :
87). Apabila seseorang yang berpuasa menelan darah yang keluar dari gusinya, apakah membatalkan puasanya?

Jawab :

🍁”Apabila sengaja yang demikian itu; maka dia telah batal puasanya karena darah termasuk sesuatu yang asing (benda lain) dan bukanlah ludah, dan juga memungkinkan untuk menjaga diri darinya dengan meludahkannya.”

Soal :
88). Hukum mencicipi makanan dengan lidah tidak sampai rongga perut?

Jawab :

🍀”Pendapat yang mengatakan bolehnya mencicipi makanan adalah pendapat kebanyakan para Ulama, sebagian yang lain memakruhkannya karena dikhawatirkan sesuatu darinya masuk ke dalam rongga perut kemudian membatalkan puasanya.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam)

Soal:
89. Apakah dimakruhkan bersiwak setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa ?

Jawab :

🌿”Tidak dimakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa secara mutlak karena umumnya dalil di dalam keutamaan bersiwak di seluruh waktu tanpa pengkhususan. Dan sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‎ﷺ bersabda:

(( لَوْلَا أَنْ أَشُق َعَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عند كُلِّ صَلَاة )).

“Kalau saja aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku benar-benar perintahkan kepada mereka untuk bersiwak di setiap kali salat.”

📚H.R Bukhori dan Muslim.

Dan sabda Rasulullah ‎ﷺ ,

(( عند كُلِّ صَلَاة )).

di setiap kali salat.”

Mencakup seluruh salat, termasuk salat yang dilaksanakan setelah tergelincirnya matahari yaitu salat Dhuhur dan Ashar.

🌺Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata :

“Tidaklah kuat dalil syar’i untuk mengkhususkan keumuman dalil-dalil siwak atas dimakruhkannya bersiwak setelah tergelincirnya matahari.”

Soal :
90. Jika sesuatu turun (ke perut) dari bekas siwak basah, apakah orang yang berpuasa itu berbuka (karenanya)?

Jawab:

🌾”Yang tampak bahwasanya hal itu tidak sampai kepada batas seseorang dikatakan berbuka. Akan tetapi yang utama dan bentuk kehati-hatian tidak memakai siwak basah.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

Risalah Kesembilan Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya

🌹Risalah Kesembilan🌹

🌷Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya🌷

Soal :
71. Apakah ada doa khusus yang sahih diucapkan ketika berbuka?

Jawab :

🌻”Telah datang dalil yang tsabit (tetap) bahwasanya doa orang yang berpuasa terkabulkan (mustajab), tidak ada doa khusus yang tsabit dari Nabi ‎ﷺ .”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

Soal :
72. Dengan apakah orang yang berpuasa itu berbuka?

Jawab :

🍃”Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dahulu Rasulullah ‎ﷺ berbuka dengan kurma basah, sebelum salat, apabila tidak ada ruthob (kurma basah) maka dengan tamr (kurma kering), apabila tidak ada maka dengan beberapa tegukan air.”

🍀Satu tegukan adalah sepenuh mulut.

Soal:
73. Apakah disunnahkan berbuka puasa dengan 3 butir kurma?

Jawab :

🍁”Tidak disunnahkan berbuka dengan dikaitkan hitungan tiga butir kurma karena hadits yang menyebutkan hal itu adalah hadits dhaif.”

Soal :
74. Apakah hikmah disunnahkannya berbuka dengan kurma ?

Jawab:

🌿”Hanya saja disunnahkan berbuka dengan kurma karena kurma manis. Setiap yang manis akan menguatkan penglihatan yang menjadi lemah karena berpuasa, ini adalah terbaik apa yang dikatakan dalam masalah ini dan penjelasan dari sisi hikmah.”

✒(Imam Syaukani).

Soal :
75). Bagi orang yang tidak punya makanan untuk berbuka sedangkan matahari telah tenggelam maka apa yang dia lakukan?

Jawab :

🍀”Bagi orang yang tidak mempunyai sesuatu untuk berbuka sedangkan matahari telah tenggelam maka sunnahnya dia meniatkan untuk berbuka (maka ini telah membatalkan puasa pada hari itu).”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia ]).

Soal :
76. Seorang wanita haid sesaat sebelum berbuka, apakah hal itu membatalkan puasanya?

Jawab :

🌺”Apabila muazin azan pada waktunya, maka wanita tersebut mengganti puasa hari itu. Adapun apabila haidnya datang sedang matahari telah tenggelam dan muazin belum azan dan langit sudah menjadi gelap maka puasanya sah, tidak wajib baginya mengganti puasa hari tersebut.”

✒(Syaikh Muqbil Al Wadi’y).

Soal:
77. Apakah yang utama menyegerakan makan malam di saat berbuka atau mengakhirkannya sampai bakda maghrib?

Jawab:

🌾”Yang sempurna bagi orang yang berpuasa berbuka dengan beberapa butir kurma, kemudian mengakhirkan makan sampai bakda maghrib, sampai terkumpul padanya antara menyegerakan berbuka dan salat Maghrib di awal waktunya dengan berjamaah, mengikuti petunjuk Nabi ‎ﷺ.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal :
78). Apa hukumnya buka bersama di bulan Ramadan ?

Jawab :

🌾”Tidak mengapa buka bersama di bulan Ramadan dan di bulan selainnya. Selama tidak meyakini berkumpul seperti ini adalah ibadah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

{ لَـيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوْا جَمِيْعً أَوْ أَشْتَاتًا }.

“Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri.” (QS. An-Nur 24: Ayat 61)

Akan tetapi jika dikhawatirkan dengan adanya buka bersama dalam puasa sunnah menjadi sebab riya’ (pamer) dan sum’ah (ingin didengarkan), agar terbedakan yang berpuasa dan yang tidak berpuasa, maka ini hukumnya makruh yang demikian itu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

🌷Bab pembatal-pembatal puasa dan hukum yang berkaitan dengannya 🌷

Soal :
79. Apa saja pembatal-pembatal puasa itu ?

Jawab :

🍂”Berhubungan suami istri (bersetubuh),
keluarnya air mani dengan sengaja,
makan dan minum, menelan dahak,
merokok,
muntah dan mencium pewangi berupa asap (bakhur) secara sengaja,
haid,
nifas,
bekam dan donor darah menurut salah satu pendapat,
cuci darah,
menggunakan infus yang mengandung zat makanan,
berniat untuk berbuka, tidak berniat sejak malam,
hilang akal,
murtad,
meninggalkan salat, berpuasa tetapi tidak senang terhadap puasa tersebut (terpaksa), atau tidak meyakini kewajiban puasa, atau riya’,
memamah daun qot (sejenis daun yang bisa memabukkan, banyak dijumpai di negeri Yaman), penggunaan syamah (daun tembakau yang dilembutkan), tambul (menginang [bersirih] dalam bahasa Indonesia), obat bius, permen karet yang manis apabila ditelan bersama ludah.”

✒(Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushoby).

Soal :
80). Seseorang tidak salat kecuali Ramadan, apabila Ramadan telah selesai dia meninggalkan salat, bagaimana hukum puasanya?

Jawab :

🌷”Orang yang berpuasa Ramadan dan salat hanya di bulan Ramadan saja, ini telah menipu Allah Ta’ala (padahal mereka pada hakekatnya menipu diri mereka sendiri). Alangkah jeleknya kaum yang mengenal Allah Ta’ala di bulan Ramadan saja. Maka tidak sah puasa bagi mereka bersamaan dengan meninggalkannya salat di bulan selain Ramadan, bahkan mereka telah kafir dengannya, kekufuran akbar (kekafiran paling besar), walaupun tidak mengingkari kewajiban salat menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat Ulama, karena Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ )).

“Perjanjian antara kami dan mereka adalah salat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka dia sungguh telah kafir.”

📚HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidziy, An-Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari hadits Buraidah Al-Aslamiy radhiyallahu ‘anhu.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Risalah Kedelapan Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya

🌹Risalah Kedelapan🌹

🌷Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya🌷

Soal :
61. Apa yang dilakukan orang yang mendapati tenggelam matahari sedangkan dia di dalam pesawat?

Jawab :

🌻”Apabila orang yang berpuasa itu di dalam pesawat dan mengetahui dengan perantara jam atau telepon dari negara yang terdekat dengannya telah berbuka sedangkan dia masih melihat matahari dikarenakan tingginya pesawat, maka dia tidak berbuka karena Allah Ta’ala berfirman:

{ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ }.

“Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187).

Dan akhir puasa itu (malam), belum terwujud selama dia masih melihat matahari. Adapun apabila dia berbuka di negara tersebut setelah berakhirnya siang yang dia berpuasa di hari itu, setelah itu pesawat terbang melanjutkan perjalanannya, kemudian dia melihat matahari, maka dia tetap berbuka, karena hukumnya hukum negara yang dia berhenti tadi, siang telah usai dan dia di dalam negara tersebut.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia]).

Soal:
62. Apakah hukum menyegerakan berbuka?

Jawab :

🍀”Disunnahkan menyegerakan berbuka ketika tenggelam matahari, sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim dari hadits Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu,

ٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:(( لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ )).

Dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Senantiasa kaum Muslimin berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”

🌿Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

“Maknanya senantiasa perkara umat teratur dan mereka dalam keadaan baik selama menjaga sunnah ini, apabila mereka mengakhirkan, itu adalah tanda kerusakan yang terjadi di dalamnya.”

Soal:
63. Apakah pendapat mazhab Zaidiyah tentang menyegerakan berbuat ketika tenggelam matahari?

Jawab :

🍃”Disebutkan dalam Bab Ash -Shiyam dari kitab (Majmu’ Al-Imam Zaid bin Ali) dari Zaid bin Ali dari bapaknya dari kakeknya dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Beliau berkata: ‘3 perkara dari cabang fitrah atau akhlak para Nabi: ‘mengakhirkan sahur, menyegerakan berbuka dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dalam salat.”

Soal :
64. Kapan menyegerakan berbuka itu?

Jawab :

🌺”Menyegerakan berbuka itu setelah yakin tenggelamnya matahari, tidak boleh bagi seorangpun berbuka sedangkan dia ragu-ragu, apakah matahari telah tenggelam atau belum karena kewajiban terwujud harus dengan keyakinan, tidaklah keluar darinya kecuali dengan keyakinan juga, Allah Ta’ala berfirman :

{ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِِلَى الَّيْلِ }.

“Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187).

Awal malam adalah tenggelamnya matahari semuanya di ufuk (sebelah barat) dari pandangan mata.”

✒(Imam Ibnu Abdil Barr).

Soal:
65. Terkadang kita melihat cahaya merah setelah tenggelamnya lingkaran matahari, apakah itu berpengaruh terhadap berbuka?

Jawab :

🌾”Apabila seluruh lingkaran matahari tenggelam, maka orang yang berpuasa berbuka, tidak jadi patokan cahaya merah pekat yang tersisa di ufuk.”

✒(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ).

🍃Tidak mengapa tersisanya cahaya (merah) yang kuat, sebagian orang berkata : kita tetap puasa sampai tenggelamnya lingkaran matahari dan gelap malam mulai datang, maka ini bukanlah patokan. Akan tetapi lihatlah lingkaran matahari ini kapan tenggelam bagian teratasnya, maka sungguh telah tenggelam matahari, dan disunnahkan berbuka.”

✒(Syaikh Ibnu ‘Utsaimin).

Soal:
66. Kapan muazin berbuka ?

Jawab:

🍂”Sebaiknya dia berbuka sebelum azan karena telah masuk waktunya. Dan Rasulullah ‎ﷺ bersabda :

(( لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ )).

“Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”

Kalau dia tidak berbuka melainkan setelah azan (tidak mengapa), dalam hal ini perkaranya luas.”

✒(Syaikh Muqbil Al-Wadi’y).

Soal :
67. Apakah disyariatkan orang yang puasa itu menjawab azan maghrib?

Jawab :

🌷”Menjawab azan dan engkau sedang berbuka itu disyariatkan karena Rasulullah ‎ﷺ:

(( إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ )).

“Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan.”

Ini meliputi segala keadaan dari keadaan-keadaan, kecuali ada dalil yang mengecualikannya.”

✒(Syaikh Al ‘Utsaimin).

Soal:
68. Dari banyaknya makan ketika berbuka terkadang menghantarkan kepada tertinggalnya salat maghrib berjamaah, apa yang seharusnya dilakukan ketika berbuka?

Jawab:

🍁”Dahulu Rasulullah ‎ﷺ berbuka sebelum salat Maghrib dengan makanan ringan yang tidak menyibukkan dari salat, di sini ada 3 faedah: bersegera berbuka, memfokuskan pikiran untuk salat, memberi jarak waktu ibadah ke ibadah lainnya.”

✒(Imam Ibnul ‘Arobiy).

Soal :
69. Apa hukum wishol (menyambung puasa)?

Jawab :

🌻”Boleh wishol sampai waktu sahur, haram atau makruh apabila melampaui waktu tersebut, sebagaimana hadits dalam shahih Bukhori nomor 1963 dari hadits Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:(( لَا تُوَاصِلُوا فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ )).

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian melaksanakan puasa wishal, maka siapa dari kalian yang mau melakukan puasa wishal hendaklah dia melakukannya hingga waktu sahur.”

Soal :
70. Apakah doa orang yang puasa terkabulkan (mustajab) ?

Jawab:

🌻”(Ya, doanya terkabulkan), disunnahkan seorang yang berpuasa berdoa; sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullah dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

(( ثَلَاثَة لَا تُرَدُّ دَعوَتُهُم … الصَائِمُ حَتَّى يُفطِر )).

“Tiga golongan yang tidak ditolak doanya:… Orang yang berpuasa sampai berbuka.”

🍁Berkata Imam Al-Munawi rahimahullah :

“Maksudnya orang berpuasa secara sempurna yang menjaga seluruh anggota badannya dari pelanggaran-pelanggaran, maka dikabulkan doanya karena suci jasadnya dari pelanggaran hawa nafsunya.”

Risalah Ketujuh Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya

🌹Risalah Ketujuh🌹

🌷Bab sahur dan berbuka serta hukum yang terkait dengan keduanya🌷

Soal:
51. Apakah yang dilakukan seorang yang ragu dalam terbitnya fajar sadik, apakah wajib baginya untuk menahan (makan dan minum)?

Jawab:

🌺” Tidaklah wajib baginya untuk menahan (makan dan minum) sampai jelas baginya terbit fajar sadik karena Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum sampai jelas fajar sadik, diriwayatkan Imam Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih dari Abidh Dhuha, Beliau berkata: seorang laki-laki datang kepada Ibnu Abbas, kemudian dia berkata: apakah aku tinggalkan makan sahur?
Ibnu Abbas berkata: ‘Makanlah selama engkau masih ragu sampai engkau tidak ragu (akan terbitnya fajar sadik).’

🌻Syaikh Al-‘Utsaimin berkata:

“Akan tetapi bila menurut sangkaannya yang kuat telah terbit fajar sadik, maka dia berhati-hati dengan menahan (dari makan dan minum).”

Soal:
52. Apakah tanda terbitnya fajar sadik (waktu sholat shubuh)?

Jawab :

🌾Terbedakan fajar kedua (sadik) dari fajar pertama (kadzib) dengan tiga hal:
1. Fajar kedua (cahaya) menyebar di sebelah ufuk sedangkan fajar pertama memanjang dari timur ke barat, adapun fajar kedua memanjang dari utara ke selatan.
2. Fajar kedua tidak ada kegelapan setelahnya, bahkan berkelanjutan cahaya semakin terang sampai terbit matahari, adapun fajar pertama setelah adanya berkas cahaya ada kegelapan lagi.
3. Fajar kedua bersambung dengan cahaya putih di ufuk adapun fajar pertama di antaranya dan ufuk masih ada kegelapan, fajar pertama ada hukum syar’i tidak boleh salat shubuh dan tidak diharamkan makan sahur bagi seorang yang berpuasa berbeda dengan fajar yang kedua.”

✒(Syaikh Al-‘Utsaimin).

Soal:
53. Apakah yang dimaksud dengan benang putih dari benang hitam?

Jawab:

🌾”Dari Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:

(( إِنَّمَا هُوَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ )).

” Yang dimaksud dengan benang hitam ialah gelapnya malam, dan (benang putih) adalah terbitnya fajar sadik.”

📚HR. Bukhori Muslim.

Soal:
54. Apakah hukum menahan sebagian dari malam sebagai bentuk kehati-hatian (waktu imsak)?

Jawab:

🍃”Tidak disyariatkan yang demikian itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرَ ) البقرة (187)

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187)

Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum sampai jelas fajar sadik.

Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

(( كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ )).

“Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummu Maktum melakukan adzan, karena dia tidak melakukan adzan kecuali sudah terbit fajar (shodiq).”

📚HR. Bukhori dan Muslim.

Sungguh telah diperbolehkan makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan shubuh.”

Soal:
55. Bagaimana hukum mendahulukan azan shubuh sebagai bentuk kehati-hatian dalam puasa?

Jawab:

💥”Termasuk bid’ah yang mungkar, apa yang dilakukan pada zaman ini yaitu melakukan azan kedua sebelum fajar sadik (waktu shubuh) sekitar 20 menit di bulan Ramadan, dan mematikan lampu yang dijadikan sebagai tanda tidak diperbolehkan makan dan minum atas orang yang hendak berpuasa, dengan anggapan orang yang melakukannya sebagai bentuk kehati-hatian dalam ibadah dan tidaklah mengetahui yang demikian itu melainkan beberapa orang saja, sungguh ini telah membawa mereka yang demikian itu, tidaklah mereka melakukan azan maghrib melainkan setelah tenggelam beberapa derajat untuk menguatkan waktu tenggelam sebagaimana yang mereka sangka, sehingga mereka mengakhirkan berbuka dan telah menyelisihi sunnah; oleh karena itu sedikit kebaikan dari mereka, dan banyak pada mereka keburukan, Allahlah Maha Penolong.”

✒(Imam Ibnu Hajar).

Soal:
56. Apakah boleh seorang yang berpuasa makan dan minum pada saat azan shubuh?

Jawab :

🌻”Seorang yang telah terbit fajar sadik dan di mulutnya ada makanan, maka boleh baginya menelannya dan menyempurnakan puasanya, apabila dia menelannya setelah pengetahuannya dengan azan shubuh maka batal puasanya, dan ini tidak ada perselisihan Ulama di dalamnya, dalilnya hadits Ibnu Umar dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

عَنْ ِعَبْدِ اللَّه بِن عُمَرَِِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:((َ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوم )).

Dari ‘Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan saat masih malam, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar azan Ibnu Ummi Maktum.”

📚HR.Bukhori dan Muslim.

Dan banyak hadits shohih semaknanya.”

✒(Imam An-Nawawy).

🌿”Apabila muazin mengumandangkan azan shubuh, maka wajib bagi seorang yang berpuasa menahan diri dari makan dan minum ketika mendengar azan, adapun apabila muazin mengumandangkan azan sesuai waktu ilmu hisab sebagaimana yang dilakukan sekarang ini; maka yang lebih hati-hati bagi seorang yang berpuasa untuk menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi bila dia masih makan dan minum sampai selesai azan, kita tidak perintahkan dia untuk mengulang (mengganti) puasanya, karena kita belum yakin bahwa azan shubuh telah terbit.”

✒(Syaikh Al-Utsaimin).

Soal:
57. Muazin telah mengumandangkan azan sedangkan bejana (gelas) berada di tangan seorang yang melakukan sahur, apa yang dia lakukan?

🍃”Datang hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(( إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ )).

Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana (makanan) masih ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan hajatnya (sahurnya).”

📚HR. Imam Abu Dawud dan Ahmad.

🍁Hisyam bin Urwah berkata:

‘Dahulu ayahku berfatwa dengan hadits ini.’

🌷Imam Al-Albany rahimahullah berkata:

“Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa seorang yang terbit padanya fajar sadik sedangkan bejana makanan atau minuman berada di tangannya, boleh baginya untuk tidak meletakkannya sampai dia ambil kebutuhannya, maka ini keadaan yang diperkecualikan dari ayat dalam firman Allah Ta’ala:

( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرَ ). البقرة (187)

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187)

🍁Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

“Kapan telah jelas terbitnya fajar sadik, wajib baginya menahan dari makan dan minum, akan tetapi diberikan keringanan bagi seorang yang bejana berada di tangannya untuk menyelesaikan kebutuhannya, atau satu suapan di tangannya untuk menyelesaikannya, adapun memulai (makan dan minum) setelah jelas azan shubuh maka tidak boleh.”

Soal:
58. Kapan seorang yang berpuasa boleh berbuka?

Jawab:

🌿”Ulama telah sepakat bahwa seorang yang berpuasa boleh berbuka apabila telah yakin akan tenggelamnya matahari (1) karena firman Allah Ta’ala:

( ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَا مَ إِلَى الَّيْلِ ).

“Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187).

Dan juga hadits Umar bi Khaththab radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ِرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ )).

Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika malam telah datang dari sana dan siang telah berlalu dari sana serta matahari telah tenggelam, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka.”

📚HR. Bukhori Muslim.


(1). “Ulama telah sepakat bahwa waktu berbuka ketika telah terwujud tenggelamnya matahari dengan melihatnya atau pengabaran dua orang adil, begitu juga seorang adil menurut pendapat yang kuat.”

📚 Fathul Baary karya Imam Ibnu Hajar.

Soal:
59. Apabila seorang yang berpuasa di suatu lembah, tidak memungkinkan melihat tenggelamnya matahari, maka apa yang dijadikan pegangan?

Jawab:

🍀”Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

َ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَرَبَتْ الشَّمْس )).

“Jika malam telah datang dan siang telah berlalu serta matahari telah tenggelam.”

Ulama telah berkata:
‘Satu tanda dari tiga ini mengandung dua yang lainnya dan melazimkan (mengharuskan) keduanya, hanyasaja dikumpukan di antaranya (ketiga tanda ini) kadang terjadi ketika di suatu lembah di mana tidak bisa menyaksikan tenggelamnya matahari, maka datangnya malam dan hilangnya cahaya siang dijadikan sebagai pegangan.”

✒(Imam An Nawawy).

Soal:
60. Apabila telah tenggelam matahari sedangkan belum dikumandangkan azan Maghrib, bolehkah berbuka?

Jawab:

🍁”Apabila telah terwujud bagi seorang yang berpuasa tenggelamnya matahari dan datangnya malam maka telah halal (boleh) baginya berbuka, Allah Ta’ala berfirman:

( ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ ).

“Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187).

Dan Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ِرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ )).

Dari Umar bin Al Khaththab radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika malam telah datang dari sana dan siang telah berlalu dari sana serta matahari telah tenggelam, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka .”

📚HR. Bukhori Muslim.

Oleh karena itu, diketahui bahwa tidaklah dianggap penanggalan (waktu berbuka) yang menyelisihi demikian itu, sebagaimana tidak disyaratkan mendengar azan setelah benar terwujud tenggelamnya matahari.”

✒(Lajnah Ad Daimah [Majelis Ulama Saudi Arabia ]).